Tugas Private Class Write

37 4 16
                                    

"Adik sarapan dulu Nak!"pekik bunda dari arah dapur yang sedang membasuh beberapa piring-mangkuk kotor.

Didi menjawab, "Adik harus buru-buru Bunda. Sudah terlambat!"

Bunda menyahuti, "Tapi, nanti perutmu kosong Nak!"

Didi mendengkus, "Iya, iya deh."

Selang berapa menit basuhan bunda selesai, bunda melangkah ke arah ruang meja makan dan saat bunda menilik tampak tidak ada Didi yang katanya akan sarapan. Bunda hanya menggelengkan kepala, "Hemm ..., ini anak." Bunda tidak heran lagi dengan kebiasaan putranya.

Di sekolah Didi kena hukuman oleh Ibu Guru karena terlambat lebih dari setengah jam pelajaran dimulai. Ibu Guru bertanya pada Didi, "Kenapa kamu selalu saja terlambat?!" Didi kebingungan harus menjawab apa? Otaknya mulai sibuk mencari-cari akal merangkai cerita yang dibuat-buat.

"Emm ..., anu Bu karena jam weker Didi tidak berdering saat pagi tadi dan Bunda pun sudah pergi ke pasar jadi tidak membangunkan-nya," gumam Didi dengan menunduk diri suaranya gemetar. Didi berhasil mengarang cerita untuk menjadi bahan perkataan bohong.

"Kamu terlalu bergantung dengan jam weker, sekarang enak kan? Rasanya menerima hukuman." Bentak Ibu Guru tapi sedikit terkekeh.

Didi meringis getir dan berkata, "Iya Bu. Minta maaf."

Padahal karena tidur lewat malam, asyik bermain terus sehingga pada pagi hari susah bangun rasa kantuknya begitu melanda.

Bunyi lonceng menandakan jam istirahat telah berbunyi. "Baik Anak-anak Ibu akhiri sampai di sini, sampai bertemu lagi di jam pelajaran berikutnya." Ibu Guru meninggalkan ruangan.

Didi menghembuskan nafas lega, "Akhirnya." Batin Didi.

Beberapa anak di antaranya menertawakan Didi,
"Hihi! ..., dapat hukuman lagi deh kasihan." Tutur Nino teman yang duduk di bangku sebelahnya Didi.

"Haha!! Emang enak?!" gumam Bagas mengejek. Tito teman sebangku.

Didi rupanya tidak terima,
"Eh, kalian kok jahat!? ..., tertawakan teman sendiri. Coba kalian berada di posisi Didi, bagaimana pasti malu kan?!" tegur Tito geram.

Didi tidak berkata apa-apa. Malu, memang, dia sendiri kenapa tidak punya sikap kedisiplinan? Didi memutuskan untuk pergi saja ke kantin menghiraukan ejekan teman-temannya kini.

Saat Didi berlalu begitu saja Tito berteriak dari belakang Didi,
"Di, tunggu!" Didi menoleh mengangguk.
"Tito ..., terima kasih ya atas tadi sudah membelaku."

"Kembali kasih, Di kamu sahabatku. Mana ada sih orang yang rela ketika sahabatnya dihina seperti tadi."

Sebenarnya Didi ini anaknya baik, tapi suka berbohong dan kurang rasa bertanggung jawabnya. Alasan kuat memilih berbohong karena menurutnya jika berkata jujur itu seperti membunuh diri sendiri. Jadi hatinya selalu berkata bohong demi kebaikan diri sendiri. Tapi jika Didi mengetahui bahwa kejujuran sesungguhnya lebih mulia, pasti Didi lebih memilih berkata jujur walaupun katanya menyakitkan untuk diri sendiri. Sebab itu orang baik akan menghargai kejujuran walau bagaimana sekalipun.

Perut Didi terasa ke-roncongan, Didi sangat lapar. Malangnya di kantin ini tidak tersedia nasi bungkus. hanya lontong-sayur itupun telah habis dibeli anak yang lainnya juga.

Didi akhirnya memesan semangkuk bakso. Setidaknya membuat perut Didi jadi terisi, selang berapa waktu Didi memesan semangkuk bakso lagi, memuaskan nafsunya,

"Pak Ujang nambah ya. Yang lebih pedas Pak!"

"Siap Den," Pak Ujang segera melayani.

Dua mangkok bakso habis termakan oleh Didi, lonceng berbunyi. Hingar-bingar seluruh anak-anak murid Sekolah Dasar Negeri 01 Tanjung bergemuruh berlari-lari memasuki ruangan kelas masing-masing. Begitu juga dengan Didi.

Saatnya Jam pelajaran dimulai, Ibu guru telah datang menduduki tempat kursinya. Dan seluruh siswa kelas tiga itu terdiam dengan duduk serapi mungkin, tenang mengerjakan soal pelajaran yang di berikan pada Ibu Guru.

Tiba-tiba perut Didi mulas, tidak karuan sekali. Lalu Didi meminta izin pada Ibu Guru, "Maaf, Bu ..., Didi izin sebentar ke belakang."

"Jangan lama-lama!?" tegas Gurunya.

Didi berlari-lari kecil menahan perut yang seperti diremas-remas kini. Sesampai di Toilet sana, ada tiga kamar Toilet penuh semua di dalamnya ada orang. Terpaksa Didi harus menunggu berapa lama.

Tok! ..., tok! ..., tok!

Didi mengetuk pintu toilet, "Sudah belum?! gantian dong!" seru Didi dengan kaki terjingkat-jingkat.

"Sabar kenapa!" balas seseorang dari dalam.

Didi menggedor dari pintu ke pintu jawabannya nyaris sama. Didi berpikir sejenak,
Pasti gara-gara makan bakso pedas tadi terlalu berlebihan pula. Hanya saja aku menaati perintah Bunda, pasti tidak akan merasakan siksaan ini. Bagai tersayat.

Pedih rasa ingin segera mengeluarkan isi yang ada di dalam perut, namun, sampai menunggu dua puluh menit pun salah salah satu pintu tidak ada yang terbuka. Sedih bukan main.

Pintu sebelah ujung terbuka, Didi mengucap syukur, "Alkhamdulillah ya Allah."

Setelah Didi keluar dari kamar Toilet agak terasa sedikit lega. Dan ia berjanji pada diri sendiri bahwa tidak akan berbuat bohong lagi mulai sekarang ini.

"Ya, aku akan berhenti berbohong," ucap Didi dalam hati antusias dengan berlari menuju ruang kelas.

Sekian.

@Ranieliz

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 13, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Berhenti BohongTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang