Kau sering menggandeng dan menggenggam erat tanganku tiap kali kita menyusuri jalan bersama, tapi aku tahu bagimu mungkin itu bukanlah hal yang istimewa.
bukan karena kau tidak mengingat moment itu *atau mungkin memang benar* tetapi karena sejak 2 tahun lalu, awal kita mulai menjalin hubungan aku sudah merasakan hal itu. tangan kita mungkin saling bergenggaman erat, tapi entah kemana hati dan jiwamu saat itu.
Aku merasa seperti orang bodoh, bergandengan tangan dengan patung tanpa jiwa.
Aku mungkin bisa merajuk, marah atau bahkan bertingkah konyol di hadapanmu agar bisa menarik jiwamu untuk kembali ketubuhnya. Tetapi aku tidak bisa. Kamu tau kenapa? aku berpikir sejenak, untuk apa aku melakukan hal itu semua. Bukankah sejak awal, saat aku berniat menyatakan perasaanku padamu aku sudah berkomitmen. Bila kau menerima pernyataan cintaku, aku akan mencintaimu dengan segala kekuranmu.
My beloved Stefan Adams i love you even all of your dearth, tetapi tidak bisakah kau melihatku sekali saja dan menyadari kebedaraanku di sisimu? apakah yang dikatakan orang lain itu benar? bahwa hatimu sudah sangat beku untuk menerima kehadiran cinta? hmm.. bisa saja apa yang mereka katakan itu memang benar, lalu setiap malam aku selalu bertanya-tanya dengan rasa gelisah.
stefan, have I ever been in your heart, even it's once?
Aku ingin sekali tahu jawabannya langsung dari bibirmu, tapi di sisi lain aku juga takut untuk mengetahui jawabannya. Bagaimana kalau kau menjawab tidak? Apa aku siap menyerah untuk memperjuangkan hatimu dan membiarkanmu pergi menjauh? aku rasa jawabannya tidak. Aku masih ingin ada disisimu, melihatmu tersenyum dari dekat walau itu *mungkin* bukan senyuman yang khusus kamu berikan untukku, dan aku masih ingin merasakan detak jantung ini yang berdegup tidak normal saat kau menggandeng dan menggenggam tanganku erat.
''Yuki, kenapa kau memandangku seperti itu? ada yang salah?'' tanya stefan, menyadarkanku dari lamunan.
'' Hah, tidak,'' jawabku seadanya sambil tersenyum kaku.
''Lalu kenapa kau tidak menyentuh makananmu sama sekali, apa kau sedang sakit?'' Ia bertanya, sambil menyentuh keningku dengan punggung tangannya. Ada nada khawatir yang kurasakan dari intonasi suaranya. Aku merasa senang.
''Benar dugaanku, sepertinya kau demam. Keningmu hangat'' Lanjutnya sambil kembali duduk ke posisi semula, tepat dihadapanku.
''Benarkah? bahkan aku tidak sadar'' Jawabku jujur, aku memang tidak sadar bila terkena demam. Kepalaku memang terasa sedikt pusing tadi pagi, tapi rasa sakit itu hilang begitu saja saat perjalanan ke kampus.
''Sebaiknya kau pulang untuk beristirahat, Yuki. Biar nanti absenmu aku titipkan pada Lisa''
''Tidak usah, aku tidak apa-apa kok. Ini hanya demam biasa, lagipula aku ada ujian hari ini, jadi aku tidak mungkin bolos kuliah.'' kataku memberi alasan.
''Begitu? baiklah, aku tidak bisa memaksamu kalau begitu'' Stefan terlihat memperhatikan jam tangannya. ''Tapi Yuki, sepertinya aku harus pergi sekarang juga, aku harus menemui Chika dan geo untuk mendiskusikan tentang tugas kelompok yang diberikan Mr. Alex tempo hari. Kau tidak apa-apa kan bila aku tinggal sendirian disini?'' Aku mengangguk lemah. Kemudian Stefan pergi meninggalkanku sendiri di kantin.
Ada rasa tidak rela rasanya membiakan ia pergi, apalagi untuk menemui Chika. semua orang di kampus tau kalau Chika menyukai Stefan dan ia juga saingan terberatku dulu untuk mendapatkan hatinya. Chika si cantik dan seorang model bersaing denganku cewek yang sebenarnya biasa saja, dan kurang menarik. Mmm sebenarnya aku tidak terlalu menyedihkan, setidaknya ada sesuatu yang juga menarik pada diriku, Aku memiliki bola mata kecoklatan serta bulu mata yang lentik sebagai pelengkapnya. Dan yaa.. setidaknya aku juga lumayan berotak dan tidak pernah mendapatkan IPK di bawah angka 3.5. Bukan bermaksud sombong, ya karena memang hanya itu yang bisa ku banggakan. Stefan pacarku juga sebenarnya termasuk kedalam hitungan cowok yang cukup populer di kampus. Dia pria kaya dan tampan. Dengan predikat pria kaya dan tampan itu yang membuatnya banyak diburu wanita. Namun meski banyak didekati banyak wanita, sifatnya terbilang dingin terhadap wanita-wanita itu. Denganku yang pacarnya pun dia melakukan hal yang sama. Tapi aku masih merasa heran, kenapa dia bisa menerimaku? Stef, seandainya aku bisa membaca apa yang ada dipikiranmu!