Sakitnya Kehilangan

15 7 2
                                    

Reva adalah gadis periang. Umurnya baru 8 thn dan masih duduk di bangku SD. Ia punya teman dekat bernama Amar, mereka dekat sejak TK sampai sekarang. Berangkat sekolah bareng, pulang bareng, bolos bersama dan hampir semua dilakukan bareng-bareng, walaupun mereka sering bertengkar tapi cepet juga reda marahannya.

Suatu hari, Reva menangisi temannya yang pindah sekolah, Amar berusaha membujuk Reva, semua dilakukan Amar bahkan Amar berani janji membelikan es krim asalkan Reva berhenti menangis tapi Reva tak kunjung berhenti menangis. Akhirnya Reva berhenti sendiri setelah hampir seharian menangis. Dengan suara terisak ia mulai bicara kepada Amar yang ada si sampingnya.

"Amar.." Reva yang terisak.

"Ya?"

"Amar janji ya sama Reva. Jangan ninggalin Reva kaya si Mei. Dia pindah ke Cina dan gatau bakal balik kapan. Amar janji ya tetep sama Reva terus, bareng-bareng terus jangan musuh-musuhan. Pokonya kita sahabat, sahabat sejati.."

Semenjak kejadian itu, Reva dan Amar memutuskan menjadi sahabat sejati, saling berjanji dalam diri masing-masing. Mereka mulai mengurangi bertengkarnya, melakukan semuanya sama-sama.

Saat mereka SMA tumbuhlah rasa cinta diantara mereka tapi mereka pandai menyembunyikan perasaan masing-masing, tidak ada yang berani mengungkapkannya. Alasannya satu, tidak ingin kehilangan. Teman sekelas Reva ada yang pacaran lalu putus dan berubah menjadi musuh, Reva tidak mau hal yang sama terjadi pada dirinya dan Amar. Jadinya Reva hanya memendam perasaannya begitupun dengan Amar.

Mereka memendamnya sampai masing-masing dapat pekerjaan setelah lulus kuliah. Akhirnya Amar memutuskan untuk mengungkapkan perasaannya pada Reva. Suatu malam Reva menunggu Amar di sebuah restauran, mereka janjian dari kemarin malam. Satu jam Reva menunggu, ia mulai risih dengan pelayan yang sudah ke lima kalinya menanyakan pesanannya. Hampir dua setengah jam menunggu, ponsel Reva bunyi, menandakan ada panggilan masuk, ia segera mengangkatnya setelah melihat Amar lah yang menelponnya.

"Apa anda mengenal tuan Amar?" Suara perempuan yang menyapa Reva di telepon.

"Ya, saya temannya" Reva menjawab pelan. Pikiran negatif mulai menyerangnya.

Dan benar saja kabar buruk itu datang tanpa siapapun menginginkan kedatangannya. Reva segera lari meninggalkan restauran itu dan mencari taksi lalu menuju lokasi tempat Amar berada.

"Tuan Amar kecelakaan dan kondisinya kritis" itu yang dikatakan perempuan yang menelponnya menggunakan ponsel Amar tadi, demi mendengar itu, Reva mendesak si penelpon memberi tahu alamat rumah sakitnya dan segera berangkat. Selama perjalanan Reva tak kuasa menahan tangis, ia terus terisak, mulutnya tidak berhenti berdoa berharap tidak ada lagi berita buruk.

Tapi Tuhan berkata lain, seketika awan menurunkan hujan, ikut menangis. Reva semakin terisak, tangisannya tak kunjung reda. Saat tiba di rumah sakit satu setengah jam yang lalu, ia diberi tahu kalau Amar sedang dioperasi dan baru lima belas menit yang lalu dokter mengatakan nyawa Amar tidak dapat di tolong meskipun mereka sudah berusaha.

Ibu Amar yang baru datang bersama anggota keluarga Amar yang lain langsung memeluk Reva, ikut bersedih bahkan menangis. Ibu Amar tau tentang perasaan anaknya, bahkan ia tau tujuan anaknya keluar malam ini, jadi ia merasa iba sekali pada Reva. Semua yang melihat Reva menangis entah kenapa akan menundukkan kepala, ikut bersedih. Gadis itu benar-benar merasa kehilangan.

Saat pemakaman Amar, Ibu Amar memberikan sesuatu kepada Reva, sebuah amplop yang masih di lem rapat-rapat. Ibu Amar bilang amplop itu tadinya akan diberikan oleh Amar di restauran tempat mereka janjian kemarin.

Tiba di rumah, Reva langsung menuju kamarnya untuk membuka amplop itu. Ada sebuah surat didalamnya. Ia membacanya.

"Untuk Reva

Aku menulis surat ini untuk memperjelas semuanya
Aku suka kamu
Aku tau aku salah karena suka sama kamu
Kita bahkan berjanji tidak akan pernah saling suka
Tapi aku minta maaf karena telah melanggarnya
Aku suka kamu dari SMA
Aku mau kita sama-sama sampai kapan pun
Termasuk sama-sama mengurus rumah
Sama-sama mengurus anak
Aku mau kita membangun masa depan bersama-sama
Apapun keputusan kamu, tolong jangan benci aku setelah ini

-Amar"

Reva menangis, ia memeluk surat itu erat. Ia benar-benar baru tau perasaan Amar yang menyukainya sejak SMA. Selain surat itu, ada sebuah cincin yang terukir namanya "Reva maura"

Astaga malang sekali nasibnya, kehilangan teman sejati sekaligus orang yang sangat dicintai.

-Tamat

Pesan moral : siap tidak siap, mau tidak mau tapi kita harus bisa menerima takdir tuhan yang serba misterius. Terus berdoa dan percaya bahwa takdir kita adalah yang terbaik untuk kita.
.
.
.
Story by : Saraca02

Terima kasih banyak teruntuk yang telah membaca cerita ini. Kalau suka dan menginginkan cerita pendek lainnya silahkan tinggalkan jejak. Beri kami bintang dan kritik/saran di kolom komentar ^^

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 24, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

ShortStoryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang