perpustakaan

19 0 0
                                    

"Mbak, namanya eli ya?"
Pria dengan badan gempal itu menghampiri alifa.
"Maaf mas, saya bukan eli."
Jawab alisa sembari meringis kuda.
"Maaf mbak, saya pikir mbaknya eli teman saya, yang kemarin duuduk di sebelah sana, ternyata bukan ya mbak."
Lelaki itu berkata ramah sembari menunjuk kursi dua baris di depan alifa.
Alifa hanya tersenyum. Kali ini senyum alifa lebih manis, bukan senyum kuda kaya pertama kali di tanyain.
Satu detik.
Dua detik.
Tiga detik.
Dan beberapa detik kemudian.
Pria itu tak kunjung meninggalkan alifa, dia terus berada di belakang  alifa.
Sadar jika tengah di perhatikan, membuat jantung alifa seperti akan keluar dari rongga dadanya.
Rasa was-was dan takut mulai mengglayut di benak alifa. Dengan keberanian yang ia himpun, alifa menoleh ke arah pria yang menyapanya barusan.
Benar saja, pria itu tengah memperhatikan alifa, rasanya jantung alifa mau copot saat tau pria itu ternyata sedari tadi memperhatikanya.
Alifa tersenyum, senyum yang di buat buat, dalam senyum itu nampak sekali wajah bingung dan ketakutan alifa.
Belum sempat alifa beranjak. Pria itu trrsenyum. Menanyakan banyak hal.
Lebih mirip menyeringai dalam bayangan alifa, bukan trtsenyum.
Alifa tak tau apa yang harus ia lakukan, ia hanya duduk, sesekali menjawab pertanyaan pria itu dengan ragu.
Sampai ahirnya matavalifa menangkap seorang gadis di seberang. Mengisyaratkan alifa untuk segera beranjak dari sana.
Apa mau dibuat, alifa tertahan, tak bisa kemana-mana. Gadis di sebrang menggelwngkan kepalanya berkali kali, menatap alifa tajam, seolah mengatakan, jangan katakan apapun, diam saja mbak, abaikan dia.
Alifa menurut, mengikuti kode gadis di seberang.
Sampai ahirnya lelaki itu pergi dengan kata maafnya, mengatakan jika ia salah orang.
Alifa terduduk lemas, ia takut. Kemudian alifa menata kembali hatinya, mengatur nafas agarvlevih teratur. Dan meyakinkan bahwa semuanya akan baik baik saja. Tak ada apapun yang terjadi. Dia hanya lelaki yang salah orang. Begitu gumam alisa sembari mengatur kembali nafasnya.
Gadis di sebrang itu beranjak, mendekati alifa. Dia memandangi alifa dengan tatapan khawatir.
"Mbak, yang mas-mas tadi itu juga begitu ke saya. Pas saya selse solat di musola, dia menghampiri dan seperti yang dia katakan ke mbak, dia bilang saya ini mirip temanya. Terus diabpergi gitu aja sambil bilang salah orang. Udah mbak, kadang cuek itu perlu, takut ada apa apa nanti kalo di ladenin."
Beber gadis itu panjang lebar.
Alifa tersenyum mendengar penjelasan si gadis. Kemudian alifa mengulurkan tanganya,
"assalamu'alaikum, trimakasih mbak udah mengingatkan. Saya alifa."
"Laela" jawab gadis itu menyambut uluran tangan alifa. Bibirnyaembentuk sebuah lekukan indah,
Senyum yang manis. Batin alifa.
Laela duduk  depan alifa. Ia fokus dengan layar laptop yang ada di depanya.
Alifa melirik jam tangan yang melingkar erat di tangan kiringa. Pukul 15.07.
Dia mendengus. Menarik nafas dalam dalam, mengumpulkan berliter liter oksigen untuk memenuhi seriap rongga paru-parunya yang kini terasa sesak.
Ia memandang ke luar.engamati setiap pengunjung perpustakaan yang basah.
Ia basah, hari ini hujan. Dan pria hujan yang di nanti alifah untuk pertemuan yang tak di sengaja tak kunjung datang.
Alifa memutuskan pulang. Dia tak datang hari ini, batin alifa.
Dia beranjak, di tanganya tergenggap erat sebuah buku , " cara mengunjungi surga".

setoples cinta untuk alifaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang