Bagian 1 - adik kembar, sialan

45 5 2
                                    

Ayunda barusaja keluar dari ruangan Erlangga. Gila saja, bosnya itu sampai meledak karena miss communication.

"Ayunda, lo mau nitip nggak? Gue mau kebawah." Faris, yang paling senior didivisinya walaupun usia masih muda bertanya saat Ayunda baru keluar dari ruangan Erlangga.

"Nggak. Gue lagi bete, pak bos ngeselin banget. Sumpah, pengen gue remes-remes macem squishy."

"Ya salah elo mungkin. Kok bisa? Kena amukan apa lo sama pak bos?" kali ini Chianti, sohib Ayunda yang mejanya disebelah meja Ayunda, ikut nimbrung.

"Bukan salah gue ya. Bos tuh nyuruh gue buat siapin laporan hari rabu, ya inikan hari rabu, telat beberapa jam juga." Ayunda yang sudah duduk dikursinya langsung membuka lembar bentang baru.

"Lo udah tau sifat pak bos tapi tetap aja dibiasain. Udah berapa kali coba lo kena dampratnya tuan Erlangga yang terhormat?"

Ayunda hanya diam, malas untuk menjawab pertanyaan tidak penting Chianti. Padahal dia benar-benar nggak salah, Erlangga saja yang keterlaluan. Nyuruh hari selasa, kumpul rabu. Mana sempat Ayunda buat laporan dengan cepat, malah banyak kerjaannya yang belum selesai.

"Eh Ti, nanti pulang kerja lo ada kemana? Temenin gue ya, beli hadiah buat ponakan." Ayunda sedang malas dengan kerjaannya, yang ia lakukan hanya membuka dan menutup lembar kerja di ada dihadapannya.

"Jangan panggil Ti deh, lo kira gue teh. Emang lo mau beli apa buat ponakan lo?" Chianti yang sedang fokus memoles kuteks di kuku tangannya menoleh sebentar pada Ayunda.

"Ya.. untuk anak yang baru tujuh bulan gitu, sekalian acara turun tanah juga, apa gue beliin celengan aja ya? Biar dia bisa nyimpen uang."

Chianti langsung melempar pulpen yang ada di mejanya ke arah Ayunda. Gila aja, anak umur segitu disuruh nabung.

"Sembarangan banget ngomong. Tanya mba Vira aja gih, butuh apa anak umur segitu."

Mba Vira merupakan satu-satunya orang yang telah menikah didivisinya. Udah mau punya anak dua, yang sulung malah udah mau sepuluh tahun. Maklum, beliau nikah muda.

"Mba Vira kan lagi cuti, babymoon gitu. Gue perlu kado hari ini nih, acaranya besok."

"Ah masa? Kok gue kudet sih. Enak banget ya mba Vira, punya suami perhatian. Tiap hari diantar jemput, kalau Rega boro-boro mau jemput gue, urus diri aja kadang di nggak sempat."

"Yah resiko sih, dokter baru kan emang gitu, enak disuruh-suruh sama senior. Doi sih juga nggak peka, dan lo juga nggak ngode, gimana mau dijemput."

Chianti hanya merengut, dia memoleskan sapuan terakhir kuteks ke jari kelingkingnya.

"Lo temenin gue ke baby shop aja deh, kali aja banyak bareng bagus. Eh, lo nggak takut kena amuk sama pak bos? Tensi darahnya lagi tinggi banget, kayaknya baru siap makan sepuluh porsi daging kambing deh," tanya Ayunda yang sedang memutar tempat kuteks yang telah selesai dipakai Chianti.

"No. Denger-denger sih pak Julian hari ini mau ke divisi kita, mana sempat pak bos ngeliat gue baru siap pakai kuteks."

Berbicara tentang pak Julian, dia merupakan pemilik dari tempat Ayunda bekerja. Panggilannya memang bapak, tapi umurnya masih muda, baru tigapuluh tahun. Masih single juga. Bisalah diembat sama cewek-cewek kantor yang jomblo.

"Terserah lo aja, gue tiba-tiba jadi kesel lagi teringat pak bos."

---ß--à---

Ayunda sudah bersiap pergi ketempat acara, mama dan papanya sudah pergi sejak matahari pagi terbit. Sedang adik lelaki dan perempuannya, masih bersiap didalam kamar.

"Dek... cepetan dong. Kakak tinggalin nih ya. Kita udah telat nih, udah hampir jam sepuluh. Nggak malu apa sama saudara yang lain."

Pemilik acara merupakan sepupu Ayunda, anak abang papanya. Usia mereka sih sama, tapi Ayunda nggak laku-laku padahal umur udah mau duapuluh lima.

"Dek, masih lama? Nanti mama ngambek loh, anak-anaknya masa telat."

"Sebentar kak, lagi cari sepatu yang pas ini." Si kembar laki-laki menyahut, masih dari arah lantai dua.

"Luna, ngapain coba? Lama banget." Ayunda yang sudah tidak sabaran lagi, langsung menuju ke kamar adik perempuannya. Dia melihat adiknya sedang memoles perona pipi.

"Kamu siswi SMA atau tante-tante dipinggir jalan sih? Tebel banget riasannya."

Dia mencolek pipi adiknya, membuat si adik berteriak kesal.

"Kakak ih, udah bagus-bagus dandan malah dirusakin. Kan makin lama jadinya," kata Luna dengan jengkel kepada si kakak.

"Heran deh kakak sama remaja sekarang. mau ke pesta, riasannya hampir setebal tiga senti. Apa nggak cepat tua itu wajah dimake up-in selalu?"

Aluna tidak menjawab, dia masih sibuk membedaki bagian mukanya yang dicolek Ayunda. Terakhir, dia memoleskan lipgloss ke bibirnya.

"Luna udah selesai. Tinggal Varel yang belum keluar," kata Aluna sambil memakai flat shoes berwana senada dengan bajunya.

Ayunda melangkah kekamar adik laki-lakinya. Dilihatnya Varel yang duduk dipinggir ranjang, sedang memainkan smartphonenya.

"udah chattingannya dengan Sarah, kita mau berangkat sekarang. Lihat pintu belakang udah terkunci apa belum. Mbok Pia tadi pagi izin pulang kampung."

Alvarel menoleh ke kakaknya, kemudian mengangguk sambil tersenyum kecut.

---ß--à---

Mereka sampai ke tempat acara hampir jam duabelas. Maklum, rumahnya jauh dari rumah Ayunda. Suami Gita -sepupu Ayunda- memang dasarnya orang kaya, jadi sengaja memilih rumah yang jauh dari hiruk pikuk perkotaan, mencari ketenangan, katanya. Akibatnya ya gini, keluarga susah datang.

"Kakak bilang juga apa, udah telat kan ke rumah kak Gita. Mana tamunya udah ramai, mesti putar lewat belakang nih biar nggak dibilang terlambat."

"tau tuh Luna. Udah tau buru-buru, masih aja ada yang tinggal."

Ya, cerita kenapa mereka bisa telat adalah karena Aluna. Dari mulai di lupa bawa Handphonenya, lalu mereka balik lagi kerumah, sampai dirumah handphonenya nggak tau kemana padahal udah di misscall berkali-kali, ujungnya handphone ghaib itu ditemukan diatas kabinet kamar mandi. Ngeselin nggak sih? Pakai acara bawa-bawa handphone ke kamar mandi.

"kalian jangan keluar dulu, tunggu kakak cari tempat parkir mobil. Biar kita masuk bareng-bareng."

"nggak mau, nanti orang- orang pada tau kalau kita datang telat. Kami duluan, habis kakak parkir mobil langsung masuk aja. jadi bereskan, orang nggak tau kalau kita terlambat," Aluna menjawab diikuti bunyi pintu dari arah samping dan belakang yang menutup.

Sialan adik kembar, tunggu saja pembalasan dari kakak cantikmu ini.

TBC


OK. pertama, special thanks to ma beloved friend                                                                      yang udah ngebuat cover cerita ini. katanya sih, cover cerita ini yang paling cepat dibuat, katanya ya. makasih banyak loh. buat yang mau request cover, silahkan dicek profilnya yaa.

kedua, cerita ini idenya udah dari tahun-tahun lalu. tetapi baru terealisasikan sekarang. penulisnya sok sibuk, ya.

anyway, i will try to complete this story, as soon as possible. 

sincerely yours, 


writer

The Story Of : AYUNDA (Rewrite)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang