Perbincangan ibu dengan putrinya

0 0 0
                                    

"Apa yang kau fikirkan nak...?"

Tangan ibunya menepuk bahu Mutia dengan pelan. Ibunya tahu anaknya seolah sedang bercermin, tapi tatapan matanya kosong.

"Ibu... aku memang tidak bisa menyembunyikan sesuatu apa pun darimu bu..." Mutia langsung mencurahkan semuanya.

"Sabar... semua akan tiba pada waktunya." ibunya menjawab dengan ringan tak lupa memberikan senyuman kepastian.

"Tapi Bu... Kadang aku merasa sedih setiap kali ibu menimang Zahra, anak kak Maya. Kini usia ibu semakin senja saat ibu mencoba bangun dan mengajak Zahra jalan-jalan terlihat kesulitan. Bagaimana dengan anakku nanti??? Aku juga ingin suatu hari anakku mendapatkan belaian kasih sayang neneknya. Tapi aku sadar, jangankan punya anak, menikah saja belum, bahkan aku tidak tahu kapan aku akan menikah." Mutia mengakhiri ceritanya dengan menundukkan kepala.

"Kamu doakan ibu ya... agar ibu diberi umur panjang, ibu juga akan selalu mendoakanmu agar segera menemukan jodohnya. Mut... sebenarnya semua itu tidak perlu kamu resahkan pasrahkanlah semuanya pada Allah SWT, jika kau memikirkan sisi lainnya, masih banyak wanita di luar sana yang sama denganmu, atau bahkan lebih menyedihkan darimu."

"Apa maksudnya bu...?"

"Maksudnya adalah mungkin saja usianya sudah 40 tahun, tapi belum juga mendapatkan jodohnya. Atau mungkin baru beberapa bulan menikah sudah ditinggalkan suaminya. Ada juga yang sudah lama menikah namun belum dikaruniai anak. Pernikahan itu tidak semudah dan seindah yang dilihat. Semuanya perlu persiapan matang. Apa kamu mengerti nak..?"

"Ya bu... Maafkan aku, aku tidak berfikir dari sisi lainnya. Yang selama ini aku fikirkan adalah kapan aku bisa menikah dan hidup bahagia seperti mereka."

"Sekarang apa keputusanmu nak? Apakah kamu masih ingin merenungi nasibmu? atau bangkit untuk mengerjakan sesuatu yang lebih bermanfaat?"

"Aku akan melupakan semuanya bu... Terima kasih sudah menyadarkan aku." Mutia tersenyum menatap ibunya.

"Baiklah... Ibu pergi dulu..."

Curahan Hati Seorang UkhtiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang