Mulanya,
cinta ini memang tetesan hujan di tanah kering nan retak.
Entah bagaimana, -nya mengalir terus menuju parit, tepat di samping kamarmu.
Lantas melaju lagi bersama desiran gelinjang arus sungai tempat kau menangis, sore itu.
Aku tak rela.
Kemudian-ku-berjingkat bersua laut.
Kau, merendam tubuhmu di situ,
di tempat aku menatapmu.
Basah kuyup.
"Aku tak mengenalmu, Orang asing!", serumu kala itu.
Aku tertawa, "Kucumbuimu, jutaan kali, Sayang."
***
Samarinda, 20 Februari 2018
Hanasuri Kenda