Zulfa

101 45 55
                                    

Guratan senja

Seorang gadis berambut lurus sebahu sedang duduk di sebuah bangku yang terletak di taman kota. Dia bernama Zulfa Afgiraina. Gadis itu duduk sambil menopangkan dagu di tangannya yang bertumpu pada pahanya sendiri.

Ini tahun ke-9 ia duduk lama di waktu yang sama, seperti tahun-tahun sebelumnya. Masih terngiang kata-kata ibunya 9 tahun lalu

"Ibu berjanji tahun depan ibu akan menemuimu disini, Zulfa nggak perlu takut ibu cuma pergi sebentar, ibu akan jemput Zulfa dan kita berdua akan sama-sama lagi." kata-kata ibunya itulah yang sekarang terngiang dibenaknya.

Ia rindu ibunya, ia ingin memeluk ibunya, ia rindu kehangatan itu. Tapi sampai detik ini ia sama sekali belum berjumpa dengan ibunya lagi. Dan disinilah dia sekarang, di tempat di mana ibunya mengucapkan janjinya itu. Ibunya memang sudah bercerai dengan ayahnya sekitar 10 tahun yang lalu, tepat saat usianya menginjak 11 tahun, alasan terbesar mereka bercerai adalah sudah tidak ada lagi kecocokan di antara mereka.

Pagi telah berganti malam, tepatnya 15 jam sudah ia menunggu, seperti tahun sebelumnya. Ibunya tidak pernah datang.

Tanpa terasa air mata menyeruak turun membasahi pipi chubby nya, bibirnya bergetar menahan cairan mata yang selalu turun.

Perlahan gerimis yang turun kian deras, tempat ia berdiri sekarang hanya menyisakan dirinya. Namun kakinya masih enggan untuk  meninggalkan tempatnya berdiri sekarang.

"Zulfa!" Teriak Nara, sahabat Zulfa dari kejauhan.

"Nara?" Zulfa sungguh terkejut dengan kehadiran Nara yang tiba-tiba.

Zulfa berlari menghampiri Nara dan memeluknya, tubuhnya ambruk dalam pelukan sahabatnya itu.

"Waeyo?" Ujar Nara pelan. Namun, sama sekali tidak ada kata yang keluar dari bibir mungil Zulfa.

"Uljima, masih banyak kesempatan lagi untukmu. Mari kita pulang, kau bisa tidur di rumahku malam ini" ucap Nara sambil menenangkan Zulfa yang kian lemas tak berdaya. Zulfa setuju, tidak ada tempat lain yang bisa iya kunjungi disaat seperti ini. Hanya rumah Nara yang siap menampung nya.

Malam ini Zulfa menginap di rumah Nara. Karena ayahnya pasti belum di rumah dan dalam kondisinya saat ini takut ada hal buruk menimpa. Suasana malam berselimut semilir angin mengiringi langkah kedua sahabat tersebut, sekarang sudah pukul 11 malam. Namun, kedai-kedai di pinggir jalan masih ramai oleh pengunjung.

Dua gadis itu berjalan menuju halte bus di sekitar taman itu. Tak lama menunggu, sebuah bus berhenti di hadapan mereka.

Selama perjalanan keduanya sama-sama membisu. Nara paham betul akan keadaan sahabatnya yang sedang membutuhan waktu untuk sendiri.

***

Pagi ini Zulfa merasa seluruh tubuhnya terasa pegal, ia bangkit dari tempat tidurnya. Ditengoknya, Nara sudah bangkit dari tempatnya semalam tidur.

Ia menuruni satu demi satu anak tangga dan melihat Nara sedang berbaur dengan peralatan dapur.

"Pagi, apa tidurmu nyenyak semalam?" Tanya Nara yang menyadari Zulfa sedang mengamatinya.

"Eum.." jawab Zulfa seadanya. Ia berjalan kearah meja makan lalu menyeruput segelas cokelat panas di hadapannya. Pikirannya masih kalut, ia sangat mengkhawatirkan keadaan sang ibu yang tak pernah memberi kabar.

"Kau masih memikirkan ibumu?" Meletakan semangkuk bubur di hadapan Zulfa

"Entah, aku sangat merindukannya"

"Aku tahu perasaanmu Zulfa, kajja lebih baik kamu sarapan! Sudah aku buatkan bubur untukmu," Nara begitu sedih jika melihat keadaan Zulfa seperti ini, dia hidup tapi seperti mati, dia sangat merindukan ibunya yang sekarang entah dimana keberadaannya.

"na gomawo," ucapnya sambil tersenyum, walaupun itu senyum terpaksa.

Setelah sarapan, Nara mengajak Zulfa mengelilingi salah satu pusat perbelanjaan di kota Seoul Ibukota Korea Selatan ini, dengan earphone  di telinganya sesekali ia ikut menyanyikan lagu IU yang berjudul Rain Drop.

Namun langkahnya terhenti ketika ia melihat ayahnya berjalan dengan seorang wanita setengah baya, sedang bercanda di sebuah kafe yang terletak tidak jauh dari tempatnya kini. Air matanya kembali turun dari sudut matanya.

Ayah selalu saja begini, berganti-ganti pasangan sejak perpisahan dengan ibunya.

Zulfa jarang bertemu sàat dirumah. Ayahnya lebih sering menginap di luar daripada di rumahnya sendiri, salah satu penyebab Zulfa kekurangan kasih sayang.

Zulfa berjalan menjauh dari tempat itu, ia tidak mau menyaksikan kalakuan busuk ayahnya yang membuat hatinya semakin sesak. Ia berlari menerobos kerumunan orang dengan tujuan tak jelas, tetapi tiba tiba kepalanya serasa berputar, seluruh pandangannya kabur, sekujur tubuhnya tergulai lemas, dan braakkk.... Tanpa sengaja ia menabrak seseorang.

"mianhae ahjumna, mian" ucapnya meminta maaf sambil membungkukkan badannya, sedikit demi sedikit kini pandangannya mulai kembali.

"negwenchana," DEG! ia mendongakkan kepala untuk melihat wajah siapa yang ditabraknya. Suaranya tidak asing.

Zulfa!" Masih sama, suaranya terdengar lembut penuh kasih sayang. Wanita setengah baya itu kelihatan cukup kaget.

"I-ibu?" Bibirnya bergetar, tangannya lemas memeluk orang yang selama ini ia nanti.

Sekian terimakasih

Maaf atas salah-salah kata,

tolonglah tinggalkan voment😊

Mawar PutihTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang