Siapa wanita itu? Kuat sekali kakinya. Bahkan aku sudah gemetaran, tapi dia nampak tetap lincah seperti pagi tadi. Ah, jangan-jangan aku yang terlalu lemah.
Tentu saja dia kuat. Dia sudah 6 bulan disini. Sudah terbiasa menjalani kehidupan yang keras ini. Pasti itu penyebabnya dia tidak mudah lelah seperti aku.
Kami melakukan hal yang sama sedari pagi tadi. Tentu saja sama, kami kan satu organisasi. Walaupun aku 5 tahun lebih muda darinya, tapi kenapa aku yang kepayahan seharian ini. Kulitku rasanya perih sekali. Matahari serasa lebih dekat. Aku tidak tahan, tolong ajak aku istirahat sebentar saja di tempat teduh. Tolong aku, istirahat, lagi pula aku masih baru di sini. Istirahat ayo, atau tinggalkan saja aku di sini, aku sudah menjalani pelatihan, aku pasti bisa sampai di base camp nanti.
"Hey, aku Freya. Aku capek. Istirahat yuk." Kata wanita yang memimpin jalan di depanku ini.
Kami hanya jalan berdua saja. Menyusuri hutan sedari pagi tadi setelah aku sampai di Stasiun. Perjalanan di kereta berjalan lancar, sedangkan perjalanan dengan jalan kaki hari ini terasa sangat berat.
"Eh, iya ayuk istirahat." Kataku sambil mengatur nafasku yang sudah kedodoran sedari tadi karena kelelahan.
Bagus sekali namanya, Freya. Apa ya arti namanya itu. Aku tidak tahu artinya. Tapi kelihatannya, Freya punya arti yang bagus. Seperti nama Dewi dari bangsa Skandinavia. Aku suka nama itu. Apalagi nama itu dia yang memilikinya.
"Disini saja, aku biasanya istirahat disini kok."
"Nama kamu siapa?"
"Eh, aku. . . Aku. Namaku Arian."
"Aku suka kamu."
"Eeeeeehhhhhhhh?"
"Ha ha ha. Aku tahu kamu sudah tidak kuat berjalan. Tapi kamu tetap berjalan sampai menyeret kaki kananmu. Kaki kananmu sakit kan?"
"Eh, iya. Maaf ya. Bantuan yang dikirim sama pusat malah merepotkan senior Freya."
"Ha ha ha. Nggak kok. Biasa saja. Lagian, kayanya aku suka kamu beneran deh."
"Eehhhh."
"Udah, jangan ah eh ah eh terus."
"Aku bebas kan suka sama kamu? Bolehkan?"
"Eehhh, iya boleh."
"Yey. Yasudah. Lupain kalau aku suka kamu. Bukan suka yang seperti kamu pikir kok."
"Emang aku mikir apa coba?"
"Kamu pasti mikir aku orang aneh kan? Kamu mikir kalau aku naksir kamu kan? Kamu belum bisa bikin aku naksir kamu."
"Ha ha ha. Iya, aku pikir kamu naksir aku. Baru juga sehari. Masa ada yang naksir aku."
"Kalau masalah orang aneh, aku gak ngerasa aneh kok, biasa saja. Orang boleh bicara apa saja, asalkan bisa dipertanggungjawabkan. Aku tahu, maksud pembicaraan barusan."
"Apa coba maksudnya?"
"Suka-suka kita mau ngapain. Selama nggak dilarang, bukan berarti kita nggak boleh melakukan sesuatu."
"Ha ha ha. Akhirnya, ada yang ngerti aku ngomong apa. Kayanya kamu juga aneh, pantesan aku dianggap biasa saja."
"Eh, iya kak Freya."
Wah, sepertinya memang betul kalau dia itu lebih hebat dari apa yang aku baca di laporan saat di kantor pusat. Aku tidak melihat ada keraguan disemua hal yang dia lakukan. Bahkan saat bercanda, dia lebih konyol dari orang-orang yang di televisi itu. Eh, tentu saja, orang di televisi itu kan tidak bercanda di depan mataku, tahu apa aku tentang orang di televisi itu. Saat serius, Freya bisa melangkah setenang macan kumbang. Melangkah tanpa membuat suara. Aku yakin, saat dia serius, dia bisa merobohkan pohon besar dengan tetap tidak menimbulkan bunyi.
YOU ARE READING
Rusa dan Terompet
Short StoryTentang pencarian dua orang yang saling mengenal. Saling ingin bertemu namun saling tidak ingin berjumpa. Saling menjauh untuk mendekat. Setelah sekian lama, akhirnya di telaga mereka berjanji untuk tidak menjauh.