Orange

126 11 10
                                    

Salah satu tempat yang sangat membosankan untukku adalah sekolah. Mungkin bukan hanya untukku, tapi untuk kebanyakan pelajar. Hanya saja, kasusku agak berbeda sedikit dengan kebanyakan orang. Aku adalah siswa berprestasi di sekolah, jago beladiri wushu, jago bahasa Jepang dan Inggris, dan yang terpenting tampan. Karena nilai akademikku yang sangat baik, kebanyakan orang berpikir jika kegiatanku di rumah hanya belajar. Belajar, belajar dan belajar. Sehingga saat berada di sekolah-tempat untuk belajar adalah tempat favoritku. Memang benar di rumah aku juga belajar. Eitss..bukan belajar, mengerjakan PR. Eh..jadi lupa durasi, kita SKIP problema tentang belajar.

Namaku Mike Calvino, tapi akrab dipanggil Ilham. Pasti bingung ya. Jadi gini ceritanya, waktu aku masih TK dulu, aku tanya ke bunda. "Bun..kenapa sih namaku Mike Calvino?"
"Memangnya ada apa sama nama kamu? Kan bagus." jawab bunda
"Nggak lah bun. Namanya jelek." protesku sambil sedikit cemberut.
"Jadi kamu mau namanya apa?" tanya bunda sambil mengelus-elus rambutku.
"Ilham Tjokocipta. Di sekolahku ada bun yang namanya itu. Orangnya ganteng, kuat, pintar lagi." jelasku dengan semangat yang mengebu-gebu.
Sontaklah tawa bunda pecah. Dan sejak hari itu panggilanku berubah dari Vino menjadi Ilham. Walaupun sesekali aku masih dipanggil Vino.

Sekarang aku duduk di kelas 12A+. Kelas unggulan. Kebanyakan dari anak cewek di sekolah mencantolkanku sebagai "perfect boy". Bahkan banyak juniorku yang berusaha cari perhatian dengan modus yang nggak jelas. Sebagian besar anak cewek berusaha ngajak chat dengan mengkambing hitamkan pelajaran. Awalnya karena minta diajarin, tapi ujung-ujungnya pasti nanya hal-hal yang nggak penting. 'Udah makanlah, lagi ngapain lah, mimpiin aku lah' sampai ada yang meminta untuk video call. Sebagian kecil anak cewek tidak mempedulikanku, mungkin takut sakit hati karena tidak berhasil menarik perhatianku. Tapi diantara mereka semua ada satu orang yang sama sekali tidak memperdulikanku dan menurutku aneh. Mungkin saja salah satu permohonannya setiap hari adalah ketidakhadiranku di sekolah. Setiap kali kami bertemu, selalu saja bertengkar.
"Ilhammm....!"
Panjang umur dia. Baru saja dibahas. Sekarang dia berdiri beberapa langkah dihadapanku. Dia siswi yang prestasi akademiknya pas-pasan, tingginya hanya sekitar 155 cm, ceroboh, dan berpenampilan super biasa dibandingkan anak cewek lain.
"Ada apa moron?" tanyaku sambil melipat tangan di dada. Aku maju beberapa langkah, dan dia mundur beberapa langkah. Itulah dia, namanya Zea Isabelle. Sok berani padahal takut.
"Awas kau jika berani duduk di bangkuku!" ancamnya dengan mengacungkan jari telunjuk dihadapanku.
" Memangnya kenapa?" tanyaku santai.
"Kau pasti akan menyesal!" jawabnya dengan nada sengak.
"Kau yakin?" tanyaku lagi sembari maju beberapa langkah.
Mungkin geram dengan tingkahku, Zea pergi meninggalkanku dengan wajah penuh amarah. Setiap pagi aku akan duduk dibangkunya, sampai dia marah dan melayangkan makian-makian pedas barulah aku akan beranjak kebangkuku.
Pernah sekali waktu aku tersenyum manis kepadanya. Tanpa sebab. Dia mulai salah tingkah. Dia menoleh kekiri, kanan, dan belakang. Tapi tidak menemukan siapapun disana kecuali dirinya seorang. Wajahnya menjadi merah merona. Dia menjadi kikuk. Dan alhasil, dia membentakku yang menyebabkan perhatian anak-anak yang lain menjadi terpusat kepadanya. Sangat lucu jika diingat-ingat. Setiap hari aku selalu membuatnya kesal, membuatnya marah. Jika aku tidak mengganggunya, maka aku tidak akan memiliki kesempatan untuk menatapnya dan mengobrol dengannya. Kenapa aku harus menatapnya? Ehemm... Karena aku menyukainya. SKIP

* * *


"Hei moron. Toko bukunya hari ini buka, kan?" tanyaku santai sambil duduk diujung mejanya.
" Heh, Ilham bego. Namaku Zea Isabelle." ketusnya
"Aku adalah salah satu siswa paling pintar di sekolah ini. Beraninya kau memanggilku bego. Arti moron saja kau tidak tahu. Aku bingung kenapa kau ditempatkan dikelas unggulan. Mungkin sebagai pelengkap anak-anak jenius. Supaya kelas ini tidak terlalu membosankan." celotehku panjang lebar. Tak disangka, dia menangis karena ucapanku.
"Mike Calvino. Jangan pernah mengangguku. Anggap saja aku tidak ada di kelas ini, bahkan di sekolah ini. Jangan pernah menyapaku. Bahkan ketika kau membutuhkan sesuatu dariku, jangan pernah sekalipun mengajakku bicara. Dengan begitu kau sudah membantuku. Apa kau tahu? Selama hampir 3 tahun di sekolah ini. Hanya satu hal yang kusesalkan, yaitu bertemu denganmu." ucapnya sembari pergi meninggalkanku.
Uuhh..Rasanya aku ingin menjedukkan kepala ke tembok. Aku memang sangat idiot jika berurusan dengan Zea. Jika tidak kesal, maka dia berakhir dengan air mata saat berurusan denganku. Selalu saja begini. Dan ini bukan pertama kalinya dia menangis.
Hari itu adalah hari pertama masuk sekolah. Sambil mencari ruangan kelas aku berjalan menyusuri lorong sekolah. Tiba-tiba seseorang menabrakku dari belakang. Seragamku menjadi kotor karena terjatuh ke lantai.
"Hei kau! Seragamku menjadi kotor!" protesku sambil membersihkan celanaku yang kotor.
"Maafkan aku. Aku tidak sengaja. Aku sedang mencari ruangan kelas." ucapnya takut.
"Santai saja. Hari ini proses belajar mengajar belum dimulai. Dasar ceroboh. Kau sengaja kan menabrakku. Mengesalkan." celotehku.
"Zea Isabelle."
"Ya?" dia menatapku setelah kusebutkan tulisan yang tertera di bed namanya.
Deg...Jantungku berdetak lebih cepat dari normal. Kali kedua kurasakan hal ini. Yang pertama saat aku mencicipi brownies kukus buatan bunda.

ORANGETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang