Akhir Penantian

59 5 8
                                    

Satu hal, cinta itu perlu diperjuangkan meskipun takdir mentakdirkan bersama ataupun tidak, setidaknya telah memperjuangkan dan bertahan dalam suatu kisah. Ini bukan tentang jarak dan waktu tapi tentang aku dan kamu yang tak pernah lekang oleh kenangan.

Aku tahu luka ini begitu menyakitkan tapi aku sudah sangat terbiasa akan hal itu. Tak asing lagi dan sama sekali tak aneh. Hanya saja disaat kutermenung sendiri, aku berfikir, "Akankah aku terus seperti ini? Membiarkan hatiku sering terluka tanpa berfikir bagaimana dengan kebahagiaan yang seharusnya aku dapatkan?". Aku tak mengerti bukan karena aku tak paham namun waktu selalu mengubah haluan setiap jalan cerita yang ku tempuh.

Dermaga tak lagi sama, hanya kesunyian yang menemaniku di sudut malam ini. Bintang pun tak jua kembali, bahkan riakan ombak begitu tenang. Apakah ini akhir? Kurasa tidak! Tapi mengapa hanya angin yang membawa rinduku? Akankah rindu ini tersampaikan? Aku tak mengerti atau memang hanya intuisiku yang tak sejalan? Entahlah! Aku hanya terdiam memandangi langit yang hampa itu. Tiba-tiba terdengar gemuruh, kurasa hujan akan turun. Dan benar, hujan turun begitu derasnya hingga pakaian yang ku kenakan basah kuyup. Alam memang bersahabat. Hujan ini mampu menutupi hujan dipipiku.

Aku tak ingin melangkah pergi meski hujan membasahiku bersama udara dingin yang begitu menusuk. Ya! Malam yang begitu dingin. Aku tak peduli. Aku hanya ingin masih disini menunggu bintang. Seketika lentera yang menemaniku padam karena tiupan angin dan rintikan hujan. Semuanya menjadi gelap. Aku takut! Sangat takut! Aku mulai melangkah pergi namun badanku begitu menggigil bahkan mati rasa dan tak karuan. Hanya dingin yang mampu aku rasakan. Tak ada yang lain.

Terdengar suara langkah kaki mendekat, aku tak dapat melihat jelas siapa yang melangkah ke arahku. Semakin dekat suara itu semakin terlihat seseorang yang ternyata aku kenal. Dia Kenzo, sahabatku.

"Reina, kamu kenapa?"
"Aku gak apa-apa kok, Ken."
"Tapi wajah kamu pucat banget. Kamu kedinginan ya? Ayo, aku anterin kamu pulang."

Aku hanya mengangguk. Aku tak mampu berkata apapun lagi karena yang terasa hanyalah luka dan kekecewaan dari seseorang yang selalu kunantikan kehadirannya. Bertahun-tahun aku mempertahankannya, berjuang untuknya tapi ujung-ujungnya dia malah menyakiti perasaanku seolah mempermainkan hatiku. Aku tak pernah menyesal dengan apa yang pernah aku perjuangkan tapi hati ini begitu lelah. Lebih baik aku berhenti dan memilih untuk pergi daripada aku tetap bertahan disini tapi dia menyianyiakanku itu jauh lebih sakit. Terlebih pula, sudah terlalu lama tak ku dapati lagi kabar darinya.

Haikal. Seseorang yang telah membuatku jatuh cinta pertama kalinya dan ia pula yang membuatku terluka. Sepertinya, rasa ini memang masih ada tapi aku sudah tak bisa lagi dengannya. Aku telah terlanjur kecewa dan kekecewaanku telah menghapus kepercayaanku terhadapnya. Cukup sampai disini untuk menepati janjiku kepadanya. Biarlah dermaga ini menjadi saksi bisu perjalanan kisahku bersamanya. Biarlah dermaga ini kan menjadi kenangan dan hanya sebatas kenangan.

Ku lihat bintang dilangit sana, dan ku torehkan senyum kearahnya. Teringat kembali semua kisahku bersama Haikal. Ya! Aku hanya tersenyum. Tersenyum untuk menutupi hati yang tengah rapuh dan terluka. Rasanya menyakitkan. Aku tak ingin menantikan bintang lagi karena jika aku melihat bintang hanya akan mengingatkanku padanya.

Badanku menggigil kedinginan ketika aku sampai di rumah.
"Ken, makasih ya udah anterin aku."
"Iya, sama-sama. Istirahat ya! Minum obat juga! Jangan lupa!"

Kenzo memang sahabat yang baik. Dia selalu peduli padaku dan selalu berusaha ada kapanpun aku membutuhkannya. Dia paling bisa mengerti situasi dan kondisi yang tengah aku alami. Bahkan ketika aku down pun dia selalu berusaha membuatku kembali bangkit dan berusaha mengembalikan keceriaanku.

Hari ini, aku memang telah kehilangan Haikal tapi aku tidak kehilangan sahabatku. Biarlah Haikal pergi meninggalkanku, mungkin dia memang bukan yang terbaik untukku dari-Nya. Aku harap dia bahagia dengan pilihannya disana, dan begitupun aku. Akan ku buktikan bahwa aku bisa bahagia tanpanya. Sederetan kisah yang pernah ku alami bersamanya hanya menyisakan kenangan yang telah usang dirundum luka dan rentetan rindu yang berkecamuk tak tentu arah. Tak ada yang lebih baik melainkan menghadapinya dengan senyuman karena setidaknya dengan satu senyuman akan membuat hati lebih lapang.

Senja Tak Lagi SamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang