Cekleng
Suara bel yang tergantung di pintu itu membuat seseorang dengan celemek dan wajah yang penuh dengan tepung itu menoleh.
"Selamat datang!"
Senyum orang itu luntur saat melihat siapa yang baru saja membuka pintu.
"Kak Dam ternyata," kata Aura kecewa "Kirain tamu kita."
Damian menghampiri adiknya dan menatapnya dengan tatapan bersalah, "Maaf ya ternyata aku yang datang."
"Tak apa! Ah, hari ini Kak Damian nggak nginep di kantor polisi lagi?"
Damian menggeleng, "Nggak, aku capek. Mau tidur disini saja."
"Untung aja kamar Kak Damian selalu aku bersihin setiap hari. Kalo nggak, mungkin udah mirip kayak gudang. Kak Damian jarang pulang sih."
Damian tertawa geli kemudian mengelus puncak kepala adiknya, "Terima kasih ya. Oh iya, kamu lagi buat apa?"
Dengan bangga, Aura menunjukkan satu loyang kue yang sudah matang. "Aku coba-coba buat brownies kak! Tapi masih panas. Kalo kakak mau, kakak istirahat aja dulu. Nanti kalo sudah dingin aku anterin ke kamar kakak."
"Oke deh, kakak ke kamar dulu. Tapi kamu gak usah anterin ke kamar kakak ya. Biar nanti kakak yang turun, sekalian kakak mau kita makan bersama."
***
Damian membuka pintu kamarnya perlahan. Terlihat ruangan bersih dan sedikit mencekam, kamarnya. Semua barang-barangnya masih di tempat dan tak berubah dari posisinya semenjak dia meninggalkan rumah 3 tahun yang lalu. Damian lalu menghempaskan tubuhnya diatas kasur lateks yang amat sangat dirindukannya.
"Ah, nyamannya tidur diatas kasur." Gumamnya. Maklum, semenjak memutuskan untuk tinggal di kantor polisi tempatnya bekerja dia hanya bisa berpuas diri untuk tidur diatas matras keras. Semua itu demi mengumpulkan bukti keberadaan geng bandit terkenal bernama Aphrodite. Pikirannya kembali ke momen saat dia memergoki mereka sesaat sebelum kabur. Sialnya, Damian yang saat itu sudah berhadapan dengan salah satu anggota Aphrodite hanya bisa membatu di tempatnya.
Damian ingat betul kedua mata yang menatapnya sinis itu. Mata yang begitu cantik, misterius, dan.... kelam. Damian tak lupa bagaimana bibir itu tersenyum jahat padanya, yang membuatnya terpesona setengah mati pada dia sehingga Damian hanya bisa diam tanpa berbuat apa-apa. Dan hal itulah yang kini dia sesali.
'Seharusnya aku tak melihat matanya,'
'Seharusnya aku tak diam saja waktu itu,'
'Seharusnya aku langsung menembaknya,'
'Dan seharusnya aku tak jatuh cinta padanya.'Damian menggeleng-gelengkan kepalanya. Mencoba mengusir bayang-bayang itu dari pikirannya. Bagaimanapun, jatuh cinta dengan musuh itu salah. Sangat salah. Dengan sekali gerakan, dia segera berdiri dan mengganti pakaiannya. Bersiap untuk makan bersama keluarganya.
***
"Jadi karena Damian sudah pulang, ibu menyiapkan makanan malam spesial untuk kita!" Seru ibu yang disambut oleh teriakan Aura dan ayah.
"Sudah sudah, ayo kita makan!" Kata ayah "Damian ayo makan yang banyak, kamu jadi kurus begitu sejak tinggal di kantor polisi."
"Ucapan ayah ambigu! Kak Damian jadi kedengeran kayak penjahat yang dipenjara daripada polisi lembur." Seloroh Aura. Membuat ayah, ibu bahkan Damian tertawa. Diam diam, Damian berterima kasih pada atasannya yang menyuruhnya untuk pulang.
Cekleng
Suara bel pintu itu terdengar lagi. Menandakan ada seseorang yang baru saja masuk ke dalam rumah. Aura segera meletakan sendoknya dan bersiap menyapa calon tamu mereka di ruang tamu yang cukup jauh dari ruang makan. Melihatnya, Damian langsung menahan lengan Aura dan menyuruh adiknya itu kembali duduk.
KAMU SEDANG MEMBACA
GTS #2 : The Police and The Robber
ChickLitㅡGentleman The Series #2ㅡ Damian, seorang polisi sekaligus pemilik penginapan harus berhadapan dengan kenyataan bahwa buronan yang dicarinya selama 3 tahun kini menjadi salah satu tamu di rumahnya. Katarina, ketua geng APHRODITE terjebak dalam suasa...