"Hey, stubborn"
Jaemin kembali menghela nafas beratnya. Lama-kelamaan ia memang menjadi jengah karena ulah tuan muda Jeno itu.
"Apa kau tuli? Aku memanggilmu, bodoh"
Bagaimana jika kalian?
Apa yang akan kalian lakukan? Seperti Jaemin mungkin.
Dengan tidak sopannya dia melemparkan sebuah pensil marun yang ada disebelahnya saat itu.
Dan, gotcha!
Seperti dugaannya, tepat sasaran. Hanya berada sedikit bergeser dari bawah mata kelamnya. Jaemin merutuki karena sasarannya sedikit meleset.
Ia sudah memikirkan bagaimana ekspresi meremehkannya itu berubah drastis.
Saat sebuah pensil nyeris mengenai bola matanya.
Syukurlah,
Jaemin masih memiliki hati nurani.
"Aduh!!" Jerit Jeno dibuat-buat. Sungguh tidak natural pikir Jaemin.
Hidupnya terlalu banyak drama
"Ada apa Jeno?" Suara serak si tua Kim ssaem terdengar jelas di heningnya kelas.
Sementara Jeno mengaduh kesakitan. Tangan kanannya memegang pipinya yang Jaemin sengaja lempar tadi.
"Tak apa ssaem, hanya masalah kecil"
Huh?
Masalah kecil katanya? Tidak sekalian menuduh begitu?
Namun, tangan kiri Jeno teracung menunjuk Jaemin yang tengah memainkan penghapus karetnya.
"A-apa??"
"Dia ssaem dia melemparku dengan ini" ucap Jeno dan mengangkat pensil dengan ujung runcing yang bertuliskan Jaemin.
Oh! Jangan biarkan Jaemin terpancing.
"T-tidak ssaem!"
"Jaemin, sudah jelas. Pensil itu bertuliskan namamu" sergah Kim ssaem, "Kemasi barangmu dan keluarlah dari kelas. Kau bisa pergi ke perpustakaan jika mau"
Jaemin menatap keduanya bergantian tak percaya.
Disana, Jeno tersenyum penuh kemenangan. Menatap remeh Jaemin yang tengah mengemasi barang-barangnya dan melangkah keluar dengan perasaan yang sulit diartikan.
"Rasakan akibatnya, sayang"
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.
.Hening,
Jaemin menatap nanar jam tua besar dihadapannya dalam diam. Mulut manisnya tak henti-henti menyumpah serapah pemuda bernama Lee Jeno yang berhasil mendepaknya keluar dari kelas siang tadi.
"Lee Jeno gila! Aaaargghh! Kenapa aku harus bertemu dengan keparat itu?!" Kedua tangannya menjambak rambutnya sendiri berkali-kali.
"Jangan lakukan itu, akan menyakiti dirimu sendiri"
Tertegun. Suara yang amat ia kenal. Begitu lembut dan menyenangkan untuk didengar.
Seketika senyumnya mengembang. Berbalik dan mendekap tubuh hangat itu penuh sayang.
"Hyung, aku merindukanmu" ucap Jaemin lirih.
Hidungnya ia usakkan di dalam pelukan nyaman itu tanpa henti. Membuat sang empu tersenyum kegelian.
"Hei? Tadi pagi aku baru saja berangkat bersamamu"