Hari Perenungan

78 1 1
                                    

Senja Kota Bulukumba. Kamis, 5 Juni 2014

Hari ini sepertinya sudah lama menantiku untuk menemuinya. Menanti aku yang berada pada titik keputusasaan. Ia telah lama menantiku untuk bisa berlari lagi bersamanya. Mengejar kebahagiaan, melewati waktu dan menghabiskan kisah dengannya. Ia pasti juga akan marah karena terlalu lama menungguku untuk menemuinya.

Sore ini dihiruk pikuk kendaraan kota yang malang melintang di atas jalan beraspal akhirnya aku bertemu dengannya. Saat bertemu dengannya otak dan hatiku pun mulai berontak. Mereka tak lagi bisa hanya terdiam melihat yang kulakukan selama ini.

Suara mereka pecah. Hanya beberapa pertanyaan ini yang masih kuingat "Berapa lama kamu akan membiarkan dirimu larut dalam gelap yang kau buat sendiri? sudah berapa lama kamu  mengkotakkan impian yang harusnya kau terbangkan ke udara?". Aku tersentak. Mereka membidikku dengan pertanyaan yang tak mampu ku jawab dengan logika. Lalu kubiarkan diriku larut dalam renungan, kulihat mereka menatapku dengan tatapan yang menukik. Aku masih berusaha mencari-cari jawaban, menyatukan semua serpihan pengalaman untuk kupakai menangkal bidikan yang terlanjur bersarang tepat didenyut nafasku. Aku terengah-engah berlari kesana kemari mencari jawaban. Alih-alih menemukan jawaban justru langkahku makin tertatih. Nafasku tak sanggup lagi berlari mengejar jawaban. Ditengah suara nafas yang makin tak beraturan terdengar suara yang berbisik ditelingaku. Hati kecil ini memintaku untuk merenung bukan berlari kesana kemari sehingga lututmu berdarah tapi renungkanlah. Renungkan bagaimana sikapmu melewati yang terjadi selama ini. Perenungan akhirnya membawaku pada satu kesadaran bahwa yang seharusnya kulakukan adalah membuka mata lalu melihat apa yang seharusnya kulihat bukan menutup mata pada hal yang mungkin takkan pernah aku lihat.

Kekecewaan memang membuatku tersungkur meratap namun ingkarnya diriku bila nikmat besar Dari-Nya tak kuakui. Satu hal yang harus aku pahami saat ini bahwa karena langit gelaplah sehingga bintang bisa nampak begitu bercahaya di singgasananya, bahwa awan hitamlah yang mengantarkan hujan padamu sehingga kamu bisa berburu pelangi.

(selesai 12.05)

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 08, 2014 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hari PerenunganTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang