Sabar dan Shalat (Part 1)

731 13 3
                                    

Zakaria As dan istrinya Elisabeth tidak dikaruniai anak sampai mereka berusia lanjut, akan tetapi mereka tidak pernah mengeluh dan selalu bersabar atas cercaan kaumnya. Sampai pada suatu ketika Zakaria memasuki rumahnya dan mendapati istrinya sedang menangis. Setelah mengucapkan salam Zakaria berkata "Wahai Elisabeth apa gerangan yang membuatmu menangis?''. Dengan sesenggukan Elisabeth menjawab "Tidak apa-apa". "Apa yang mereka katakan padamu?'' ulang Zakaria.

Akhirnya Elisabeth menceritakan kesedihan hatinya. Bertahun-tahun dia bersedih karena tidak mempunyai anak yang bisa membahagiakan dia. Akan tetapi orang-orang tidak pernah berhenti mencelanya mandul dan tidak bisa memberi Zakaria keturunan. Padahal mereka itu tidak lain dan tidak bukan merupakan kerabat Zakaria sendiri. Bahkan mereka mendustakan Zakaria dan menghasud masyarakat untuk tidak beriman kepadanya karena Zakaria dan istrinya mandul. Mereka berasumsi bukanlah seorang nabi jika dia tidak memiliki keturunan. Elisabeth berkata "Ya Zakaria mari kita pergi dari negeri yang kaumnya tidak mau menghormati nabinya, mari kita pergi ke negeri yang kaumnya belum pernah mengenal kita sebelumnya".

Zakaria tidak memenuhi permintaan istrinya. "Aku akan memberi mereka peringatan." Kemudian dia keluar dari rumah dan berbegas menuju Al-Quds. Sesampainya disana dia menemui saudara-saudara sepupunya yang merupakan pendeta di Al-Quds. "Kenapa kalian melakukan ini? Bukankah kalian kerabatku sendiri? Apa salahku kepada kalian?" Zakaria melihat mereka sedang sibuk menghitung kepingan emas untuk dibagi-bagikan kepada pendeta lain, sedangkan kondisi Bani Israel saat itu sedang dalam kesusahan, tetapi para pendeta itu justru tidak pernah memikirkan kaumnya. "Aku kasihan kepada kalian karena semakin menjauh dari Allah. Kalian habiskan waktu terbaik kalian dibangunan suci ini hanya untuk membuat fitnah." Zakaria mengedarkan pandangan di salah satu bagian ruangan Al-Quds itu. Dia melihat banyak benda-benda berharga yang terpajang. Dia mengambil salah satu benda tersebut dan menciumnya "cium ini sepupu-sepupuku, ini adalah bau ruangan setan" kemudian dia meleparkan barang-barang itu ketanah. "Kalian tiada hentinya melakukan kejahatan."

Para pendeta Yahudi kala itu suka melakukan praktik riba. Bahkan mereka mengambil bunga yang besar sehingga rakyat semakin sengsara karena utang mereka tak kunjung lunas meskipun mereka selalu membayarnya.

Zakaria kembali menghampiri mereka. "Dulu kalian juga menyakiti ibu Maryam dengan kalimat yang serupa. Apa dosa kami sehingga kalian selalu menyakiti kami? Apakah hanya karena kami tidak punya anak? Tapi kami tunduk pada kehendak Allah. Jika kalian tidak berhenti memusuhi kami. Akan aku adukan kalian kepada Tuhanku." Zakaria berbalik dan meninggalkan mereka.

Nathan, salah satu sepupunya itu tidak terima dengan perkataan Zakaria. Dia lantas pergi menyusul Zakaria, dan menghentikannya yang sedang berjalan didepan pelataran Al-Quds. "Tunggu Ya Zakaria, kau datang dan bicara sesukamu, apakah kami adalah pengikut setan? Apakah kami telah menyakiti hati Hanna (ibunda Maryam)? Apakah kami bukan kerabatmu lagi? Tampaknya usia tua telah mengganggu akalmu Zakaria." Nathan berkata dengan menyunggingkan senyum sinisnya.

"Bukankah kau yang membawa Maryam masuk ke Kuil?" (Kuil adalah sebutan untuk tempat beribadah, Al-Quds) sehingga memisahkannya dengan ibunya, dan ibunya meninggal karena tak kuasa menanggung perpisahan dengan anaknya? Bukankah Kau yang jadi bahan tertawaan disemua tempat, tapi tetap mengaku sebagai nabi? Jika kau benar Nabi, kenapa kau tidak punya anak agar garis keturunanmu tidak terputus?" Mendengar teriakan Nathan yang cukup keras terhadap Zakaria, keluarlah para pendeta yang lain dan berkerumun menghampiri mereka berdua. "Kau ini sendirian dan hidup sebatang kara" Nathan tetap mencaci Zakaria. "Tubuhmu ringkih dan lemah, bahkan kematian siap menjemputmu. Lihatlah ubanmu, hidupmu tak akan lama lagi." Zakaria ingin menjawab perkataan Nathan tapi mantan muridnya itu justru menyelanya. "Bicaralah, bicaralah sesuka hatimu. Waktumu di dunia ini tinggal sedikit Zakaria."

Mendengar perkataan Nathan yang semakin keterlaluan, salah seorang pendeta yang beriman kepada Zakaria berkata. "apa yang kau katakan Nathan? Tidak malukah kau pada gurumu ini?'' mendengar kalimat itu, bukannya diam Nathan justru semakin memperolok-olok Zakaria dan mentertawakannya.

Berpuluh-puluh tahun berdakwah, hanya sedikit orang yang mau beriman kepada Zakaria. Nathan adalah salah satu murid terbaiknya. Dulu dia menjadi orang yang pertama kali membela Zakaria apabila gurunya dihina oleh orang lain. Dulu dia adalah murid Zakaria yang paling ta'at. Dulu Zakaria menaruh harapan semoga Nathan lah yang melanjutkan dakwahnya setelah Zakaria tiada. Akan tetapi orang yang menjadi pembela pertamanya dulu kini telah berbalik menjadi orang yang paling lantang mendustakan dan mencelanya bahkan dihadapan orang umum.

Setelah puas mentertawakan Zakaria. Satu persatu orang yang berkerumun disana pergi meninggalkannya seorang diri. Zakaria bersandar pada salah satu tiang Al-Quds dan tidak kuat menahan tangisnya. Dia berdoa kepada Tuhannya "Ya Allah, selama ini aku memilih diam dan menahan tajamnya sembilu omongan mereka. Kini aku sudah tidak sanggup menanggung sikap mereka. Kirimkan tandaMu padaku untuk menenangkan hatiku".

Kemudian Zakaria melihat sekelompok burung dara terbang ke atap mihrab yang dibuat olehnya untuk Maryam. Zakaria berjalan dan menghampiri Maryam di dalam mihrabnya. "Salam, Maryam." Setelah maryam menjawab salamnya, Zakaria masuk kedalam mihrab dan mendapati banyak buah-buahan didalamnya. Zakaria merasa bingung dan heran karena buah-buahan itu sedang tidak pada musimnya. "Wahai Maryam, dari manakah kau peroleh makanan ini?" Maryam mengambil setangkai anggur dan menunjukkannya kepada Zakaria. "ini?". Zakaria menganggukkan kepalanya. "Iya, Siapakah yang membawanya untukmu?" Maryam menjawab "Ini dari Allah. Sesungguhnya Dia Maha Memberi kepada siapapun yang Dia kehendaki tanpa perhitungan". (QS. Ali Imran : 37)

Zakaria tertegun mendengar jawaban Maryam. Seakan mendapat tamparan keras atas apa yang belum pernah dilakukanya selama ini. Kemudian Zakaria pergi menyendiri. Dia merenung sembari mengulang-ngulang perkataan Maryam "Yang Maha Pemberi tanpa perhitungan. Yang Maha Pemberi tanpa perhitungan." Setelah memahami perkataan Maryam, Zakaria menangis dan menyesal, dia berkata "Ya Allah sekarang aku baru mengerti. Engkau mengajari aku yang tua renta ini melalui Maryam. Sungguh aku tak tahu diri tidak segera memohon kepadaMu." "Tanpa perhitungan.. Tanpa perhitungan". Dia kembali mengulang kalimat itu.

Dalam penyendiriannya, Zakaria diguyur hujan. Kemudian sambil menangis dan meratapi kesalahannya, dia berkata "Ya Allah aku iri kepada Imran yang telah Kau beri keturunan."

Imran adalah ayah Maryam yang nama keluarganya diabadikan sebagai nama salah satu surat didalam Al-Qur'an yaitu surat ke-3, Ali Imran. Imran dan istrinya Hanna juga mempunyai masalah yang hampir sama dengan Zakaria, yakni belum dikaruniai anak hingga berusia lanjut. Akan tetapi Imran tidak menyerah dan selalu berdoa kepada Tuhannya. Hingga ketika Hanna mengandung dia berdoa kepada Allah dan doa tersebut juga diabadikan didalam Al-Qur'an. (Ingatlah), ketika isteri 'Imran berkata: "Ya Tuhanku, sesungguhnya aku menazarkan kepada Engkau anak yang dalam kandunganku menjadi hamba yang saleh dan berkhidmat (di Baitul Maqdis). Karena itu terimalah (nazar) itu dari padaku. Sesungguhnya Engkaulah Yang Maha Mendengar lagi Maha Mengetahui". (QS Ali Imran : 35)

"Aku menyesal karena tak memohonnya kepadaMu. Ampuni aku Ya Allah. Ampuni aku." Lanjut Zakaria.

Selama ini Zakaria selalu bersabar atas apa yang Allah kehendaki. Dia selalu bersabar meski sampai usia renta dia tidak dikaruniai anak. Dia selalu bersabar meskipun keluarganya selalu di cela oleh kaum dan kerabatnya. Dia selalu bersabar walaupun kenabiannya didustakan karena dia tidak mempunyai keturunan. Tapi dia baru menyadari, ternyata hanya bersabar tidaklah cukup.

"Dan mohonlah pertolongan kepada Allah dengan sabar dan shalat. Dan sesungguhnya (shalat) itu sungguh sangat berat, kecuali bagi orang-orang yang khusyuk yaitu orang-orang yang yakin bahwa mereka akan menemui Tuhannya, dan bahwa mereka akan kembali pada-Nya. (QS. Al-Baqarah : 45-46).


Kisah Inspiratif IslamTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang