Hoseok menatap Minhyuk yang sedang sibuk di dapur dari pintu kamarnya. Ia tak sempat mengamatinya tadi, tapi dari turtleneck dan celana selutut yang dikenakannya, Hoseok tahu sejauh mana tindakannya semalam.
Mereka harus bicara baik-baik, dan Hoseok berniat untuk melakukan itu secepatnya. Ia tak suka didiamkan, apalagi oleh sahabatnya sendiri. Pelan ia berjalan menuju perempuan yang sudah hampir lima tahun seatap dengannya itu.
"Kau masak apa?" Tanyanya tiba-tiba, membuat Minhyuk tersentak dan hampir saja menjatuhkan mangkuk yang dipegangnya. Untungnya jarak antara mangkuk dan meja yang sangat dekat hanya mengakibatkan kuah makanan tertumpah. "Oops, maaf." Ia langsung meraih lap di dekatnya dan membersihkan meja.
"Sup ayam, kata Ki itu bisa membantu mengurangi hangover." Balas Minhyuk pelan, sambil menunduk. Ia masih tak berani bertatap mata dengan Hoseok. "Mmm, kau duduk saja." Tukasnya pelan, ia masih menunduk, mencoba berjalan melewati lelaki itu.
"Kau mau kemana?" Hoseok tak bergeming dari tempatnya, ia justru membungkukkan tubuhnya agar bisa melihat wajah Minhyuk.
"Mengambil kopi," jawab Minhyuk singkat. Mendengar itu, Hoseok langsung memberinya jalan dan duduk dengan patuh. Minhyuk segera menuangkan kopi yang baru jadi itu ke dalam dua cangkir.
Ini aneh dan dia ingin semuanya kembali normal, tapi dia terlalu malu untuk menatap Hoseok saat ini. Biasanya saat makan, mereka akan membahas berbagai macam hal, mulai dari musik Hoseok, hal menarik yang mereka lihat hari itu, apapun. Tapi kali ini semuanya berubah canggung.
Minhyuk mengambil tempat duduk di depan Hoseok setelah menyajikan kopi untuk mereka.
"Terima kasih," kata Hoseok pelan, ia bahkan tersenyum meski Minhyuk tak mau melihatnya.
Untuk sejenak, semua yang terdengar hanya dentingan peralatan makan yang beradu satu sama lain.
"Aku selesai, supnya enak sekali." Puji Hoseok yang hanya dibalas anggukan lemah Minhyuk. "Minhyuk, aku tahu atmosfirnya terasa berat, tapi bisakah kita bicara baik-baik?"
Minhyuk akhirnya mengangkat wajahnya, namun dengan cepat meneguk air minumnya lalu menunduk lagi, "bicara saja, aku mendengarkanmu." Ia menyisihkan piringnya.
Hoseok menarik nafas dalam-dalam, ini akan sulit. Minhyuk bisa benar-benar keras kepala kalau dia mau. "Dengar, aku tahu kau menyalahkan dirimu sendiri saat ini." Mulainya pelan, ia mencoba meraih tangan Minhyuk tapi perempuan itu dengan cepat menaruhnya ke pangkuannya.
"Minhyuk, jangan seperti ini. Kita tidak bisa mengubah yang sudah terjadi, Min. Maafkan aku, seharusnya aku mengawasimu semalam. Tapi aku malah ikut minum dan, dan aku baru mengingat kalau," suaranya tercekat. Mata Hoseok sendiri berkaca-kaca, "semalam aku yang mulai menciummu." Ia melihat bahu kurus Minhyuk bergetar dan tangannya bergerak menghapus air matanya. "Maafkan aku," ia salah mengenali kamarnya sebagai kamar Minhyuk, dan ditambah, wajah sendu Minhyuk yang amat sangat mengundang semalam.
"Jangan minta maaf. Kita sama-sama salah disini," mulai Minhyuk. Kata-kata yang akan keluar terhenti karena rasa berat yang seperti memenuhi rongga dadanya.
"Aku tak bermaksud memanfaatkan keadaanmu semalam, Minhyuk-ah."
"Aku tahu, karena kalau kau seperti itu, kau sudah melakukannya dari dulu. Aku masih terlalu bingung dan isi kepalaku seakan bertabrakan satu dengan yang lainnya, Hoseok." Minhyuk bicara cepat, kekalutannya jelas sekali. Nafasnya tersengal karena emosinya yang meluap.
Hoseok menggigit bibir bawahnya, menimbang-nimbang hal yang akan dikatakannya. Satu langkah yang salah, mungkin Minhyuk akan meninggalkannya di apartemen ini. "Min, aku bersedia mendengarkan semua ketakutanmu. Dan, dan jika kemungkinan terburuk dari semalam terjadi, aku berjanji tak akan lari." Minhyuk pasti paham maksud Hoseok.
"Kau tak perlu merasa bertanggung jawab, Seok." Minhyuk akhirnya mengangkat wajahnya, ia tersenyum kecil meski masih ada isak tangis yang tertinggal. "Kalau pun itu terjadi, mungkin itu akibat dari kesalahanku. Seperti yang kubilang 'kan? Kita sama-sama salah disini."
"Aku bukan merasa bertanggung jawab, Min." Hoseok menatapnya lurus, "itu karena aku mau mendampingimu."
Shock, kaget, kata-kata Hoseok menghilangkan kemampuan Minhyuk untuk berkata-kata. Tapi Minhyuk segera pulih dari keterkejutannya. Ia menggeleng pelan, "don't say that when you don't mean it. Kau tak serius 'kan? Kau hanya mencoba mengurangi ketakutanku 'kan?" Karena sampai kapan pun, di dalam hati Hoseok hanya ada perempuan itu.
Giliran Hoseok yang kehilangan kata-kata. Yes, probably he doesn't really mean it but he cares for her too. "Dan seperti yang kau bilang, kita sama-sama salah disini. Jadi, biarkan aku juga menerima akibat dari kesalahanku." Ia menggunakan kata-kata Minhyuk agar perempuan itu tak lagi membantah.
"Jika 'itu' terjadi. Jika tidak terjadi, seperti yang kuharapkan, kau tak perlu bersusah payah." Minhyuk memberikan penekanan lebih dikata 'itu' untuk memperjelas maksud kalimatnya. "Aku tak mau mengikatmu, Seok."
"Ya, jika 'itu' terjadi." Kali ini Hoseok setuju dengan Minhyuk. "Dan asal kau tahu saja, aku tak akan pernah merasa terikat oleh pilihanku sendiri, Min."
Minhyuk hanya memutar matanya, lelah. Tak ada lagi yang bisa dibicarakan. Ini menguras pikiran dan perasaannya.
'Kau akan berkata lain jika 'dia' ada disini.' Batin Minhyuk, namun ia tak menyuarakannya dan memilih membersihkan meja. "Aku akan mencuci ini nanti, tiba-tiba aku ingin tidur." Ujarnya setelah memindahkan piring kotor mereka, yang diangguki oleh Hoseok.
"Istirahatlah yang cukup," pesan Hoseok sebelum Minhyuk menutup pintu kamarnya, namun tak mendapatkan reaksi apapun.
--- T B C ---
Updated and I hope this story isn't confusing...
Terima Kasih sudah membaca.. xoxo
KAMU SEDANG MEMBACA
Unexpected
FanfictionKarena terkadang, hal terduga-lah yang akan membuat kalian bersama. "Ia masih mencintainya, aku tak ada apa-apanya dibanding masa lalunya." Disclaimer: I own nothing. Rated M for language.