A NaruSasu Fanfiction
Disclaimer : Masashi Kishimoto
YOUR DADDY!
.
.
.
.
.
"Papa? Hari ini, bisa jemput aku lebih awal?"
"Kenapa?"
"Sore ini jadwalku berlatih karate."
"Hn."
Terdengar sedikit percakapan kecil diantara Ayah dan Anak di pagi hari ini. Sang anak yang bernama Uchiha Sarada sudah selesai dengan sarapannya. Sedangkan sosok yang di panggil Papa bernama Uchiha Sasuke masih menghabiskan kopinya. Sasuke dan Sarada sudah tinggal berdua tanpa kehadiran sosok wanita diantara mereka sejak tiga tahun lalu.
"Saatnya berangkat." Sasuke kemudian berdiri dan mengambil jas nya. Usianya sudah 35 tahun. Sedangkan putrinya baru 16 tahun dan sedang duduk di kelas dua SMA.
Sarada pun segera berdiri dari kursinya. Lalu meletakkan piring dan gelas kotor mereka di wastafel rumahnya. Kemudian beralih untuk menggendong tas nya dan menyusul Papanya. Sarada dan Sasuke hidup dalam kesederhanaan, meski Sasuke memiliki gaji yang besar. Sebelumnya, Sarada memiliki sosok ibu yang bernama Haruno Sakura. Namun Sakura sudah lebih dulu berpulang 3 tahun lalu.
.
.
.
"Papa?" Panggil Sarada pada Sasuke. Mobil mereka sudah sampai di depan sekolahnya.
"Sampai kapan Papa mau seperti ini?" Sambung Sarada sambil menunduk. Semenjak kematian Ibunya, Sasuke yang sudah dingin menjadi semakin dingin. Yang sebenarnya Sarada tau, bahwa Sasuke sesungguhnya bukan tipe orang yang mudah larut dalam kesedihan. Hanya saja Sarada semakin tidak mengerti akan sikap Papa nya yang kelewat dingin padanya.
"Segera masuk, Sarada."
"Kenapa Papa seperti ini padaku?" Lirihnya pada Sasuke. Selama ini, Sarada memang tidak terlalu dekat dengan Sasuke. Sarada hanya dekat dengan Ibunya, Sakura. Lagi pula, saat masih ada Sakura pun Sasuke sangat jarang menghabiskan waktu dengan mereka berdua. Sarada tidak mengetahui, mengapa Papa nya begitu dingin dengannya dan Ibunya. Namun, tanpa Sarada ketahui, Sakura tahu mengapa Sasuke bersikap seperti itu pada mereka. Itu karena, Sasuke terpaksa menikahi Sakura karena sebuah perjodohan. Dan sampai akhir hayat Sakurapun, Sakura tahu kalau Sasuke tidak pernah mencintainya.
.
.
.
Lagi-lagi Sasuke diam. Sama sekali tidak menanggapi perkataan Sarada. Selalu saja seperti ini, bicara hanya seperlunya dan menjawab jika dia mau. Bahkan pada anaknya sekalipun.
"Aku.. berangkat."
Melihat respond Papanya yang seperti itu. Sarada mengurungkan niatnya untuk semakin memberondong Sasuke dengan pertanyaan. Setiap berbicara pada Sasuke, selalu terselip sebuah kekecewaan di dalam hati Sarada. Mungkin, Akan lebih baik jika dia segera turun dan masuk sekolah.
Saradapun menutup pintu mobil hitam ayahnya. Dan dengan wajah yang cukup sedih segera berjalan menuju ke kelasnya setelah mendengar suara mobil Sasuke mulai menjauhinya. Sarada bukan lah tipe anak yang terlalu menuntut ini itu. Dia tipe anak yang hanya ingin diperhatikan dan dimengerti serta di dengarkan.
.
.
.
"Yo Sarada-chan! Ohayo dattebayo!"
"Naruto-senpai?"
Sarada terkejut bukan main saat pundaknya di tepuk oleh seseorang. Itu adalah kakak kelasnya, Uzumaki Naruto. Siswa paling bandel yang pernah ada.
"Ohayo." Jawab Sarada sedikit terlambat.
"Ada apa?" Tanya Naruto to the point. Naruto sudah sangat akrab dengan Sarada sejak gadis itu baru masuk SMA untuk pertama kali. Saat Sarada sedang kesulitan mencari kelasnya, Naruto membantunya saat itu. Dan sejak saat itu, mereka semakin dekat hingga bersahabat sangat baik seperti saat ini.
"Tidak ada apa-apa." Jawab Sarada sekenanya. Mereka sedang berjalan menuju gedung di mana kelas mereka berada. Tangan putihnya menggenggam erat tali tasnya. Sarada sedang menahan perasaannya. Naruto menyadari itu.
"Sarada.." Panggil Naruto sambil berdiri di depannya. Menghalangi langkah Sarada dan menghentikannya.
Melihat reaksi Naruto, Sarada hanya terdiam sambil membuang muka nya. Dia tahu, Naruto pasti akan terus mendesaknya hingga Dia berkata yang sesungguhnya.
"Tak ada gunanya kau bohong padaku." Lanjut Naruto.
"Jika masalah itu yang selalu mengganggumu. Kau bisa cerita padaku, dattebayo!"
Senyum Naruto mengembang sempurna. Senyum yang sangat hangat dan mampu membuat siapa saja luluh saat melihatnya. Tak terkecuali Sarada sendiri. Ditambah dengan Naruto yang mengacak rambutnya pelan, itu semakin membuatnya tak mampu berkutik. Anak ini, terlalu mabushii. Bukankah Dia seperti matahari?
"Terima kasih, Kak." Lirih Sarada. Kak, kakak. Sarada selalu memanggil Naruto seperti itu. Hanya saja Sarada tidak berani memanggil Naruto dengan sebutan Kakak atau Niisan saat sedang di sekolah. Dia tidak ingin beredar rumor bahwa kedekatannya dengan Naruto itu berlebihan.
Mendengar jawaban Sarada, Naruto mengangguk paham. Lalu berpamitan pada anak itu sambil berlari meninggalkan Sarada. Kelas mereka berbeda. Jadi harus berpisah di lorong lantai dua ini.
.
.
.
Tak ada yang spesial dari hubungan Naruto dan Sarada. Mereka hanya sebatas sahabat yg sangat dekat. Dan saling berbagi satu sama lain. Naruto tau segala hal tentang Sarada dan begitu pula sebaliknya. Sarada juga tau segalanya tentang Naruto. Tentang Naruto yg sudah hidup sendiri sejak SMP dan orientasi Naruto yang menyimpang. Menyimpang? Iya menyimpang. Naruto gay.
Meski bukan rahasia umum lagi, Sarada tidak keberatan akan orientasi Naruto yg menyimpang itu. Tidak masalah bagi Sarada. Toh Naruto itu orang yg baik.
"Mau ku antar?" Tanya Naruto yg sudah berdiri di samping Sarada. Gadis itu sedang berdiri di depan sekolah menunggu Papa nya menjemput. Namun, sejak 15 menit yg lalu Sasuke tak muncul juga. Sepertinya, Sasuke memang sangat sibuk.
"Tapi jalan kaki sih. Hehehe.." Naruto tertawa polos saat Sarada hanya memandangnya. Dia tahu kalau Sarada selalu diantar jemput dengan mobil. Makanya dia sedikit ragu untuk mengantar pulang Sarada karena Naruto cuma jalan kaki.
"Baiklah." Jawab Sarada.
"Ayo!!"
Sarada pun segera menyusul langkah Naruto. Menyamakan langkah mereka dan berjalan bersama. Jujur saja, ini pertama kalinya Naruto mengantar Sarada pulang. Padahal mereka bersahabat sudah cukup lama. Bukannya Naruto tidak mau, dia hanya minder karema dia tidak punya transport yang sepadan untuk mengantar Sarada pulang.
Lagipula, Naruto cuma orang biasa dengan kehidupan yg biasa. Meski Sarada selalu berkata bahwa hidupnya sederhana, tentu itu sangatlah mewah bagi Naruto yg hanya hidup sebatang kara dan makan ramen instan hampir setiap hari.
