Pukul 8.30 malam
Aku mulai sibuk mengemasi beberapa barang di butik dan bersiap siap untuk menutup butikku. Hari ini aku menutup butikku satu jam lebih cepat karena Yugyeom, sahabatku masa SMA memaksaku ikut reuni yang diadakan teman-temanku.
"Kau harus datang dan dandan. Okai? Apa gunanya kau jadi designer dan memiliki butik jika kau lebih suka memakai kemeja hitam terus menerus." Pesannya semalam.
Dan inilah aku. Berakhir dengan memilah beberapa dress di etalase. Inginku memakai dress warna hitam kemudian memakai celana jeans warna senada dan ditambah sweater warna serupa dan kemudian sneaker hitam.
Sungguh hal yang menenangkan. Tapi jika hal itu ku realisasikan, yang ada yugyeom pasti akan memaksa ku mengikuti kencan buta dan memakai baju baju pilihannya yang sangat tak kusuka.
Berwarna dan terbuka.
"Euhhh"
Memikirkannya saja sudah membuatku pusing.
Tanganku terus memilah beberapa dress. Dan inilah yang kupilih. Turtle neck sweater warna peach dan blue jeans.
Setidaknya bukan hitam jadi aku tak akan diprotes lagi bukan?
Kring...
Kring...
Kring...
Ponselku berbunyi. Sudah pasti Yugyeom. Siapa lagi kalau bukan dia?
"Yoboseyo?"
"YA! KAU TAK JADI BERANGKAT??? DIMANA KAU?" Dengan refleks kujauhkan ponselku dari telingaku.
Hey, pendengaranku masih sehat. Dan aku juga tak ingin merusaknya dengan mendengarkan teriakannya.
"Aku sedang memilih baju."
"Jangan hitam!" Larangnya.
"Peach dan blue jeans."
"Jangan lupa pakai coat. Diluar dingin. Jangan pakai sneaker juga. Pakai sepatu boot saja."
"Arasseo. Ada lagi?"
"Pakai make up." Lalu dia menutup telfonnya sebelum aku protes.
Astaga...
Dengan semua yang dia sebutkan menurutku masuk akal kecuali make up. Hal yang aku hindari selama ini.
Oh my...
Untuk apa ada inner beauty jika harus menggunakan make up?
Setidaknya aku harus memakainya. Sedikit pelembab wajah dan lip tint. Itu cukup.
Setelah berputar dan bersiap beberapa saat, akhirnya aku siap dan menuju lokasi yang dikirim yugyeom lewat chat.
Aku sampai di restaurant yang dimaksud. Kulihat dari dinding kaca dimana meja tempat teman temanku duduk. Aku tak berani langsung masuk. Menunggu yugyeom datang adalah keputusan yang tepat menurutku. Tapi sialnya orang itu sudah disana. Mengobrol asyik dengan beberapa teman wanita.
"Damn... Kenapa dia tidak menungguku dan malah masuk duluan?" Keluhku dalam hati.
Rasanya aku kini berharap memiliki sejumput keberanian yugyeom sehingga aku tidak akan kedinginan diluar restaurant.
"Yugyeom..."
Aku memanggilnya pelan. Bodoh memang. Siapa juga yang akan mendengarnya jika aku hanya bersuara sekeras aku berbisik. Sesekali aku mencoba menelfonnya dan dengan baiknya dia tidak mengangkat telfonnya.
"Hey... Sadarlah... Aku diluar..." Bisikku lagi.
"Dia tidak akan mendengarmu dengan suara sekecil itu."
KAMU SEDANG MEMBACA
Destin
FanfictionDestin Takdir Yang pasti itu alasan kisah kita bermula dan berakhir.