2. Lagi....

29 1 0
                                    

Setelah pelajaran selesai rasa penasaranku membuatku menuju ke ruang seni tari seperti yang di katakan Darma si cowok itu. Sebenarnya malas tapi rasa malas itu tak bisa menandingi rasa penasaranku itu.
Setelah melewati satu lorong dan berbelok ke kiri aku sudah sampai di ruang seni tari. Ruang seni tari tampak sepi hanya ada dua orang perempuan. Dalam pikirku hanya kesal mengapa ku datang. Ahkirnya ku meninggalkan ruang seni tari dan pergi pulang menuju gerbang.
Di setengah perjalananku, aku melihat ada beberapa cowok yang sedang berkumpul di bawah pohon beringin yang cukup rindang. Dari beberapa cowok tadi ku melihat ada Darma sang tersangka penubrukku tadi pagi. Dari situ aku langsung menyimpulkan bahwa Darma adalah anak brandal yang buatku semakin tak suka dengannya. Ah biarlah toh dia bukan siapa siapaku.
Setelah ku berjalan kurang lebih 70meter suara motor yang seperti berada di dekatku terdengar. Ku langsung menengok ke belakang namun disaat ku menengok kebelakang motor itu pas berada di dekatku dan membuatku jatuh terduduk kebelakang dan terkena lumpur. "Nimas. Ya ampun kamu jatuh lagi? Ya ampun dalam sehari kamu terjatuh dua kali?," kata Cahya sambil menolongku. Ternyata motor tadi adalah suara motor Cahya tetapi yang mengendarai di depan adalag Darma. Huuuhhhhh aku makin tak suka padanya.
Sambil beranjak bangun aku membesihkan baju dan rok abu abuku yang terkena lumpur. Untungku membawa tissu jadi bisa ku bersihkan dengan tissu.
"Nim. Pie nek kamu di antar Mas Darma saja? Aku jalan ndak papa. Kan aku dah tahu sekitaran sini," kata Cahya. Jawabku "Ha? Ndak usah." Darma menyeletuk " Ayolah. Sekali kali. Jarang ada yang bisa memboncengku menggunakan motorku." Pikirku siapa dia songong sekali. Sebenarnya aku memang lelah tapi demi menjaga harga diri ku menolaknya. "Tidak Ndak usah. Aku jalan saja. Ini dah mau deket kok."
Selanjutnya aku melanjutkan jalanku namun kakiku sedikit terasa sakit. Mungkin terseleo.
Sampai di rumah aku langsung marah marah tak jelas. Nenekku pun bertanya "Eh Nimas putune uti sing ayu itu kenapa? Kok dari tadi marah?" Langsung ku ceritakan semuanya. Aku pikir nenekku atau yang lebih akrab ku panggil Uti akan memberi respon sama sepertiku tapi malah sebaliknya aku malah yang di nasehatinya. Katanya "Nduk, semua orang itu punya sifat masing masing. Dan koe kan ya baru kenal barusan belum tahu kan sifat e sing asli. Wes saiki makan Uti dah bikin rica rica ayam senenganmu."
Mendengar rica rica ayam buatan Utiku, aku langsung menuju meja makan, menurutku masakan uti tak terkalahkan di mana pun.

🌸🌸🌸
Terkadang kita sulit tuk membedakan yang namanya benci atau cinta.

🌸🌸

  Matahari Yogyakarta saat hari pertamaku masuk sekolah baru telah menghilang di sisi barat. Aku menuju kamarku dan langsung menyalakan TV mengambil remot lalu mulai memilih chanel TV. Sambil ku memilih chanel TV hand phone yangku taruh di dekatku bergetar secara otomatis aku langsung melihatnya "Bunda" kata yang muncul dalam layar HPku bersama dengan gambar telepon berwarna hijau dan merah. Langsungku tekan telepon berwarna hijau
" Hallo Bun"
" Hallo. Gimana sayang? Betah ta?"
"Aku sih seneng Bun, di kelas tapi di luar kelas aku tak begitu senang"
"Kenapa?"
"Gini Bun, tadi kan aku datang agak terlambat (tertawa kecil) trus aku lari Bun, di depan gerbang tiba - tiba aku di tabrak cowok trus tanganku kegores gerbang jadi harus di plester. Dan parahnya lagi siang pas aku pulang dia ngagetin aku sampe aku jatuh kena lumpur"
"(Bunda tertawa)"
"Lho Bun kok ketawa? Ihhh"
Bunda menjawab
"Lucu aja. Terus lukanya parah nggak tu?"
"Nggak sih, Bun cuma lecet dikit lagi pula gak sakit cuma keluar darahnya aja. Ayah?"
"Ayahmu belum pulang katanya masih numpuk kerjaannya tanggung gitu. Tahu gak Nim Ayahmu besok mau ke Medan"
Tak ku hiraukan kata kata Bunda. Aku langsung mengeluh ngantuk dan menutup telpon. Kata kata Bunda tentang Ayah yang buatku tak betah di rumah. Sepi tanpa Ayah dan Bunda yang pasti pergi pagi pulang sore. Walau Weekend juga pasti aku di ajak jalan jalan. Tapi sama saja tak betah.
   Pagi - pagi jam empatan aku sudah bangun di bangunkan Uti.
Ngantuk sih ngantuk tapi aku selalu senang jika di ajak oleh Uti untuk memasak. Pagi itu sayur asem yang katanya Uti kesukaan Ayahku, aku buat di bantu Uti, eh kebalik harusnya Uti buat dan di bantu olehku. Setelah selesai masak aku menuju kamar mengambil handuk dan baju ganti dan langsung menuju kamar mandi.
  Setelah sarapan aku berpamitan kepada Uti. Dan aku berangkat pukul 06.20 dan jalanan masih lumayan sepi. Aku bisa berjalan santai tak takut terlambat. Sampai di pohon beringin dekat sekolahan aku melihat Darma bersama teman temannya lagi. Padahal jam baru menunjukkan pukul 06.30. Aku heran cowok yang sepertinya bandel seperti dia bisa berangkat sepagi ini. Dan pertanyaanku juga mengapa mereka di tempat itu lalu mengapa kemarin Darma tetlambat?. Ah sudahlah tak inginku pikirkan.
     Sampai di depan kelas aku di sambut Cahya bersama satu cewek berambut pendek dan berpawakan cowok. Suara Cahya langsung memanggilku "Nim Nim Nim. Ini Clarita temen sekelas kita, sahabat aku. Kemarin dia gak berangkat. Jago Takewono tau." Jawabku " Eh Hai. (Sambil salaman) namaku Nimas Ayu Kinanthi panggil aja Nimas. Anak baru. Hehehe" Balasnya " Clarita Eka Sekarsari panggil Clarita"
Kami akhirnya masuk kelas dan ngobrol cukup banyak.

🌸🌸🌸
Perbanyaklah kawan dari pada lawan. Jadikanlah lawan menjadi kawan. Jangan jadikan kawan jadi lawan.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Nov 02, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Be HappyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang