II

173 30 5
                                    

Hari yang ditunggu Hyemi tiba, hari dimana ia menghirup udara Berlin.

Mereka berdua, Hyemi dan Rosé sedang menunggu jemputan di Berlin-Schönefeld International Airport.

"Rosè-ya."

"Ada apa?" sahut Rosé menoleh ke arah gadis yang terpaut usia 2 tahun lebih tua darinya itu.

"Aku berniat menuju ke rumah sakit, kau langsung ke hotel?" tanya Hyemi sambil membenahi posisi syalnya. Sebenernya cuaca tidak terlalu dingin, hanya 16 derajat celcius.

"Hey of course i should go to grandpa's hospital."

"Oh ok, such a good choice so i won't get bored there cause my beloved grandpa will talking about someone called doctor Hwang. By the way, that hospital isn't belong to my grandpapi."

Rosé hanya memutar bola matanya malas. Gadis berpipi chubby itu tidak tau bagaimana rupa dokter Hwang, tetapi entah kenapa ia seperti mendapat feeling kalau sahabatnya ini akan memiliki hubungan lebih dengan si Hwang tersebut.

"Girl, i know that you are thinking bout me and that doctor. So, stop it."

Sesaat setelah Hyemi berujar, mobil van jemputan mereka datang. Gadis itu menggerutu pelan, dia merasa seperti selebriti terkenal yang perlu menaiki mobil berukuran besar dengan kaca berfilm gelap seperti itu.

Baru saja Hyemi melangkahkan kakinya masuk ke kamar inap, sang kakek langsung menghujaninya dengan berbagai perintah; untuk bertemu dokter Hwang.

"Iya kek, aku pasti akan bertemu dengannya. Tapi aku harus menyelesaikan pekerjaanku disini." Balas Hyemi berusaha sabar.

"Aku pegang kata-katamu." Tuan Jung beralih menatap gadis di samping cucunya.

"Uri Rosé, bagaimana kabarmu?"

"Tidak baik, karena kakek belum kembali ke Korea." Sungut gadis berpipi tembam tersebut.

Hyemi hanya berdecih melihat pemandangan di depannya. Terkadang dia bertanya-tanya, sebenarnya siapa sih cucu kakeknya.

"Kata Hyemi kau belum memiliki kekasih ya semenjak si anak nakal itu memutuskan hubungan kalian?" Tanya kakek Jung yang langsung membuat Hyemi teringat akan adik lelakinya yang brengsek itu.

"Ah matta. Jaehyun bilang dia akan pulang bulan depan."

Tak hanya kakek, Rosé pun terlihat terkejut. Dia langsung memukul lengan gadis di sampingnya.

"Unnie, kenapa kau baru bilang."

"Wae? Kau kan tidak tanya." Jawab Hyemi santai sambil sesekali mencomot potongan apel di atas nakas.

Sedang diluar ruangan, Minhyun yang berniat menengok kakek Jung menghentikan langkahnya tepat di depan pintu ruang inap setelah melihat keberadaan dua gadis yang terlihat sempurna dengan balutan coat mereka. Dan dokter tampan itu yakin jika salah satunya pasti gadis yang bernama Jung Hyemi.

***

Urusan pekerjaan yang membuat Hyemi terbang ke Berlin pun sudah selesai. Tinggal satu tugas lagi yang masih berada di dalam listnya; bertemu dokter Hwang.

Hyemi mendesah kesal, dia benar-benar payah jika harus bertemu secara personal dengan lawan jenis. Kecuali jika itu hal yang menyangkut bisnis. Gadis itu sangat paham jika kakeknya sedang berusaha menjodohkannya dengan dokter Hwang.

"Semoga saja besok si dokter Hwang itu membatalkan janji." Monolog Hyemi yang sedang merebahkan tubuhnya di kasur empuk Steigenberger Hotel.

Dering telepon menyadarkan lamunan gadis tersebut. Ia bergegas mengambil handphonenya dan menekan tombol yes tanpa melihat kontak si penelpon. Karena ia tahu dengan pasti siapa yang menelponnya larut malam begini.

"Wae?"

Desahan nafas kesal terdengar dari seberang telepon.

"Noona, bisakah kau sedikit ramah kepada adikmu yang tampan ini?"

"Cih, tampan pantatmu bolong. Aku heran, kenapa kau selalu menelpon disaat mood kakakmu ini sedang tidak baik."

"Your mood always on the zero level. And i'm not even surprised, Hye."

"Jay, you always talking nonsense. And i'm not fucking surprised."

"Okay, okay. Aku hanya mau bilang, kalau bulan depan aku benar-benar pulang."

"Dan kau sudah mengatakan itu untuk kesekian kalinya. Daripada kau membuang waktu untuk menelponku terus, lebih baik kau hubungi kakek, dan yaaaa tentu saja Rosé."

"Untuk apa aku memberi tau Rosé?"

"Entah. Cari tau sendiri, aku mau tidur. Bye."

Hyemi mengakhiri sepihak panggilan itu. Ia berdecak, tak paham apa yang sebenarnya ada di pikiran Jung Jaehyun.

Hyemi memilih memejamkan mata berusaha menidurkan dirinya, dan dalam hitungan detik saja, gadis berpiyama hitam itu terlelap.

***

Sinar matahari mulai mengintip melalui celah jendela kamar apartemen Minhyun.

Pria itu menggeliat, berusaha meregangkan otot-ototnya yang terasa kaku. Sesaat setelah nyawanya mengumpul, Minhyun termenung.

"Yimi, kenapa kau datang lagi ke dalam mimpi ku? Aku tidak butuh dirimu di dalam tidurku, aku hanya ingin kita bertemu secara nyata." Monolog pria tampan itu mengingat bunga tidurnya, yang kembali membawa memori masa lalu.

"Yimi!"

"Minminnnn~"

"Ayo kita ke taman, kata eomma ku hari ini ada pertunjukkan disana."

"Yes! Eh tapi jangan lupa kau mengganti kue almond ku."

"Aih tenang saja."

Dua anak kecil itu berlari sambil berpegangan tangan menuju taman di tengah kota Berlin.

Mereka terlihat bahagia satu sama lain. Sampai gadis kecil itu tak menyadari ada sesosok badut di belakangnya.

"Hei gadis kecil, ikut aku." Badut itu menyeret gadis yang sudah terlihat ketakutan tersebut.

"Minmin, tolong aku."

Kelip handphone menyadarkan Minhyun, ia beranjak mengambil benda hitam itu dari nakas di samping tempat tidurnya.

+49xxxxxx

Minhyun mengernyit, "nomor tak dikenal?"

Minhyun-ssi, ini aku Jung Hyemi. Aku yakin kau sudah mengetahui tentangku dari kakek. Maaf mengirimimu pesan pagi-pagi begini. Hari ini jadi?

Sang penerima pesan pun bergegas membalasnya. Dan tanpa menunggu waktu, ia segera bersiap.

[¡¡¡]

anehkah?):

AWAKE《HWANG MINHYUN》Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang