Suara gosehan sepeda terdengar di Kota Tokyo. Pengendara sepeda itu, Mei, mengayuh sepedanya dengan tenang.
Ia memarkirkan sepedanya di depan minimarket, lantas menguncinya dengan gembok.
"Selamat datang," seorang pegawai menyambutnya dengan wajah manis ketika ia memasuki minimarket tersebut.
Saat ia hendak mengambil susu kotak rasa pisang, ia melihat sebuah tangan-yang tampaknya begitu mengerikan-hendak mengambil target minumannya. Ini tidak bisa dibiarkan.
"Ini milikku!" Serunya lepas kendali, membuat tangan itu berhenti bergerak untuk sejenak.
Lelaki di sebelahnya, tampak canggung. "Um.. maaf, tapi aku tadinya mau mengambil teh kotak.."
Ternyata tempat teh kotak itu ada di sebelah susu kotak yang menjadi targetnya. "Ah, maafkan aku!" Mei membungkuk dalam-dalam, ia malu sekali.
"Ah, tidak apa-apa, jangan dipikirkan!"
Saat ia merogoh-rogoh kantung roknya, ia tidak dapat merasakan apa-apa. "Lho..lho!?" Serunya panik. Lelaki itu masih ada di belakangnya, melihat jenis-jenis jagung.
"Um.. ada masalah?" Tanyanya. Siapa yang dapat menduga kalau ia lupa membawa uang? Yang terpenting, bagaimana ini?
"Ah, tidak.. tidak ada masalah." Jawabnya setenang mungkin, meski keringat terus bercucuran.
Ia menatap lelaki itu lamat-lamat. Lelaki itu tidak memperhatikannya lagi. Ia masih sibuk memilih jagung yang tepat.
Mei mendekati lelaki itu, kemudian menunjuk ke salah satu jagung yang berada di tangan lelaki itu.
"Yang ini bagus. Aku sering membelinya," katanya.
Ia tidak tahu apa yang mendorongnya untuk membantu orang asing memilih jagung ketimbang mencari cara agar susu kotak itu bisa terbeli olehnya.
Tidak merasa curiga akan sikap Mei, lelaki itu malah berseru, "Kau tahu banyak tentang jagung,ya!"
Mei langsung merasa ada sesuatu yang aneh. Apakah orang ini maniak jagung..? Tunggu, hal itu tidak mungkin terjadi. Karna lelaki ini pun tidak bisa membedakan mana jagung yang baik.
"Terimakasih, ya. Aku sangat bingung, takut memilih jagung yang salah. Aku tadinya ingin bertanya, tapi takut kau menganggap aku gimana-gimana. Bagaimana aku dapat membalas jasamu?"
Mei terdiam. "Sebenarnya, aku tidak membawa uang.."
***
Ia menatap lelaki itu yang kini memunggunginya.
"Ngomong-omong, aku belum memperkenalkan diriku." Katanya sembari menolehkan kepalanya ke arah Mei.
Mei terdiam. "Memangnya harus?"
"Harus dong!" Seru lelaki itu. "Aku harus mengetahui nama orang yang telah menyelamatkanku!"
Mei mendesah. Sejak kapan definisi menyelematkan sama dengan membantu memilih jagung?
Apa boleh buat. Ia tidak memiliki pilihan lain.
"Namaku Mei."
"Namamu Mei, bukan?"Mei separuh terkesiap. Separuhnya lagi kesal. "Ternyata kau sudah tahu!"
"Begitulah." Lelaki itu mengangkat tangannya sembari tertawa.