DUA

251 3 0
                                    

DINI

Masalah apa lagi yang bakal terjadi kali ini? Aku benar benar cemas akan apa yang bakal terjadi pada diriku. Beberapa hari yang lalu aku pernah di siram air rendaman piring kotor gara gara Pak Daniel marahin Vika karena Vika menyuruhku mengerjakan pekerjaannya. Hanya hal sepele pun berdampak sangat buruk padaku. Lalu bagaimana dengan sekarang? Bahkan Mbak Rida, salah satu orang yang sangat tidak menyukaiku melihatku berpelukan dengan Pak Daniel. Dan kali ini bukan katanya. Mbak Rida melihatnya sendiri. Dan bagaimana dengan ku? Aku akan semakin di cap sebagai perempuan gampangan.

Aku hanya benar benar bekerja saja di tempat ini. Jujur sejujur jujurnya, aku sangat membutuhkan teman untuk bertukar pikiran dan bercanda saat kerja. Tapi yang aku harapkan berbanding terbalik dengan kenyataan. Kenyataan nya, aku selalu fokus pada pekerjaanku, jika waktunya istirahat makan siang, aku akan dengan cepat menghabiskan makananku dan sisanya aku memperlama waktu sholatku di mushola caffe. Sungguh aku tidak tahan dengan semua ini. Dan jika dipikir pikir untuk apa Pak Daniel mengajakku menikah? Apakah karena rasa belas kasihan nya kepadaku? Kenapa juga aku harus menikah dengannya. Sedangkan aku sangat ingin keluar dari caffe ini.

Seseorang menarikku dengan keras dan membuyarkan lamunanku, tarikannya yang keras membuat pergelangan tanganku sakit.

" Awwww..."

" Ikut gue." Mata Vika melirik kanan kiri seperti maling yang takut ketahuan. Aku tidak paham apa yang dipikirannya. Dan aku juga tidak tau apa yang bakal dia lakukan kepadaku.

Kali ini Vika benar benar menggeretku paksa ke dalam gudang yang bahkan aku belum pernah memasukinya. Ehh tapi sepertinya tidak. Lebih tepatnya ini adalah bekas dapur. Dan disana ada Mbak Rida dan Risma. Tanpa sepatah kata dari mereka, mereka menggeretku dan langsung berlari keluar. Aku mendengar suara pintu yang sengaja dikunci dan sesaat itu juga suara tertawa keras dari mereka bertiga.

Benar apa yang difikiranku, belum lama aku memikirkan dampak dari perbuatan Pak Daniel, mereka benar benar mengurungku. Sial aku mencari jendela yang mungkin dapat dipecahkan kacanya atau setidaknya dapat kubuka tapi ternyata di ruang ini hanya ada jendela kecil atau lebih tepatnya fentilasi yang tinggi. Dan aku tidak dapat menjangkaunya. Aku sudah mencoba berkali kali teriak minta tolong tapi sepertinya tidak ada orang yang mendengar karena mungkin sudah tidak ada pelanggan dan sekarang sudah malam. Tidak pernah aku masih ada di caffe ini sampai malam. Biasanya jam 2 juga aku sudah pulang. Aku memang pegang ponsel, tapi aku tidak tau harus menghubungi siapa.

Benar benar aku sangat takut berada di ruangan ini. Ruangan ini memang tidak gelap. Masih ada lampu yang meneranginya. Tapi jika dilihat bekas dapur ini menjijikan. Sulit untuk dijelaskan karena ruangan ini sedikit bertema horor.

DANIEL

Hari ini gue harus berangkat pagi. Gue harus ketemu Dini pagi ini juga. Gue harus denger jawaban dari Dini setelah kemarin dia main kabur aja. Sejak subuh tadi gue ngerasa waktu berubah menjadi sangat lama untuk gue nunggu jam 8. Gue bener bener sangat bersemangat untuk datang ke caffe. Gue juga bingug banget dengan diri gue sendiri. Gak biasa biasanya gue berubah jadi orang yang sangat tidak sabaran.

Gue melirik ponsel gue dan disana sudah tertera jam 8. Gue langsung bergegas ke mobil dan berangkat ke caffe. Perjalanan dari Apart gue ke caffe cukup lama. Kalau macet bisa 45 menit an. Dan berangkat jam 8 dari rumah itu pas banget sama jadwal caffe buka. Yaitu jam 9. Ya walaupun terlalu pagi, kali ini gue bakal buka caffe sendiri.

Tepat jam 9, beberapa karyawan gue sudah datang. Dan ada juga yang belum. Dari berangkat pagi gue jadi tau siapa saja yang tertib dalam hal waktu. Dan Dini masuk karyawan yang kurang tertib waktu menurut gue karena belum juga dateng sampai pukul 09.30. Kalau tadi subuh waktu berubah sangat lama, entah mengapa sekarang bukan waktu melambat lagi yang gue rasain. Entah sepertinya hati gue resah. Otak gue gak karuan. Gue bener bener gak bisa nunggu lagi.

" Dini sudah berangkat belum?" tanya gue ke salah satu karyawan gue.

" Belum Pak. Mungkin dia gak berangkat. Gak biasa biasanya telat Pak."

" Bener juga."

" Kamu ada nomornya?"

" Ada Pak."

Gak tau kenapa kali ini gue sangat marah sama Dini. Bukan dia telat kerja atau gak berangkat tanpa izin. Gue sangat marah karena gue merasa kehilangan. Lebay banget kan gue? Iya, gimana sih perasaan lo setelah nunggu lama ternyata orang yang lo tunggu gak dateng. Nyiksa banget kan?

Badan gue gerah banget padahal AC diruangan gue udah sedingin kutub. Otak gue pusing dan kacau dan menurut gue susah buat dicari alasannya. Kali ini gue bakal telfon Dini.

"All the times that you rain on my parade

And all the clubs you get in using my name"

Love yourself – Justin Bieber. Gue denger suara itu ketika gue telfon Dini. Dan gue denger dari ruangan bekas dapur dan kebetulan gue lagi di deket ruangan itu. Gue coba pastiin dengan cara matiin dan lagunya juga mati. Itu bener banget suara ponsel Dini. " Apa dini sudah berangkat tapi gue gak lihat?" itu yang ada dipikiran gue saat ini. Gue langsung nyamperin Dini di ruang bekas dapur itu. Dan saat gue buka, ternyata pintu di kunci.

" Zal, ambilin gue kunci cadangan ruang bekas dapur cepetan." Rizal tampak takut karena tanpa sadar nada bicara gue tinggi seperti ngebentak orang. Gue tau pasti ada yang ngurung Dini di dalem ruangan lama itu. Gue bakal cari dan pecat dia.

Gue bergegas lari ke bekas dapur tadi dan membuka pintu. Saat gue buka ruangan itu, yang pertama gue cari Dini. Tubuh nya tergeletak di sebelah lemari. Tanpa berfikir panjang gue langsung berlari kearahnya. Saat gue berusaha membopongnya, Dini sudah membuka matanya.

Matanya yang membengkak dan merah itu menatap gue dan sesaat itu dia meneteskan lagi air matanya.

" Dini, kamu gak apa apa?

" Pak, saya takut. Saya takut." Tatapan mata dan suara lemah nya membuat gue gak tega dan langsung memeluknya. Astaga, kayaknya dia bener bener ketakutan. Badan Dini sangat lemah. Keringatnya bercucuran sedangkan tubuhnya sangat dingin. Sepertinya dia benar benar ketakutan. Sebenarnya gue pengen nanyain siapa yang melakukan ini. Tapi gue masih gak tega ngelihat Dini lemah.

" Gak usah Pak, saya bisa jalan sendiri." Tolak Dini saat gue mau bopong tubuhnya. Oke gue gak maksain walaupun badan dia sangat lemah, yang penting dia nyaman dan mungkin dia risih jika harus gue bopong. Tapi nyatanya Dini salah. Ternyata Dini gak bisa berdiri. Badan dia benar benar sangat lemah dan dia benar benar perlu dibopong.

Gue bopong Dini keluar dari ruangan horor itu. Dan gue tau semua orang ngelihatin gue. Masa bodo dan cuek. Sekarang Dini lebih penting. Kali ini gue bakal bawa Dini ke Apart gue, dan dia harus dirawat dokter pribadi gue di sana.

h5ZtOZZ$

Everlasting LoveWhere stories live. Discover now