Setahun telah berlalu dan aku masih larut dalam kekecewaan. Aku tidak punya teman untuk berbagi cerita. Tak apa, memang ini yang terbaik untukku. Aku pernah dikhianati oleh seseorang, sejak saat itu aku memutuskan untuk tidak menaruh kepercayaan kepada siapapun. Dulunya aku mempunyai sahabat namun tidak lagi. Aku yang memutuskan tali persahabatan yang kami rajut sejak sekolah dasar, aku, Brenda dan Anne. Aku merasa dikhianati oleh sahabatku sendiri. Namun, sampai hari ini Brenda masih peduli padaku. Dia selalu bersikap baik padaku walaupun aku mengacuhkannya. Aku berpikir dia melakukannya atas dasar kasihan padaku. Sungguh aku tak membutuhkan belas kasihan darinya. Aku tidak membutuhkan teman. Karena nantinya pasti aku dikhianati kembali. Aku sudah cukup lelah dengan semua pengkhianatan dimasa lalu dapat melahirkan kekecewaan yang telah kubawa sampai hari ini.
Aku dijuluki Manusia Es oleh penghuni kelas. Kupikir itu cocok untuk diriku dan aku tak mempermasalahkannya. Mungkin karena aku sulit untuk berekspresi baik bahagia ataupun sedih. Kapan terakhir kali aku bisa tertawa dan menangis? Aku sudah lupa saat-saat itu. Biarlah aku seperti ini tanpa mengecewakan dan dikecewakan siapapun. Aku tak mau sampai dendam dengan masa lalu. Kubawa kekecewaan ini kemanapun aku pergi. Bagaimana melepas masa lalu dengan keikhlasan? Sungguh aku merasa berdosa karena belum mampu berdamai dengan diriku sendiri. Jika kalian bertanya apakah aku bahagia dengan cara seperti ini, maka aku jawab tidak. Tidak ada seorang pun bahagia dengan kesendiriannya. Menutup rapat dirinya kepada siapapun.
Kusebut ini perlindungan seperti tembok tinggi yang besar dan kokoh. Perlindungan paling aman untuk diriku sendiri. Perlindungan yang kupikir cukup sulit ditembus dan dihancurkan. Cukup seperti ini saja. Aku sudah muak dengan pengkhianatan. Aku sudah muak dengan Rizon. Semua permasalahan kekecewaanku berawal darinya.
Rizon adalah seseorang yang dulunya paling kupercayai. Tempat berbagi canda dan tawa. Kuingat saat aku bermanja padanya. Dimana aku merasa aman dan nyaman di dekatnya. Orang paling tepat dalam memberi saran dan masukan saat kubutuhkan. Dia yang sering mengusap air mataku dikala aku menangis dan tak lupa juga untuk menghibur. Tangannya begitu kekar namun hangat. Merupakan saat-saat aku merasa orang paling bahagia di dunia ini. Dulu dia adalah salah satu orang yang berharga bagiku. Hanya bersamanya hariku sungguh berwarna. Seperti kertas putih polos aku yang menggambar dan dia yang mewarnainya. Kami saling melengkapi satu sama lain. Seseorang yang membuatku merasa indahnya mencintai dan dicintai. Tempat diriku pulang adalah dekapannya.
Sampai hari itu tiba. Hari di mana ia berubah menjadi pengecut dan pembohong besar. Kebimbangan hatiku terhadap kepercayaan yang kuberikan padanya semakin jelas. Saat aku benarbenar kecewa dengannya. Kemudian ketakutanku datang. Ketakutan akan sebuah pengkhiatanan. Malam yang indah dengan langit gelap yang dihiasi bulan dan bintang-bintang gemerlap. Tepatnya ulang tahunku yang ke-19. Namun, aku salah ternyata malam itu adalah malam terburuk di hidupku. Malam yang kunantikan bersama Rizon adalah malam perpisahan kami berdua. Hadiah yang kuterima darinya bukanlah ucapan selamat dan sebuah kado. Yang kudapat adalah perpisahan dan pengkhianatan.
Apa yang telah disaksikan oleh kedua bola mataku adalah kejujuran. Begitu tega Rizon melakukan itu kepadaku. Ku hampiri Rizon tanpa keraguan. Mataku tertuju pada wanita yang duduk di sampingnya. Wanita itu terlihat panik seperti maling yang kedapatan pemilik sedang mencuri. Bola mataku tajam seperti ingin segera mendapatkan penjelasan yang masuk akal. Namun, yang kudapatkan adalah sebuah pengakuan tak terduga darinya. Dengan mudah dia melepasku dan jatuh kepelukan wanita lain. Dia memilih wanita itu ketimbang aku yang selalu ada untuknya. Wanita yang akrab denganku sejak sekolah dasar. Yang sudah kuanggap seperti saudaraku. Bisabisanya melakukan hal ini terhadapku. Rasa sesak di dada sungguh luar biasa kurasakan. Air mataku jatuh pada malam itu. Ingin berteriak rasanya namun tak mampu bersuara. Sampai saat ini aku tak menyangka Rizon bisa melakukannya padaku. Peristiwa itu dalam sekejap dapat mengubah kehidupanku. Entah bagaimana bisa aku berubah menjadi seperti ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Senja Shorea di atas Kano (Revisi Setelah Tamat)
RomanceShorea dijuluki Manusia Es karena selalu bersikap dingin pada siapapun. Semua berawal dari kekecewaannya terhadap Rizon. Ia tidak memiliki teman namun ingin berteman. Siapa yang ingin berteman dengan manusia es sepertinya? Sampai suatu saat ia berte...