The Super Perfect Boy

14 1 0
                                    

"Haaaa..."

"Serius, deh, Mikhaila. Lo kenapa sih? Kenapa pasang tampang bego kayak gitu?" Nadya menatapku dengan tatapan antara jijik dan heran.

"Ini semua karena Kating Joko Batak." jawab gue tanpa minat.

"Emangnya kenapa lagi? Dia ngegangguin lu lagi?" tanya Nadya bertubi-tubi. "Lapor aja sama kak Gabriel sana!"

"Gabriel." ulang gue. "Sebenarnya dia itu apaan sih?"

"Kok malah nanya apaan." Nadya mencibir. "Dia itu kating terganteng, ter-unch, tercool, tertamvan pokoknya dah! Udah ganteng, pintar pula!" sambung Nadya ala fangirl kesurupan Miper.

"Ya, maksudku, apa jabatannya disini, Nad. Sampe kating Joko Batak takut sama dia." balas gue.

"Ga tau juga sih, gue kan anak baru sama kayak lo." jawab Nadya seadanya. "Tapi dari yang gue denger, sih, dia itu ketua perkumpulan mahasiswa kampus ini!"

"Semacam OSIS gitu?"

"Ho oh." Nadya mengangguk. "Dia ngurusin banyak hal, mulai dari eskul, organisasi, macam-macam dah!"

"Dia semester berapa?"

Nadya menatap gue heran. "Kenapa tanya gue? Semalam kan lo jalan sama dia. Seharusnya lo lebih tahu dari gue, 'kan?"

Gue tercengang. Iya juga sih. Semalam pas nyaris ditampar ama Joko Batak, kak Gabriel ngebantuin gue. Sampe bela-belain traktirin gue soto ayam lagi agar gue mau digiring ke UKS.

Semalam....

Flashback ON

Gue dipapah sama dia. Gue bagaikan upil tak bertulang belakang alias invertebrata, yang bahkan ga bisa berdiri tegak ketika gue berjalan. Seakan-akan tulang gue terbuat dari marshmallow semuanya. Lembek.

Tapi ini bukan karena kating Joko Batak. Ini gegara gue belom makan apa-apa sejak siang. Thanks buat para kating luar biasa yang memberikanku pencerahan dan motivasi bagi gue. Kayaknya berat badan gue turun dua ton. Gue serasa ringan banget, kayak abis minum Vit LeVite. Ringan cuy.

"Lo nggak apa-apa, kan?" gue tersadar dari lamunan gue. Gue melihat kearah kak Gabriel yang lagi mapah gue. Wajahnya kayak kena efek blur gitu, mungkin karena gue pening banget sekarang. "Muka lo pucat amat. Kayak Miper pake tepung terigu." Lanjut dia.

Bangke juga nih kating.

"Gue gak apa-apa. Kak." jawab gue, memaksakan diri.

"Gak usah manggil gue pake embel-embel kak kalau gak nyaman. Lagian umur kita gak jauh beda." Kata dia. Cool kayak kulkas.

Oh, dia pengertian juga. Batin gue lega.

"Jadi gue manggil lo apaan?"

"Mas aja." jawab dia, kalem.

"Anjer!" Gue mendorong diri gue agar lepas dari dia. "Gue aja manggil abang gue pake kak! Masa lo gue panggil mas!? Sampe ikan teri punya kaki pun, gue gak sudi manggil lo mas!" protes gue.

Dia terdiam sejenak. Gue nebak-nebak kalo sekarang dia lagi kaget liat reaksi gue. Gue berekspektasi kalau dia bakalan marah dan nendang gue dari jendela. Tapi, dia malah...

"Hahaha..." Dia ketawa ringan. "Lo lucu juga." kata dia. Terus dia ketawa again. Suara ketawanya menggema di seluruh lorong kampus.

"Apa yang lucu?" tanya gue.

"Lo." katanya. "Gue gak pernah ngeliat junior se-kreak lo."

"Kan lo yang mulai!" kata gue, protes.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Vertigo Cyber Crime UnitTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang