Blinding Sunrise

857 72 22
                                    

A NaruSasu Fanfiction
Disclaimer : Masashi Kishimoto.
-BLINDING SUNRISE (Chapter 01)-
.
.
.
.
.
Pagi yang cerah kini menyapa kota Konoha. Ini sudah musim semi. Konoha, Sebuah kota metropolitan dengan segala kemajuannya. Kota yang super sibuk yang hampir tak pernah tidur. Gedung-gedung pencakar langit, jalan raya, kantor-kantor ada disetiap sudut, diskotik, bar, restoran, mall dan masih banyak lagi hal yg ikut memodernkan kota yang dulu nya sempat hancur dan luluh lantah karena sebuah bencana alam yg dahsyat. Yakini, gempa bumi.
Berbagai macam apartemen juga ada di kota ini. Mulai dari yg murah dan biasa sampai yg mahal dan sangat mewah, segalanya ada disini.
.
"Hari ini aku akan pulang malam."
"Malam?"
"Ya."
.
.
Terlihat dua orang tengah berbicara disebuah apartamen mewah di lantai 9. Yang pirang berperawakan kekar itu namanya Uzumaki Naruto, pegawai swasta dengan gaji yg besar. Satu orang lainnya berperawakan orang Jepang asĺi dengan kulit yg sangat putih bernama Uchiha Sasuke, pemuda berumur 20 tahun. Setahun lebih muda dari Naruto. Mereka sudah hampir setahun hidup bersama.
"Tidak mau." Sasuke nampak tengah menarik ujung jas hitam Naruto. Tentu saja itu membuat Naruto yg tengah bercermin berpaling untuk menatap Sasuke yg tengah duduk memelas dilantai apartemennya. Selalu seperti ini, saat Naruto sedang merapikan diri untuk bekerja, Sasuke selalu duduk bersimpuh dilantai sambil memperhatikannya.
"Aku tidak peduli akan apa mau mu. Terserah kau mau atau tidak. Aku tak peduli."
Dengan mudahnya Naruto mengabaikan Sasuke yg masih menarik-narik ujung jasnya. Menatap Naruto dengan tatapan yg sedih saat keinginannya tidak digubris sama sekali oleh pemuda kuning ini. Sasuke tidak suka jika harus terlalu lama jauh dengan Naruto.
Sasuke itu sedikit berbeda, dia mengalami sedikit gangguan di kejiwaannya. Menjadikannya mengalami keterbelakangan mental, hingga wajar saja jika tingkahnya jadi tidak sesuai dengan usianya.
"Kenapa?"
.
.
.
Naruto menyeringai saat mendengar Sasuke bertanya seperti itu padanya. Suaranya memang terdengar datar, namun ekspresi wajahnya selalu tak sinkron dengan nada bicaranya. Sasuke tidak gila, dia hanya 'berbeda'.
"Kenapa katamu?"
Naruto berjongkok, menyamakan diri dengan posisi Sasuke sambil memberi Sasuke seringai rubahnya dan menatap intens mata hitam itu.
"Karena aku tak pernah menginginkanmu."
Sambung Naruto untuk kalimat sebelumnya. Sungguh kalimat yg kejam. Tapi sayangnya Sasuke tidak memahaminya. Tentu saja Sasuke tak mengerti. Dia hanya paham beberapa kata, dan ekspresi wajah.
Bagi Sasuke, jika saat Naruto menatapnya itu artinya Naruto suka padanya. Tak peduli akan arti tatapan Naruto yg sesungguhnya. Yg Sasuke tau, Naruto menyukainya. Sesungguhnya Sasuke bukan tak peduli, hanya saja Sasuke tidak akan bisa mengerti dengan kondisinya yg saat ini.
"Diam disini. Jangan melakukan hal bodoh saat aku tak ada dirumah."
Naruto lalu meraih tas kerjanya. Menentengnya sembari memakai jam tangan di tangan kanannya. Dia sudah rapi, dan siap untuk bekerja lagi hari ini.
Meninggalkan Sasuke sendiri di dalam apartemen seperti biasanya. Tentu saja dengan menguncinya dari luar, agar Sasuke tidak kemana-mana. Bukan karena Naruto itu protektif pada Sasuke. Bukan. Naruto tidak ingin Sasuke mengacau diluar sana, padahal selama ini, Sasuke tak pernah mengacau.
Selain itu, Naruto juga tak ingin dunia tahu jika orang yg sempurna sepertinya harus tinggal dengan orang yg bisa dikatakan idiot. Itu memalukan. Untung saja hanya beberapa temannya saja yg tau akan hal ini. Sedikit aman bagi Naruto.
"Hati-hati." Ucap Sasuke saat dia melihat Naruto akan berangkat kerja. Dia mengucapkannya dengan senyuman. Senyuman yg sejujurnya begitu cantik bagi Naruto. Ya, sejujurnya.
Hanya saja.. ah sudahlah.
.
.
.
CEKLEK
Sasuke melihat pintu didepanya sudah tertutup dan terkunci. Dia tau itu, setiap hari selalu seperti ini. Sendirian diapartemen menunggu Naruto pulang kerja atau pulang dari berbagai kegiatannya diluar sana.
Selama tidak ada Naruto, Sasuke melakukan sedikit kegiatan yg menurutnya menarik. Salah satunya, membersihkan apartemen ini. Entah kenapa Sasuke sangat suka sekali bersih-bersih. Seperti ada rasa yg menggelitik dihatinya saat melihat tempat tinggalnya ini bersih dan rapi.
"Naruto.."
.
.
.
.
Sementara itu..
Naruto sedang berada dikantornya. Mengerjakan beberapa tugas nya dengan komputer didepannya. Dia karyawan yg paling disegani. Selain karena sikapnya yg supel dan mudah akrab, dia juga ramah. Maka tak heran meski baru setahun bekerja, Naruto sudah memiliki beberapa teman akrab. Salah satunya, Shikamaru.
"Yo, Shika! Bisa bantu aku?"
"Apa?"
"Ini."
Shikamaru melirik berkas yg kini tengah disodorkan Naruto padanya. Map merah yg cukup tebal. Shikamaru yakin itu pasti hal yg merepotkan. Jika bukan karena Naruto teman semejanya sekaligus rekannya baiknya, Shikamaru tak akan sudi melakukan pekerjaan Naruto itu.
"Letakkan disini." Jawab Shikamaru sambil menunjuk tempat disampingnya.
"Yosh! Terima kasih! Kau yg terhebat dattebayo!" Seru Naruto sambil menepuk-nepuk pundak Shikamaru.
"Mendokusai." Gerutu Shikamaru dan Naruto hanya terkekeh geli. Bersyukur saat ini boss mereka sedang ke luar negeri jadi mereka bisa sedikit leluasa dalam bekerja.
"Hei, jadi bagaimana kabar Sasuke?"
.
.
Tawa Naruto seketika hilang saat Shikamaru bertanya tentang Sasuke. Raut wajah yg tadinya ceria seketika berubah menjadi keras dan benci. Suasana yg tadi hangat dan kondusif kini berubah menjadi sedikit mencekam antara Shikamaru dan Naruto.
"Dia baik." Jawab Naruto singkat. Benar-benar mood swing yg menakjubkan. Ataukah memang Naruto yg berkepribadian ganda? Entahlah.
"Mau sampai kapan kau memperlakukannya seperti itu?" Tanya Shikamaru lg tanpa beralih dari monitornya. Membiarkan Naruto bersender dimejanya sambil menyilangkan kedua tangannya.
"Entahlah." Desah Naruto berat.
"Ku harap kau segera sadar. Sasuke menjadi seperti itu saat ini bukanlah keinginannya." Shikamaru mulai menasehati Naruto. Dia tau, seperti apa sikap Naruto pada Sasuke. Entah apa yg ada dipikiran Naruto saat ini, yg jelas Shikamaru merasa sangat kasihan pada Sasuke jika Naruto terus-terusan menekannya seperti itu.
"Aku tau, kau hanya belum bisa menerimanya."
"Diam Shika!"
.
.
.
Satu bentakan keras Naruto cukup membuat semua orang yg berada diruangan itu menoleh pada sumber suara. Mereka berbisik satu sama lain tentang apa yg sudah terjadi diantara Naruto dan shikamaru sampai-sampai Naruto berteriak sekeras itu.
Dan nampaklah Naruto yg sedang menuding Shikamaru dengan tulunjuknya.
Shikamaru yg menyadari itu segera berdiri dari kursinya dan menurunkan tulunjuk Naruto.
"Pelankan suaramu." Pinta Shikamaru yg merasa tidak enak dengan rekan kerja lainnya.
"Kau jangan asal bicara! Sampai kapanpun aku tak akan pernah menerimanya! Brengsek!"
Shikamaru sedikit tersentak saat dia melihat Naruto begitu emosional sampai seperti ini. Dia bahkan tak menyangka bahwa sedikit hal tentang Sasuke mampu membuat Naruto jadi semarah itu. Sepertinya Sasuke menjadi topik pembicaraan yg sangat sensitif bagi Naruto.
"Mendokusai.." gumam Shikamaru sambil menggaruk belakang kepalanya.
"Maafkan kami." Lanjutnya sambil membungkuk memohon maaf pada yg lain karena telah membuat kebisingan yg menganggu.
'Dasar Naruto.' Batinnya saat dia sadar kalau Naruto sudah meninggalkan ruangan.
.
.
.
.
Ditempat lain, tepat di tiolet pria..
Sebuah batang rokok dengan asap yg mengepul terlihat jelas tengah terselip dibibir Naruto. Berada di bilik toilet kantor sendirian sambil merokok adalah hal yg dapat mendinginkan otaknya yg sempat panas.
'Menerimanya? Keh, aku tidak akan sudi.' Batin Naruto marah saat kalimat Shikamaru kembali terngiang di kepalanya. Satu hembusan diiringi decak frustasi menjadi teman Naruto saat ini.
"Brengsek.." Naruto menengadahkan kepalanya. Bibirnya memainkan rokok itu dengan lihainya.
"Jika bukan karena keinginan mendiang kedua orang tua ku, aku tidak akan mau membawa Sasuke hidup bersamaku."
Naruto berujar sendiri sembari menutup matanya. Bisa-bisanya dia jadi seperti ini hanya karena satuorang saja. Yaitu Sasuke. Sejujurnya keinginannya bukan seperti ini.
.
.
.
Saat sesuatu telah terjadi menimpa seseorang yg dicintai dan menjadikannya sosok yg berbeda. Jika kesempurnaan adalah cerminan yg tepat untuk sosok itu dulu, maka keterpurukan adalah kata yg tepat untuk disematkan saat ini.
Saat semua cahaya telah hilang dikehidupannya hanya ada kegelapan yg memeluknya. Begitu gelapnya hingga mampu membuatnya kehilangan sosoknya sendiri. Menjadikannya sosok yg baru yg sangat kontras.
Tidak ada lagi cahaya yg dimiliki, yg tersisa hanya serpihan harapan pilu yg samar-samar ada dibatinnya. Akankah semuanya membaik ataukah justru semakin menjadikannya tak ada artinya lagi dunia ini..
"Sasuke.."
Naruto mengacak surainya frustasi saat dia melantunkan nama Sasuke dari bibirnya. Kelopak matanya menutup sangat erat sampai sedikit air mata muncul dipelupuk mata Naruto.
Ingin rasanya Naruto berteriak sekeras mungkin. Beban hidupnya sangat berat.
.
.
Tiga tahun sebelum tahun ini, hidupnya begitu sempurna denga kedua orang tua yg mencintainya. Namun segalanya berubah saat gempa yg berskala cukup besar memporak-porandakan kota nya. Bersyukur dia dan kedua orang tuanya masih selamat. Hanya saja mereka kehilangan rumah mereka. Dan jadilah Naruto harus bekerja keras membantu ayahnya demi memperbaiki kehidupan. Untung saja saat gempa menggunjang, dia sudah tamat sekolah. Jadi dia bisa bekerja dengan ijazahnya.
Berkat usaha itu, setahun kemudian kehidupan Naruto kembali membaik dan semakin membaik sampai saat ini. Namun sayangnya, kedua orang tua Naruto harus berpulang saat rumah mereka hangus terbakar karena konsleting arus listrik malam itu. Beruntung, lagi-lagi Naruto beruntung karena saat itu dia masih dalam perjalanan pulang dari kerja nya. Hingga dia tidak ikut menjadi korban jiwa dalam kebakaran hebat itu.
Tidak ada yg tersisa lagi, hanya menyisakan sebuah trauma di diri Naruto saat melihat api yg berkobar besar. Ya trauma pada api semenjak kejadian yg sudah hampir satu tahun berlalu itu.
.
.
Dan saat itu pulalah dia diberi amanah oleh mendiang ayahnya, Namikaze Minato dan Ibunya, Uzumaki Kushina, untuk menjaga anak dari rekan Ayahnya yg selama itu membantu memulihkan perekonomian keluarga Uzumaki.
Anak itu adalah Uchiha Sasuke. Yg mengalami gangguan kejiwaan karena telah kehilangan kakak tersayangnya saat gempa mengguncang. Dan selang dua tahun kemudian Sasuke kehilangan kedua orang tua nya karena dibunuh para perampok.
Dan jadilah semenjak saat itu dia diasuh oleh orang tua Naruto sebagai balas budi kepada keluarga Uchiha.
"Cukup! Tidak ada gunanya seperti ini." Narutopun segera bangkit sambil membantin puntung rokoknya ke lantai dan menginjaknya.
.
.
.
BRAK
Dengan keras Naruto membuka kasar pintu bilik toilet itu. Melangkahkan kaki jenjangnya ke wastafel. Narutopun segera membasuh wajahnya beberapa kali. Dia masih terbawa emosi.
"Arghh.. hosh.. hosh.." Napas Naruto memburu bukan main. Menahan emosi seperti ini bukanlah keahliannya. Tangannya terulur untuk mengusap kasar wajahnya. Rasanya ingin sekali marah. Tapi pada siapa.
"Brengsek.. Aku tidak bisa jika harus seperti ini!"
Naruto mengepalkan tangannya, melihat bayangan dirinya dicermin saja membuatnya semakin marah. Bukankah hal yg tidak disukai lebih baik disingkirkan?
.
.
.
"BRENGSEKKK!!!"
"HENTIKAN!"
"Lepaskan aku!"
Naruto meraung ganas saat seseorang berhasil menghentikam aksinya yg hendak memukul kaca di atas wastafel itu tadi. Dan kini orang itu tengah menindihnya sambil mengunci kedua tangannya.
"Dasar Idiot."
"Menyingkir dariku, Kiba!"
Satu tendangan tepat diperut berhasil Naruto layangkan untuk Kiba yg tengah menindihnya. Membuatnya sedikit terpental dan akhirnya Naruto bisa segera melepaskan diri dan bangkit.
"Ohok.. ohoghh.." Kiba terbatuk sambil memegangi perutnya karena tendangan Naruto cukup membuat isi perutnya seakan berdisko didalam sana.
"Maaf, aku tidak sengaja." Ucap Naruto sambil mengulurkan tangannya untuk membantu Kiba. Inuzuka Kiba, juga merupakan sahabat Naruto. Mereka tinggal di gedung apartemen yg sama, tapi berbeda lantai.
"Tak masalah." Kiba menyambut tangan Naruto lalu berdiri sejajar didepan Naruto.
"Shikamaru sudah menjelaskan semuanya padaku."
"Keh, tentu saja. Dia kan pacarmu." Ejek Naruto.
"Aku serius, Idiot!" Dan dibalas dengan bentakan Kiba. Dia sedang ingin serius, bukan saatnya untuk bercanda. Untuk membuktikan keseriusannya, Kiba sudah menjitak kepala Naruto.
"Ouch!"
"Jangan menyiksa dirimu Naruto. Mau sampai kapan kau seperti ini?" Ucap Kiba masih menahan diri. Bagaimanapun, Naruto adalah sahabat baiknya. Sebagai sahabat, tentu Kiba tak akan membiarkan Naruto kalau sampai anak pirang ini salah jalan dan keterlaluan.
"Ini bukan kemauanku. Semuanya karena dia!"
"Bodoh!! Sasuke seperti itu bukan karena kemauannya!! Dia seperti itu karena sudah menjadi takdirnya Naruto!! Itu susah takdirnya! Kai tak bisa menyalahkan Sasuke atas semua apa yg telah terjadi baik padanya ataupun dirimu!"
Dada Kiba naik turun setelah pada akhirnya dia mengungkapkan segalanya. Dia bukan tipe yg pandai basa-basi. Sudah cukup, sikap Naruto akhir-akhir ini cukup membuatnya muak. Memang Naruto selalu bersikap biasa saja saat didepannya atau orang lain. Tapi, Itu bukan jaminan kalau Naruto juga akan bersikap baik-baik saja pada Sasuke. Kiba tau, kalau Naruto membenci Sasuke saat ini. Lebih tepatnya membenci keadaan Sasuke.
"Jangan kira kau tau segalanya, Kiba!" Tandas Naruto tak kalah garang.
"Asal kau tau, sedikit pun aku tak pernah menyiksa Sasuke!" Sambung Naruto.
"Ya! Memang benar tidak pernah! Karena kau sedang baik-baik saja! Tapi..."
Kiba melangkahkan kakinya untuk mendekati Naruto. Dia menggantung kalimatnya barusan.
Setelahnya, Kiba pun menepuk pundak Naruto dan tersenyum miring.
"...jika kau sedang seperti ini. Aku yakin kau akan kembali terus menyiksanya. Seperti waktu itu." Bisik Kiba tajam tepat ditelinga Naruto.
"Keh, jika Sasuke sendiri dengan senang hati memberikan kehormatannya padaku. Lantas kenapa kau yg merasa kerepotan?"
.
.
Kiba mendecih, sedikit terkekeh mendengar pertanyaan Naruto yg seakan-akan memojokkannya. Baik Kiba ataupun Shikamaru, mereka sama-sama tau kalau Naruto sama sekali tidak suka jika ada yg membela Sasuke. Dan menyalahkan segala tindakannya atas Sasuke. Bagi Naruto, Sasuke tidak perlu dikasihani atau bahkan dibela. Serta tak perlu juga untuk dilindungi. Tidak ada gunanya. Itulah yg ada dipikiran Naruto.
"Memang itu bukan urusanku dan untung saja aku memang tidak kerepotan, Naruto. Tapi aku hanya kasihan padamu. Setidaknya jangan melakukan itu pada Sasuke hanya karena napsu bejatmu saja. Itu artinya kau sama saja gilanya dengan Sasuke." Ucap Kiba dengan datar dan diakhiri dengan dua buah tepukan sebagai hadiah dipundak Naruto.
Lalu Kiba berbalik dari Naruto yg terdiam sambil membenahi posisi jasnya. Dia tau, Naruto pasti sedang memicingkan iris birunya. Tatapan mengintimidasi. Ah, acuhkan saja! Sebaiknya dia segera kembali, toh dia juga yakin jika saat ini berdebat lebih jauh dengan Naruto tidak akan membuahkan hasil. Anak itu hanya akan paham jika mungkin karma lah yg sudah berbicara.
"Berdamailah dengan dirimu sendiri."
.
.
.
BRAK
Tertutup.
Pintu itu sudah ditutup oleh Kiba. Meninggalkan Naruto sendirian yg masih terpaku disana. Seharusnya Naruto bersyukur karena dia didampingi sahabat-sahabat yg baik dan selalu membawanya pada jalan yg benar.
Namun, jika rasa benci sudah menyelimuti hati. Maka apapun yg ada kaitannya dengan hal yg dibenci itu, maka semuanya akan terlihat menyebalkan. Bahkan jika hak itu adalah hal bail sekalipun.
"Sasuke.. Aku bersumpah akan membuangmu suatu hari nanti."
.
.
.
.
Senja dikota Konoha seakan tak nampak. Banyak gedung tinggi yg menghalangi indahnya langit sore untuk memamerkan warna cantik mereka. Kilau senja dikalahkan oleh kilau kaca dari berbagai gedung pencakar langit. Hampir tak bisa dipercaya, tiga tahun lalu Konoha porak-poranda. Namun dalam waktu singkat pula kota ini kembali menjadi kota metropolitan yg luar biasa sibuk. Seakan dengan mudahnya kota ini untuk bangkit kembali dan memberi kehidupan modern bagi siapapun yg tinggal di dalamnya.
.
Dibalik jendela kaca yg tak terlalu lebar itu, nampak Sasuke tengah duduk diam disofa sambil memandangi sedikit warna langit yg masih bisa disaksikan dari apartemen ini. Bertemankan secangkir susu putih hangat dan biskuit yg dia letakkan dilantai, Sasuke anteng menunggu kepulangan Naruto. Jangan salah sangka, meski Sasuke sedikit berbeda, dia sama sekali tak terlihat seperti orang yg keterbelakangan pada umumnya.
Sasuke justru terlihat sangat terawat dan bersih. Kulit nya putih bersih dan rambut hitamnya juga berkilau meski rambutnya sedikit panjang. Wajahnya tampan dan tergolong cukup cantik untuk ukuran lelaki. Tubuhhnya juga sehat dan ramping, fisiknya sempurna.
"Naruto lama ya." Gumam Sasuke sambil berguling menyamankan diri di sofa merah itu. Dia telungkup membiarkan tangan kanannya untuk menjuntai ke lantai. Lalu mengambil sebuah biskuit itu untuk dimakan.
"Sasuke sudah rindu..." Sasuke berbalik arah setelah menelan biskuitnya. Dia telentang sambil tersenyum tipis, membuat kelopak matanya seakan menutup saat dia tersenyum manis seperti ini.
"..rindu..." gumam Sasuke lagi. Kali ini dia duduk. Bola mata onyx nya terarah ke sebuah foto yg terbingkai manis diatas Nakas (sebuah meja kecil) yg ada disamping sofa.
Sasuke lantas meraih foto itu. Terlihatlah foto Naruto seorang diri yg sedang tersenyum dengan background sebuah pantai dengan pasir putih. Sasuke kembali tersenyum sambil mengelus wajah Naruto dalam bingkai itu.
Sasuke sama sekali tak paham kenapa bisa sangat bahagia meski hanya melihat foto Naruto. Dia tidak tau.
.
Seperti teringat akan sesuatu hal. Sasuke segera merogoh saku celananya setelah kembali meletakkan bingkai foto itu pada tempatnya. Lalu mengambil sebuah arloji klasik. Meski Sasuke sedikit gangguan, dia ingat betul siapa yg memberi arloji ini. Ya, Naruto. Narutolah yg memberinya arloji ini tiga tahun lalu tepat sebelum gempa mengguncang Konoha. Memang terlihat seperti arloji biasa, tapi Sasuke selalu membawanya. Dan didalam arloji itu ada sebuah foto. Foto yg mampu membuat Sasuke merasa senang sekaligus sedih saat melihatnya. Sasuke tau, alasan dia senang karena apa. Tentu saja karena ada Naruto yg bersama dirinya tengah tersenyum di foto itu. Namun, Sasuke tidak mengerti kenapa dia juga sedih saat dia melihat foto itu jauh semakin dalam.
"Naruto.." tunjuk Sasuke pada foto Naruto di arlojinya.
"Sasuke.." telunjuk Sasuke beralih menunjuk gambar dirinya disamping kiri Naruto.
"...cinta."
Sasuke kemudian dengan perlahan menutup alojinya dan mendekapnya. Dadanya terasa begitu nyeri sampai air mata jatuh membasahi pipi putihnya. Sasuke menangis. Menangis tanpa suara. Dan itu jauh lebih menyesakkan dada.
.
.
.
CEKLEK
"Naruto?"
Seketika tangis Sasuke berhenti saat dia mendengar suara pintu yg sedang dibuka. Tentu saja, Sasuke tahu itu pasti Naruto. Ya, Narutonya yg sudah pulang bekerja. Itu artinya, Naruto bisa bersamanya lagi.
"Tadaima." Gumam Naruto tak niat sambil melepas sepatunya.
Sasuke yg mendengar suara Naruto pun dengan segera memasukan arloji itu ke sakunya lagi, dan langsung berjalan cepat untuk menghampiri Naruto didepan pintu.
"Okaeri!!" Sasuke menjawab dengan senang hati sambil merentangkan kedua tangannya. Hendak memeluk Naruto.
Namun...
.
.
.
PLAK!!
"Jangan menyentuhku." Naruto mendesis tajam pada Sasuke. Baru saja, Naruto menampar Sasuke cukup keras hingga menyisakan bekas meras dipipi Sasuke.
"Sakit." Sasuke meringis sambil mengelus pipinya yg baru saja ditampar keras oleh Naruto.
"Sakit eh?" Naruto kemudian melempar tas kerjanya. Kemudian beralih untuk menarik kasar lengan Sasuke. Mendekapnya erat sambil membelai pipi Sasuke bekas tamparannya.
"Maafkan aka ya, Sasuke." Naruto berucap dengan nada penuh makna didalamnya. Dan Sasuke hanya mengangguk sebagai jawabannya. Dalam otak Sasuke sekarang, jika ada orang yg meminta maaf. Itu harus dimaafkan.
"Anak pintar.."
Tangan Naruto beralih dari pipi menuju ke rambut Sasuke dan kini Naruto justru menjambaknya kuat. Membuat kepala Sasuke mendongak secara paksa. Itu tentu menyakitkan.
"Jangan kira aku sudi meminta maaf padamu, Sasuke! Kau yang seharusnya minta maaf padaku!!"
"S-sakit.. Naruto."
Naruto berteriak sambil masih menjambak rambut Sasuke kuat. Membuat Sasuke merintih kesakitan sambil memohon ampun agar dilepaskan.
"Sakit? Akan ku berikan rasa sakit lebih dari ini pada mu Sasuke!! Kemari kau!"
"J-jangan.. tidak mau. Sasuke sakit Naruto!"
Naruto yg sudah kesetanan kini menyeret Sasuke dengan menarik kedua tangannya. Membawanya ke kamar mandi dan melemparnya dibawah shower seakan Sasuke itu barang tak berguna.
"Sasuke sudah mandi." Jawab Sasuke, karena dia pikir Naruto akan membantunya mandi.
"Memangnya siapa yg akan memandikanmu, hah!?" Tanya Naruto sarkastik sambil menyalakan shower itu sederas mungkin. Membiarkan Sasuke basah kuyup dibawahnya.
"Sasuke, kau tau? Jika saja kau tak seperti ini. Mungkin saja kita pasti sudah bahagia dalam pernikahan saat ini." Naruto mendesis sambil jongkok untuk meraih dagu Sasuke dan mendongakkannya. Dan ditatapnya iris hitam Sasuke dalam-dalam.
"Naruto kenapa?" Tanya Sasuke polos saat dia merasa Naruto nya sedang tidak baik-baik saja. Naruto tidak menjawab, dia justru menyeringai jahat.
.
.
Sedetik kemudian Naruto membungkam kasar bibir Sasuke. Menciumnya penuh marah dan napsu. Dan.. Memainkan lidahnya kasar dalam rongga mulut Sasuke. Mengunci kedua tangan Sasuke agar tetap berada pada posisinya dan tak mencoba untuk kabur.
Sasuke melenguh, sejujurnya dia sangat menyukai jika Naruto menciumnya. Tapi bukan yg seperti ini. Ciuman yg dimaksud Sasuke adalah ciuman Naruto yg lembut seperti beberapa bulan lalu. Namun akhir-akhir ini, ciuman Naruto berubah jadi kasar dan menyiksa. Sasuke tidak menyukai ini.
"Keh, mari kita lakukan lagi, Sasuke."
Naruto berujar sambil sedikit menarik bibirnya dari Sasuke. Memberi Sasuke sedikit celah untuk sekedar bernapas. Mendengar kalimat Naruto barusan, mata Sasuke terbelalak. Dia tau apa maksud Naruto. Sasuke paham betul pasti dia akan kesakitan lagi.
"T-tidak mau." Sasuke menolak Naruto sebisanya.
"Memangnya aku peduli hah!?"
"Jangan.. Naruto. Sasuke, sakit."
"Hahaha! Dasar bodoh! Memang itu yg ku inginkan!!"
.
.
.
.
Menit berikutnya bisa ditebak kalau Naruto segera menyetubuhi Sasuke semaunya. Memuaskan napsunya bak hewan ditubuh Sasuke.. Sama sekali tak ada belas kasihan untuk Sasuke. Tak peduli akan teriakan dan rintihan memohon ampun dari Sasuke. Naruto tentu tetap memperkosa Sasuke habis-habisan. Dapat dipastikan bahwa esok hari, tubuh Sasuke akan penuh dengan memar, luka, dan kissmark yg membiru. Semuanya karena ulah Naruto padanya.
.
.
"C-cukup.. sudahh~"
"Sudah katamu? Aku tidak akan menyudahinya!! Aku ingin kau tersiksa! Sangat tersiksa agar kau tau seperti apa itu rasa dari kehancuran, Sasuke!!!"
"T-tolong.."
.
.
.
.
.
.
To Be Continue
NB : Mohon maaf jika ada typo. Terima kasih.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Feb 27, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

BLINDING SUNRISETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang