ㅡ some basket talks

392 79 17
                                    

guanlin berjalan malas-malasan hari itu, menyusuri trotoar pada jam delapan pagi hari minggu. ia dipaksa bangun oleh panggilan pagi hari yang mengejutkanㅡdan hanya seonho yang paling kurang kerjaan untuk itu. benar-benar sahabatnya yang baik hati.

"gue mau basketan, sama elo. gamau tau. jam delapan di lapangan biasa. nggak dateng, siap-siap aja gue pites pakai gelang karet!"

itu yang dikatakan seonho, saat guanlin mengangkat panggilannya kemudian mengakhirinya detik kemudian. meninggalkan guanlin yang bingung dan linglung karena baru bangun tidur, menyambar handuk dan hampir terpeleset untuk mencapai kamar mandi.

bukannya guanlin takut dengan gelang karet, tapi seonho dan gelang karet itu bukanlah paduan yang bagus. sebisa mungkin guanlin ingin menghindarinya.

dan berdirilah ia sekarang, di pinggir lapangan, menatap seonho yang menggiring bola sendiri dan memasukkannya sambil melompat. sahabat seempedu sejak lahirnya itu seperti dirinya yang lain, bahkan guanlin yakin seonho lebih tahu dia dibanding dirinya sendiri.

"hoho!"

cowok yang lebih pendek dari guanlin itu menoleh, lalu senyumnya terkembang lebar. "udah siap gelang karet tadi, nih!" seonho melepas kunciran poni di depan dahinya, melambaikannya di depan tampang guanlin yang segera berjengit ngeri.

satu pitesan dari seonho artinya memar dengan luka di dalam, yang baru mendingan setelah dua minggu, terlebih di kulit guanlin yang pucat walaupun ia bermain basket setiap hari (memang ada beberapa orang yang berjemur setiap waktu namun tetap memiliki kulit sebening marmer rumah sakit).

"jadi gimana?" guanlin menerima bola basket yang dilemparkan seonho, menggiringnya sebentar kemudian melempar asal ke dalam ring. mereka berdua telah diberkahi bakat alami dalam basket, sehingga gerakan sembarang pun, ring seolah memiliki magnet untuk bola agar masuk.

"gimana apanya?" ulang seonho, senyumnya teramat polos namun guanlin berani bertaruh bahwa seonho sengaja.

"jihoon?"

"oh," respon seonho singkat, pendek, dan abstrak. "ngapain nanya jihoon? mau minta balikan?"

"nggak gitu,"

"yaudah jangan ditanya,"

"cemburu ya, ho?"

"elo? dicemburuin? HAHAHAHAHㅡogah banget, tayi." seonho mendengus, menghadang langkah guanlin dengan tangan terentang, sikap defensif. "cuma ya bingung aja, udah mantan ngapain kudu tahu kabarnya? biar apa gitu? biar bisa ditangisin tiap malem minggu? mastiin mantan nggak bisa move on juga kayak situ? biarㅡ"

"anjir, ho!" guanlin menangkap bolanya, hampir saja membenturkannya pada kepala seonho. "ngomong kenapa kudu bener semua sih?" ia menukas dengan sarkas.

seonho membalas dengan cengiran. "mie ayam yok, lin. laper nih."

"masa mau makan sodara sendiri sih, ho? lagian belum juga main satu kuarter."

"ya cuman alesan doang sih, biar lo gak galau mikirin jihoon terus nangis sampai tiga jam di kamar, sampai telpon gak diangkat. kemasannya kulkas isinya anget-anget kuku. heran."

"ho?"

"iya abangku?"

"tiarap sana, mau gue rajam pakai bola basket."











- - -

"kak, laper,"

seongwoo mengamati kucing liar yang ia pungut dengan guanlin kemarin dengan patuh, kucing itu bergelung di pangkuan seorang cowok berkulit satu tingkat lebih gelap dari seongwoo.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

「 [h] luminisensi. 」Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang