Bintang Ghanies Alandis

6 0 0
                                    

"Bin"

Suara itu membuat langkah Bintang terhenti dan mengepalkan tangannya menahan emosi. Tanpa Bintang tengok, Bintang sudah tahu siapa yang memanggilnya lewat suara yang dibencinya itu.

"Bintang, papa mau bicara sama kamu. Duduk." Bukan sebuah permintaan, lebih tepatnya suruhan dan tidak dapat diganggu gugat, itu menurut Angkasa dan Mentari. Bukan menurut Bintang.

"Papa mau bicara soal apa?" Tanya Bintang tanpa berniat untuk duduk apalagi menatap papanya.

"Bintang, kalau lagi bicara sama orang tua, tatap mukanya." Bintangpun membalikkan tubuhnya dan melihat papanya yang sedang berdiri diantara sofa dan meja keluarga.

"Bintang, papa bilang duduk." Nada Alam, papanya mulai meninggi menunjukkan amarah.

"Papa, Bintang masih bisa denger ko apa yang papa omongin. Bintang belum tuli, pa."

"Bintang!, PAPA BILANG DUDUK YA DUDUK!." Kali ini kesabaran Alam sudah diluar batas. Ia tak tahu lagi harus berbuat apa agar Bintang mau mendengarkannya sekali aja.

Bintangpun menghampiri Alam dengan rahang yang kuat dan tangan yang dikepal "Sudah puas!. Sekarang Bintang sudah didepan papa, papa mau bicara apa?"

Alam yang mendengar itupun berusaha menahan emosinya yang kapan-kapan waktu bisa meledak, "Bintang, tadi papa sudah menyuruh kamu untuk bersikap yang sopan. Apalagi sama yang lebih tua dari kamu."

Bintangpun mengangkat salah satu alisnya dan sedetik kemudian dia tertawa, "Bintang ga salah dengar kan pa?. Denger ya pa, apa papa pernah sopan sama Bintang?, pernah ga pa?!. Papa tahunya cuman bentak Bintang dan kerjaan papa di kantor."

"BINTANG,"

"Kenapa pa?. Papa tersinggung?, tapi benarkan pa?. Udahlah, Bintang capek mau istirahat." Belum sempat Bintang pergi beberapa langkah, tangannya dicekal dengan kuat dari arah belakang. Bintangpun menoleh dan melihat papanya yang berwajah datar.

"Duduk, papa belum selesai bicara." Seru Alam dingin dan datar, padahal dalam hatinya Alam mencoba menahan emosinya. Akhirnya, Bintang mengalah dan duduk kembali.

Mereka berdua saling diam dan saling menatap tepat ke bola mata, "Papa mau bicara apa, Bintang ga punya banyak waktu,"

Alam hanya mendengus dan mengeluarkan sebuah amplop cokelat dari dalam tas kerjanya "Ini surat dari kepala sekolahmu," Alampun meletakkan amplop itu diatas meja didepan mereka berdua.

"Oh." Sahut Bintang singkat. "Kata kepala sekolahmu, kamu masih suka kelahi, bolos, merokok, dan hal yang negatif lainnya."

"Denger papa Bin. Kamu itu pintar, tapi kenapa harus ditambah dengan perilaku yang mencerminkan kalau kamu bukan anak pintar."

"Semenjak kapan papa peduli sama Bintang?. Bukannya papa hanya tahu soal kerjaan, seperti yang Bintang bilang tadi?." Tanya Bintang.

Alampun tertohok ketika mendengar bagaimama ia dimata anaknya, Bintang "Siapa bilang papa ga peduli sama kamu?. Papa hanya mau kamu jangan buat ulah lagi. Contoh itu Angkasa dan Mentari."

Dia lagi

"Angkasa dan Mentari tu anak yang pintar, sama kek kamu. Tapi dia ga pernah buat ulah"

" Terserah papa mau bilang apa, AKU YA AKU." Bintangpun melangkah dengan langkah yang dihentakkan. Bintangpun masuk ke kamarnya dan langsung merebahkan dirinya diatas ranjang. Bintang menatap langit-langit kamarnya yang digantung puluhan bintang yang akan menyala apabila ruangan itu gelap

Bintang bisa banggain papa, tapi dengan cara Bintang sendiri.

Lama terdiam dengan pikirannya, menyebabkan mata Bintang perlahan terpejam.

----------

Hallo hy....
Bagaimana nie Bintangnya...

Memang si sudah rencana bahwa lebih menonjolkan sosok Bintang dari konflik keluarga dan percintaannya, biar kita tambah tahu bahwa sosok Bintang itu keras kepala, dingin, egois.

Keyazz

Bulan dan BintangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang