Bisa ketemuan?
Senja menghela napas berat sementara ibu jarinya mengambang di atas tombol 'kirim'. Apakah terkesan memaksa? Bagaimana kalau dia menolak? Bagaimana kalau hanya di baca saja?
Ah bodo amat! Senja menekan tombol dan kalimat itu berpindah dari kolom tempat pengetikan ke gelembung pikiran yang ada di layar. Sedetik. Dua detik. Sepuluh detik kemudian, sebuah balasan muncul dalam pesan masuk.
Bisa. Kamu dimana?
Senja tidak bisa menahan senyumnya.
***
"Kamu dimana?"Fajar mencoba agar terdengar biasa saja, tapi ada kekhawatiran di dalam nada suaranya. Ia berharap agar lawan bicaranya tidak bakal menyadarinya.
"Aku masih di sini. Aku tidak tahu harus gimana." jawab yang di telepon sambil berusaha tidak menangis.
"Oke, oke, tunggu aku disitu ya. Aku bakal jemput kamu." Balas Fajar yang masih mencoba tenang. Tapi, Fajar tahu dia mau menangis dan Fajar tidak suka kalau dia menangis.
"Gak lama lagi aku sampai." Kata Fajar lagi sambil menekan pedal gas mobilnya, tidak ingin berlama-lama lagi.
Kemudian panggilan berakhir. Fajar menatap telepon genggamnya dan melihat jam yang sudah menunjukkan pukul 02.00 pagi.
***
Waktu sudah menunjukkan pukul 14.00 siang dan perut Senja mulai berbunyi karena lapar. Dia kembali mengecek pesan masuk, namun pesan yang terakhir adalah lokasi dimana mereka akan bertemu untuk makan siang bersama.
Dia sendiri masih mondar mandir di sebuah toko baju hanya untuk sekedar membuang-buang waktu saja. Lalu tiba-tiba ia merasa sebuah tepukan di pundaknya. Senja berbalik karena kaget. Orang yang dari tadi ditunggu berdiri di hadapannya sambil tersenyum lebar.
"Lama amat. Aku kirain gak jadi." kata Senja sambil menepuk gemas lengan lawan bicaranya.
"Hahaha, sorry. Macet banget di jalanan." Orang itu masih tersenyum mencoba terlihat memelas. Senja mendekap kedua tangannya.
"Ya udah, yuk makan! Aku lapar."
***
"Kamu udah makan?"
Tidak ada jawaban. Fajar menoleh dan melihatnya mengangguk dengan lesu. Baguslah, setidaknya sudah makan, kata Fajar dalam hati. Ia kembali memperhatikan jalanan yang begitu sepi dan melirik orang di sampingnya sedang menangkup kedua telapak tangannya, menahan diri agar berhenti gemetar.
"Ada apa sih sebenarnya?" Tanya Fajar lagi, tidak tahan dengan aura kegelisahan yang menyelimuti mereka.
Tidak ada jawaban lagi dan mobil terus melaju dalam diam. Fajar melihat ke arah jendela pun tidak terlihat apa-apa karena hari masih gelap. Hanya ada pantulan wajahnya di kaca jendela. Ia tidak sendiri disana, karena pantulan orang itu juga ada di belakang Fajar. Ia kembali memperhatikan jalanan.
"Aku aja yang bego." Akhirnya dia bersuara. Memecah keheningan.
"Bego gimana?" Fajar masih tidak mengerti.
"Kalo aja aku ga ketinggalan pesawat."
***
"Akhirnya kamu berangkat juga ya."
Senja menyantap hidangan yang tersaji di depannya sebelum menjawab pernyataan yang ditujukan padanya itu dengan mulut penuh.
"Iya, akhirnya." kata Senja pelan-pelan agar tidak tersedak.
"Senang ya." Ia tersenyum.
Senja menggedikan bahu, "Takut juga sih kalo dipikir-pikir. Sendirian doang disana."
KAMU SEDANG MEMBACA
Antara 360 Hari
Short StoryKisah yang dimulai ketika matahari terbit dan berakhir saat matahari terbenam. Tidak. Kisahnya tidak sependek itu. Karena ada 360 hari yang berlalu di antara fajar dan senja itu. Tidak. Kisahnya tidak sepanjang itu. Hanya antara Fajar dan Senja.