PROLOG

21 5 2
                                    


Seorang gadis yang sedang duduk dikursi penumpang bus Kota itu menatap keluar jendela sambil meneteskan air matanya.

Gadis dengan penampilan lusuh khas remaja yang baru saja pulang dari sekolah itu sedikit terisak ketika mengingat apa yang tiga puluh menit lalu dikatakan oleh Ibunya melalui telepon.

Bukan pertanyaan 'ingin makan apa setelah sampai dirumah?' atau berupa 'beliau sedang diluar dan jangan lupa mengangkat jemuran'

Tapi pernyataan bahwa 'Ayah kamu masuk penjara untuk kedua kalinya'

Gadis itu langsung terkulai lemas saat ia baru saja keluar dari kelasnya. 
Dengan hati yang berkecamuk antara kesal dan sedih, ia langsung pergi menuju kantor kepolisian untuk menyusul Ibunya disana yang pasti amat sangat hancur.

Bukan Ayahnya yang ia perdulikan lagi, tapi perasaan Ibunya saat ini.

Memori semasa hidupnya bersama sang Ayah dan Ibu terputar kembali. Dimana seumur hidup gadis itu, ia tidak pernah merasakan rasa kasih sayang dari seorang Ayah.

Ayahnya yang sejak empat tahun lalu tidak memberi nafkah kepada keluarga dikarenakan baru saja keluar dari penjara, seringkali merampas uang milik Ibunya yang saat ini membuka warung.

Pria paruh baya itu tidak memiliki hati. Setelah empat tahun lalu Ibu mengurus dan mendampinginya saat berada didalam penjara, hatinya tetap saja tidak tergerak untuk menjadi lebih baik. Bahkan saat ini ia malah mengulanginya.

Benci, gadis yang bernama Ardina Fanya itu sangat membenci Ayahnya, namun tetap saja pria itu adalah seseorang yang tidak boleh ia benci 'Kata Ibu' .

Bayangkan saja, saat itu ia masih duduk dikelas dua SD, dan ayahnya dipenjara dalam kasus penyalahgunaan narkoba selama empat tahun. Dan saat ia duduk dibangku SMA kelas satu, Ayahnya harus masuk kembali pada jeruji besi lagi.

Tidak ada orang yang mau memiliki Ayah seperti dia. 

Bangun dari lamunan, ia sadar bahwa saat ini ia sudah sampai pada halte terdekat kantor kepolisian, turun dari Bus, ia berjalan beberapa blok untuk sampai kesana.

Gadis yang akrab dipanggil Dina itu melihat Ibunya sedang duduk sendiri dengan tatapan kosong dikursi kantin kantor kepolisian.  Dina berjalan kearahnya dan memberi salam.

Sang Ibu yang bernama Yaya itu terkejut atas kedatangan Putrinya ia langsung memberikan seulas senyum, dengan makna kepedihan, Dina mengerti itu.

"Kamu makan dulu, Din. " Ujar Yaya, menyadari bahwa putrinya baru saja pulang sekolah.

Dina kembali memberi senyum, "Iya, Ibu udah makan?" tanya Dina.

"Sudah"

BOHONG! dina tau Ibunya berbohong.

"Bu, Pepes Ikannya kayaknya enak tuh Bu. Kita makan bareng ya?"

Ibunya menggeleng, "Ibu masih kenyang, Din. ayo kamu makan. Sebentar lagi jam istirahat selesai kita bisa lanjut mengurus masalah Ayah"

Mata Dina telah berkaca kaca saat itu, melihat wajah sendu nan lelah sang ibu membuatnya kembali menambah rasa bencinya pada ayah..

Ia berbalik menyembunyikan tangisnya, sambil berjalan untuk memesan makanan.

Karena wajahnya yang menunduk itu ia tidak sengaja menabrak seorang Pria yang langsung terjatuh dan terpentok ujung etalase pada warung dan menyebabkan dahi sang pria cukup memar dan berdarah.

Tidak Dina sangka, ternyata pria itu tengah dikawal oleh beberapa orang berpakaian hitam, yang langsung memberi Dina tatapan membunuh. Sepertinya ia orang penting. Lalu, bagaimana kalau sampai laki laki tadi gegar otak karenanya? Dina sangat cemas.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jun 20, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Reflection My FatherTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang