#1

485 59 5
                                    

14 Februari adalah Hari Valentine.


Bagi Taeyong, hanya seperti itulah keterangan yang dimilikinya untuk tanggal 14 Februari. Hari yang diagungkan sebagai Hari Kasih Sayang bagi para muggle. Taeyong mempelajari hal ini dari sebuah majalah yang dibacanya sejak usia 7 tahun. Pengetahuan yang membuatnya paham apa yang mendasari Tuan Regnard memberikan setumpuk cokelat untuk mereka tiap tanggal 14 Februari. Baik cokelat yang dibelinya dari toko muggle, atau yang didapatkannya dari Diagon Alley, atau bahkan sesekali hasil eksperimen di kuali, Tuan Regnard tak pernah absen memberi mereka coklat. Sebagai bocah, tentu saja ia dan penghuni panti yang lain hanya akan menyambut bahagia beragam coklat lezat tersebut. Sama sekali mengabaikan kenyentrikan 'ayah' mereka yang menyadur kebiasaan muggle.

Kembali menyadur kebiasaan muggle, lebih tepatnya. Dengan dalih agar lebih bisa membaur dengan muggle-muggle yang tinggal di sekitar panti asuhan ini berada.

Taeyong tidak lagi repot-repot mempertanyakan, apalagi menentang, satu dari sekian kebiasaan aneh 'ayah'nya itu. Bukankah bahkan, keberadaan panti mereka yang menjulang di tengah pemukiman muggle pun sudah di luar batas kebiasaan warga sihir?

Dengan kata lain, selain bisa makan cokelat dalam jumlah banyak, tanggal 14 Februari tidaklah berarti apa-apa bagi Taeyong.





Setidaknya, sampai bocah itu datang. Tetangga baru mereka yang berasal dari Korea dan mengetuk pintu panti dengan sekotak kue cokelat dan senyum lebar berlesung pipit.

"Halo. Hari ini ulang tahunku dan appa menyuruhku untuk membagi kue ini", adalah sapaan riang yang terucap dari bibir sewarna peach.

Kebetulan saat itu Taeyong yang berada paling dekat dengan pintu, hingga ia menjadi orang yang membukakan lapis kayu tersebut kala suara bel terdengar.

"Woaaaahhh!! Apa kau orang Asia juga? Aku dari Korea. Kau dari mana?"


Dan seruan penuh semangat itu kemudian mengawali pertemanan mereka. Taeyong yang selama ini segan bersosialisasi dengan muggle di sekitar panti, mendapati diri bercerita banyak hal pada bocah gembil bernama Jaehyun itu. Bahkan cerita soal dirinya yang dipungut Tuan Regnard saat pria itu tengah ada di Jepang pun, mengalir dengan lancar dari bibir tipisnya.





"Jadi.... kau tidak tahu siapa orang tuamu?" Jaehyun kecil kala itu bertanya dengan raut sendu yang membuat wajah putihnya menggembung lucu. Teramat menggemaskan hingga Taeyong tidak tahan untuk tidak mencubit pipinya.

"Bagi kami, Tuan Fresnel adalah orang tua terbaik yang bisa kami miliki." Taeyong menyahut dengan seulas senyum lembut. Sebuah kalimat yang barangkali terasa terlalu dewasa untuk seorang anak usia sepuluh tahun.

Tak dinyana, sepasang tangan putih melingkari tubuh kurusnya. "Mulai sekarang, kau adalah keluargaku juga." Kepala berambut kecoklatan mengusak bahu kecil, membuat Taeyong sedikit gelagapan karena tidak memperkirakan pergerakan ini. Kalimat penuh afeksi yang membuat Taeyong tak kuasa menahan senyum sayang.

"Baiklah. Kalau begitu, mulai sekarang kau harus memanggilku Hyung."

"Aish. Tidak mau! Kata appa, kalau tinggal di Roma, maka harus mengikuti hukum Roma. Karena kita sekarang ada di Skotlandia, jadi aturan Skotlan yang harus diikuti. Kita adalah teman sebaya menurut aturan orang sini, jadi aku akan memanggilmu Taeyong saja." Jaehyun menyahut diiringi cengiran.

Taeyong kembali mencubit pipi gembilnya gemas.

"Atau Tyongie. Ah! Aku tahu! Yongyongie terdengar lebih manis!"

"Apa-apaan?? Itu terdengar seperti nama anjing. Tidak mau!"

"Yongyongiee~~"

"Berisik!"

"Yongiee~~"

.

.

.

.

Tentu saja Jaehyun tidak tahu bahwa Panti Asuhan 7th Sense dimiliki oleh seorang penyihir berpangkat Kepala Auror. Tiap kali anak itu berkunjung ke panti, Griselda Regnard, akan mengubah tampilan rumah besar mereka hingga bebas dari segala unsur sihir. Jelas, bocah itu tidak tahu menahu soal kemampuan sihir Taeyong yang masih belum terasah.

Seharusnya sih, Jaehyun tidak pernah tahu.





Seandainya saja anak-anak nakal yang biasa merusuh di Glasgow tidak mem-bully bocah itu gara-gara darah Asianya. Seandainya saja Taeyong tidak sedang bosan di rumah dan memilih untuk berjalan-jalan ke alun-alun kota. Seandainya saja ia tidak mengenali surai kecoklatan dan kulit seputih susu Jaehyun.

Seandainya saja ia bisa berpikir lebih seperti seorang anak muggle yang akan berteriak minta tolong begitu melihat temannya dipukuli, alih-alih menerjang dengan amarah meletup yang otomatis membuka kekuatan sihirnya.

Taeyong bahkan tidak sepenuhnya sadar seberapa besar kekuatan sihir yang terlepas gara-gara emosinya ini. Ia hanya mengenali suara pecahan kaca. Ia hanya mendengar suara kayu dan besi yang berbenturan, menemani teriakan takut anak-anak berandal itu. Yang ada di pikirannya adalah menyelamatkan Jaehyun dan membawanya pergi dari sana secepat mungkin.

Yang nyatanya tanpa sadar membuat tubuhnya bergerak di luar batas kemampuan muggle.

Saat emosinya mereda, yang ia dapati adalah mereka telah tiba di taman sebrang panti dengan Jaehyun yang menatapnya kaku dengan mulut terbuka lebar.



"T-tadi itu.... apa....?"

Setelah terdiam sekian lama, Jaehyun akhirnya bersuara dengan suara serak. Pupilnya masih membulat lebar. Sementara Taeyong mulai pucat pasi, perlahan sadar kesalahan besar apa yang baru saja diperbuatnya.

"Jangan pernah ceritakan pada siapapun soal apa yang terjadi tadi. Jika ada yang bertanya, katakan saja kau tidak tahu apa-apa. Jika anak-anak itu melapor, katakan saja mereka berhalusinasi dan kau tidak kenal mereka!" Taeyong berujar dengan terburu-buru. Keringat gugup mulai mengalir dari pelipis.

"E-eeh?? T-tunggu.... Aku tidak mengerti.. Memangnya kenapa? Tadi itu apa?" Jaehyun yang merasakan pundaknya diguncang kuat menatap bingung.







Dan penasaran.





Melirik pintu panti yang tertutup, sempat terlintas di benak Taeyong untuk mengakui kesalahan pada Griselda dan meminta bantuan penyihir wanita itu untuk menghapus ingatan Jaehyun. Pada dasarnya, jika kementrian sihir mengetahui kejadian ini, sudah pasti Jaehyun dan anak berandal tadi akan mendapat mantra obliviate, sementara dirinya sendiri bisa jadi mendapat hukuman ringan. Walau mungkin, ia bisa dimaafkan karena masih di bawah umur.

Akan tetapi, sebelum Taeyong sempat melangkah menghampiri panti, Jaehyun menatapnya lekat dalam jarak dekat dan bertanya serius. "Apa kau manusia super? Malaikat? Superhero?"

Taeyong menatapnya dengan alis bertaut.

"Aku tidak akan memberitahu siapapun jika memang benar begitu. Aku akan jaga rahasiamu."





Barangkali, kalimat itulah yang membuat Taeyong tetap bertahan di tempatnya berdiri, meragukan keputusannya untuk mengaku pada Griselda, dan akhirnya berujar pelan, "Aku penyihir...."

.

.

.

TBC

A/N: Setelah dipertimbangkan, akhirnya ff ini akan dibuat multichapter saja. Aku akan berusaha menceritakan hal-hal yang masih rumit di ff Remembral dengan lebih gamblang dan sederhana di ff ini. Harapannya kalian yang bukan Harry Potter fans pun bisa menikmati ff ini ^^

Daan tentu saja tidak lupaa..... SELAMAT ULANG TAHUN JUNG JAEHYUN BUCINNYA TAEYONG!!!! Semoga sehar dan bahagia selalu. Semoga selalu fated dengan Taeyongie-hyung tersayangnya.

SELAMAT HARI VALENTINE JAEYONG-SHIPPER SEKALIAAAAN!!!!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 14, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

AMORTENTIA - LOVE POTIONTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang