Biasanya pagi akan menyenangkan untuk Shin Hoseok, tapi tidak hari itu. Ia terbangun dengan rasa sakit yang mencengkeram kepalanya. Dalam hati ia merutuki dirinya sendiri, yang semalam menenggak minuman keras secara berlebihan. Ah, minuman keras, salahkan teman seatapnya untuk itu. Gadis periang yang tiba-tiba muncul di studionya dan mengajaknya minum. Ia tak bisa menolaknya, karena ia tahu gadis itu tak tahan dengan alkohol dan akan meminta pulang setelah satu atau dua sloki. Tapi semalam ia bertindak di luar dugaan, lebih dari empat shot tequila dan Hoseok lupa untuk menghitungnya.
Ia bersusah payah menarik tubuhnya dari posisi berbaring dan mencoba bersandar pada headboard di belakangnya. "Minhyukkie," panggilnya dengan suara serak. Ia memicingkan matanya ke arah pintu, menunggu derap langkah kaki terburu-buru khas teman se-apartemennya. "Minhyukkie?" Apa gadis itu masih tertidur? Terakhir yang ia ingat, ia membaringkan Minhyuk yang mabuk berat ke tempat tidurnya. Lelaki bersurai merah itu memijat pelipisnya pelan dan tiba-tiba menyadari kalau ia tidak mengenakan apapun di balik selimutnya.
Nafasnya tiba-tiba tercekat, mengingat tak ada orang lain di sesi minum-minum mereka semalam. Apa ia bertemu seseorang? Ah, itu tidak mungkin, hanya Minhyuk yang dibawanya pulang. Belum selesai keheranannya, sesuatu, atau lebih tepatnya seseorang menggeliat dari balik selimut di sebelahnya.
Ia mengamati sosok dengan rambut ber-highlight biru itu berbalik dan menyibak selimutnya. Tunggu, highlight biru?
"Minhyuk," bisiknya.
"Pagi, Seok-ah." Ia mengerjapkan matanya kemudian menutupnya lagi, seakan hendak kembali tertidur sebelum menggelengkan kepalanya keras. "Hoseok?" Matanya yang masih beradaptasi dengan cahaya dan rasa pening di kepalanya menyipit kala ia mencerna situasinya sekarang.
Hoseok menelan ludahnya sendiri, skenario terburuk sudah ada di kepalanya. Dan kemungkinan bahwa skenarionya adalah kenyataan lebih dari tujuh puluh lima persen.
"Kumohon, pakai bajumu. Aku tahu tubuhmu bagus dan kau bangga akan itu, tapi kumohon. Ini masih terlalu pagi." Racau Minhyuk sambil menutup wajahnya.
"Minhyuk-ah," panggil Hoseok pelan. Nampaknya gadis itu masih belum menyadari seperti apa situasinya sekarang.
"Hmm?" Jawabnya masih sambil menutup mata.
"Apa kau sudah sepenuhnya terbangun?" Minhyuk terkadang seperti itu, bicara dan membuka matanya namun sebenarnya masih tertidur. Pernah sekali, Hoseok menemukannya tertidur dengan posisi kepala bersandar pada kitchen set.
"Sepertinya belum, karena sepertinya aku berada di kamarmu, dan sekalipun aku suka mengusikmu, aku tak akan seranjang denganmu." Cerocosnya cepat.
Ini semakin menyulitkan Hoseok, "kau memang di kamarku." Hal itu membuat Minhyuk membuka matanya, dan dari raut wajahnya, lelaki itu tahu kalau isi kepalanya mulai bekerja dengan normal.
Ia langsung bangun, seakan bantal Hoseok itu berbisa namun tak sedetik setelahnya terdengar teriakan, "kyaaaaa!" Ia menggenggam ujung selimut dan menutup tubuh bagian atasnya yang polos tanpa busana. Rahangnya bergetar, terlalu banyak pertanyaan di kepalanya dan ia tak tahu harus mulai darimana. Refleks, ia berdiri dan membungkus tubuhnya dengan selimut, yang otomatis membuat seluruh tubuh Hoseok terbuka. "Ini hanya mimpi." Minhyuk mengulangi kata-kata itu seperti mantra dan terus memandang ke arah pintu, arah manapun, kecuali Hoseok.
Hoseok dengan cepat menyambar celana pendeknya yang entah bagaimana berada di sisi tempat tidur, setidaknya untuk menutupi area pribadinya. "Minhyuk-ah," panggilnya pelan. Selama mengenal Minhyuk, lelaki itu tahu kalau ia tak akan melakukan hubungan badan sebelum menikah. Minhyuk akan datang padanya dan Hyungwon – teman seatap mereka yang dulu- setiap kali ia diputuskan karena tak mengiyakan ajakan untuk menyerahkan keperawanannya. Ia semakin khawatir ketika ia melihat airmata yang mengalir di pipi mulus Minhyuk. "Min," tak sempat ia menyelesaikan kata itu, Minhyuk sudah keluar dan membanting pintu kamar Hoseok, keras.
Ia meremas rambutnya, sebelumnya ia tak pernah hilang kendali seperti itu. Minhyuk memang menggoda, tapi tidak seperti itu. Ia duduk kembali dan mencoba menenangkan detak jantungnya. "Bisa saja kami hanya berciuman, tidak lebih." Ia berkata pada udara kosong di depannya, meyakinkan kalau ia tak merusak sesuatu yang berharga untuk Minhyuk. Ia meyakinkan dirinya sendiri kalau mereka tak sampai melakukan hal tabu itu. Tapi keyakinan yang tak kuat itu terpatahkan tak lama kemudian, saat ia menemukan bercak di tempat tidurnya. Ia menatap warna gelap yang membentuk motif di seprai biru langitnya.
"Oh shit," bisiknya, ia menuju ke kotak sampah di sudut kamarnya, untuk memastikan hal lain yang ditakutinya. Kosong, tak ada jejak dari hal yang dilakukannya semalam dan bebannya seakan bertambah berkali-kali lipat. "Kau bodoh, Shin Hoseok." Rutuknya pada diri sendiri.
.
.
.
Ia tak peduli lagi dengan selimut yang diseretnya. Minhyuk meninggalkannya di depan kamar mandi dan langsung duduk meringkuk di bawah shower. Ia tak tahu lagi apa ia harus marah pada Hoseok, karena itu bukan sepenuhnya salah lelaki itu. Air matanya yang sudah tumpah sedari tadi, semakin deras saat ia merasakan perih di bagian tubuh bawahnya. Ya, emosinya mengebaskan indranya untuk sesaat dan sekarang ia baru merasakan sakitnya.
"Sok suci!"
Tak jarang mantan kekasihnya mengatainya seperti itu karena ia menolak ajakan mereka. Minhyuk mulai berpikir ini karma, karena ia bahkan melakukan hal itu dengan sahabatnya, yang sepengetahuan Minhyuk, belum bisa melupakan mantan kekasihnya.
Ia membiarkan air yang mengucur langsung mengenai wajahnya, ia ingin terbangun sepenuhnya, karena ia masih memiliki harapan kalau ini hanya mimpi.
--- T B C ---
Hai, Hello, Anyeong. :v
Jadi ceritanya, pengen FF Wonhyuk yang family gitu dan dengan segala keanehannya lahirlah FF ini.
Thanks for Reading.
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected
FanfictionKarena terkadang, hal terduga-lah yang akan membuat kalian bersama. "Ia masih mencintainya, aku tak ada apa-apanya dibanding masa lalunya." Disclaimer: I own nothing. Rated M for language.