.
.
.
Sepuluh menit mereka berjalan kaki. Dan sampai mereka di sebuah rumah modern yg minimalis dengan cat tembok dg warna yg elegan. Di samping pagar tertulis nama marga Sarada, yakni Uchiha. Dan sebuah gambar kipas kecil terukir jelas di bawah kata Uchiha tersebut.
"Papa?" Gumam Sarada saat melihat mobil Papa nya sudah terparkir di depan rumah.
'Jika sudah pulang kenapa tidak menjemputku?' Batin Sarada kecewa. Papanya tidak pernah seperti ini sebelumnya.
"Naruto-niisan, silahkan masuk." Ucap Sarada ramah pada Naruto. Mempersilahkan Naruto masuk ke rumahnya untuk istirahat sejenak. Lagipula, Sarada juga senang Naruto mampir ke rumahnya. Setidaknya dia ada teman berbicara meski hanya sejenak.
"Oke, aku masuk. Permisi~" Kata Naruto dengan sopan.
Setelah memastikan Naruto duduk dengan nyaman di ruang tamu nya. Sarada segera berlari keatas untuk meletakkan barang-barangnya dan mengganti baju. Lalu pergi ke dapur untuk membuatkan minum Naruto dan menyiapkan sedikit cemilan.
"Jadi dimana letak sederhananya rumah ini, dattebayo?!" Tanya Naruto pada dirinya sendiri saat menelisik setiap sudut rumah Uchiha. Sarada selalu bilang kalau rumah mereka sederhana. Sederhana dari segi mananya? Bagi Naruto setiap sudut rumah ini seperti istana. Sangat bersih dan elegan. Rumaj sebagus ini masa dibilang sederhana?
"Oke. Semuanya mewah dattebayo!"
Naruto sudah memutuskan, rumah Sarada tidak ada sederhanya. Ini mewah baginya. Naruto diam, dia menengadahkan kepalanya. Memasang pose duduk dengan membuka lebar kedua kakinya dan sambil menguap. Benar-benar tidak sopan. Wajar sih, namanya juga berandalan.
.
.
.
"Haa~ Sarada lama sekali."
"Siapa kau?"
"Uwoo!!"
Naruto berjengit saat mendadak dia mendengar suara seseorang. Dengan tidak elitnya dia meloncat dari sofa yg di dudukinya.
"Naruto Uzumaki, dattenayo!" Secepat mungkin Naruto menyebut namanya. Sedetik kemudian Naruto terbelalak saat melihat sosok yg ada di depannya. Wajah tirus dengan rambut hitam yg menutup sebalah matanya, tinggi ramping dan sangat putih.
'Sepertinya ini ayah Sarada.' Batin Naruto saat menatap mata Sasuke. Tak lupa dia juga memperhatikan Sasuke dari ujung kaki hingha ujung rambut.
"Naruto?" Ulang Sasuke. Dia sama sekali belum pernah melihat anak ini sebelumnya.
"Teman Sarada." Tandas Naruto dengan seringai andalannya.
Sasuke hanya diam dan masih menatap Naruto. Dari ujung kaki hingga ujung kepala. Satu kata yg ada di otak Sasuke. Berantakan.
.
.
.
"Maaf membuatmu menunggu, Naruto-niisan.. Eh!? Papa?!" Sarada yg sedang membawa sebuah nampan dengan dua gelas dan beberapa cemilan diatasnya itu terkejut saat melihat Sasuke sedang berdiri di depan Naruto. Hampir saja dia menumpahkan semuanya.
"Kau yang membawa preman ini ke rumah, Sarada?"
"Oi!! Siapa yg kau panggil preman, Teme!!?"
Mendengar dirinya dipanggil Teme oleh Naruto. Sasuke hanya mendengus sambil melirik datar Naruto. Padahal Naruto sendiri sudah pasang muka garang.
Sarada mengangguk, mengiyakan. Lalu meletakkan nampan itu di meja. Kemudian Sarada duduk diantara Naruto dan Sasuke.
"Papa, Naruto adalah kakak kelasku. Dan dia bukan preman." Jelas Sarada memulai pembicaraan. Pemikiran Papanya memang harus diluruskan.
"Kami sudah bersahabat sejak lama, Papa. Naruto-niisan sudah seperti kakak ku sendiri." Ucap Sarada lagi. Sedangkan Sasuke cuma diam dan mendengarkan, dan sesekali melirik datar ke arah Naruto yg menatapnya penuh dengan rasa intimidasi.
"Hn. Nikmati waktu kalian."
"Hee!!?"
Naruto cengo seketika saat Sasuke cuma berkata seperti itu. Padahal, Sarada sudah panjang lebar menjelaskan semuanya.
"Sudahlah. Papa memang seperti itu. Ah, silahkan diminum dan dimakan Naruto-niisan."
.
.
.
Sarada lalu menyodorkan segelas teh dan cemilan itu di depan Naruto. Dan tentu saja langsung di sambut kelewat baik oleh si pirang. Meminumnya dan memakan cemilan itu dengan lahap. Sembari sesekali tertawa karena mereka sedang mengobrol. Sementara Sasuke sudah menyinkir ke ruang tamu sejak tadi. Membaca sebuah buku seperti nya jauh lebih menarik daripada ikut bergabung dengan anaknua dan rekan sekolahnya.
"Ah aku lupa! Aku harus memberikan surat ijinku. Aku tidak akan berangkat latihan kali ini."
"Hm?" Gumam Naruto sambil mengunyah makanannya.
"Naruto-niisan, tunggu disini sebentar ya. Aku pergi sebentar. Kalau mau silahkan berkeliling. Atau, mengobrollah dengan Papa jika kau mau."
Belum sempat Naruto menjawab, Sarada sudah terlanjur pergi ke garasi untuk mengambil sepeda dan dengan cepat mengayuh pedalnya. Karena keasyikan mengobrol, Sarada jadi lupa waktu. Hingga tak sadar hari semakin sore dan dia melupakan kegiatan karatenya. Daripada dicap sebagi junior yg buruk, lebih bail terlambat mengantarkan ijinnya daripada tidak sama sekali.
.
.
.
Naruto terdiam. Lalu meminum tehnya untuk mendorong makanan yg barusan dia telan. Jika tidak ada Sarada, rumah ini semakin terlihat sepi.
"Ugh! Sepertinya aku harus ke kamar mandi!!" Tubuh Naruto merinding seketika saat dia merasa ingin buang air kecil. Naruto lalu berdiri, dan berjalan ragu memasuki rumah keluarga Uchiha.
"Dimana ya.." tanya Naruto pada dirinya sendiri sambil menggaruk pipinya. Mata nya menelisik di setiap sudut ruang keluarha yg cukup mewah bagi nya itu.
"Sasuke-san, boleh aku pinjam kamar mandinya?" Tanya Naruto ragu. Pasalnya, Sasuke sedang tidur di kursi yg ada disana.
"Hng?" Sasuke membuka sedikit matanya, buram. Wajah Naruto memerah seketika saat dia memperhatikan wajah Sasuke yg baru bangun dari tidurnya. Wajah putih dan halus serta bulu mata yg lentik menghiasi kelopak mata Sasuke. Ah, begitu indah di mata Naruto. Sampai-sampai membuatnya menelan ludahnya demi menahan sesuatu dibawah sana.
"Kesini.." jawab Sasuke yg terdengar seperti desahan. Sepertinya memang Sasuke belum sadar sepenuhnya. Saat berdiripun dia masih terhuyung tak seimbang.
"Sasuke-san hati-hati!!"
.
.
.
BRUG!
Bersyukur Naruto memiliki reflek yg cepat. Buktinya, tubuh Sasuke yg hampir saja limbung ke lantai iti berhasil di tangkapnya dan merubah posisi menjadi Narutolah yg menghantam lantas dan Sasuke diatasnya. Aman.
"Ugh! Sakit.." Naruto merintih linu saat dada nya terasa sesak untuk bernapas karena langsung menubruk lantai. Ditambah dengan Sasuke yg berada diatasnya. Menjadikannya semakin sesak napas.
"Bisa lepaskan aku?" Tanya Sasuke ketus. Itu membuat Naruto segera sadar dari acara merintihnya.
"Huh!?" Alis Naruto terangkat sebelah. Matanya menatap lurus pada wajah Sasuke yg ada diatasnya.
"Lepaskan aku, Idiot." Desis Sasuke tajam. Sasuke merasa sangat perlu segera lepas dari Naruto yg tengah mendekapnya erat. Tak lupa, jarak mereka juga sangat dekat hingga ujung hidung bangir Sasuke sudah bersentuhan dengan hidung Naruto.
"Tidak mau! Weee~" Ucap Naruto mengejek Sasuke sambil semakin mendekap erat Sasuke.
"Kau..."
"Kau... cantik." Goda Naruto menyambung kalimat Sasuke.
"Hei, paman. Boleh aku menciummu?"
Satu pertanyaan sukses membuat Sasuke semakin menjauhkan wajahnua dari wajah Naruto. Pertanyaan macam apa itu? Kenapa Naruto ingin menciumnya? Yang benar saja. Dengan polosnya Naruto bertanya seperti itu padanya. Yang notabene Sasuke adalah ayah dari sahabat baiknya, yaitu Sarada.
"Apa maksudmu?!"
"Kau.. cantik." Jawab Naruto gelagapan. Bukannya sebuah penjelasan, tapi malah sebuah pujian yg terlontar dari bibirnya. Melihat ekspresi Naruto yg seperti itu, Sasuke tahu bahwa Naruto adalah tipe orang yg jujur dan terlalu polos. Lalu, terbesitlah sebuah ide gila di kepala Sasuke.
"Kau mau menciumku?" Ulang Sasuke sambil menarik tangannya dan memainkannya manja di dada bidang Naruto. Tak lupa, sebuah seringai nakal juga Sasuke berikan untuk Naruto.
"I-iyaa!" Jawab Naruto grogi.
"Bagaimana jika aku sampai meminta lebih saat kau menciumku, hm?"
"Akan kuberikan!"
"Sungguh?"
"Tentu saja dattebayo!!"
Naruto berseru, dada nya sudah bergemuruh dan napasnya sudah memburu. Entah kenapa udara disekitarnya menjadi panas dan napsunya seakan datang untuk menguasai tubuhnya.
'Aku sudah tidak tahan!' Batin Naruto frustasi.
"Berani se--mmphh!!"
.
.
.
Sasuke terkjut bukan main saat bibir Naruto sudah membungkamnya. Menciumnya brutal diawal lalu menelusupkan lidahnya ke dalam rongga mulut Sasuke. Mengoyak ganas mulut Sasuke, dan membelit lidah Sasuke di dalam sana.
"Mmmpp!!" Sasuke melenguh saat Naruto semakin menciumnya ganas. Memiringkan kepalanya demi mendepat akses lebih untuk memperkosa mulut Sasuke.
"Umpphh~" Ingin rasanya Sasuke berteriak. Menyudahi ciuman maut ini. Namun sayang, Naruto ternyata terlalu kuat untuk dirinya. Kedua tangan putihnya sudah terkunci hanya dengan satu tangan Naruto saja. Sementara tabgan Naruto yg satunya sibuk memberirangsangan lebih pada pinggang dan punggung Sasuke.
"Nnghhh!!"
Saliva mereka menetes dari sudut bibir. Sasuke sangat terlihat erotis saat ini. Diaman semua gerakannya terkunci, saliva yg menetes disela mulutnya, wajah yg memerah dan baju yg berantakan. Siapa saja pasti akan terangsang jika melihat sosok duda muda yg cantik itu seperti ini. Ditambah dengan erangan dan desahan Sasuke yg tertahan mulut Naruto, itu semakin membuatnya seperti bintang porno profesional. Saat ini, Sasuke tengah benar-benar di dominasi.
.
.
.
.
.
To Be Continued
NB : Mohon maaf jika masih ada typo dalam penulisan fanfiction ini. Saya akan berusaha lebih teliti lagi ke depannya. Terima kasih.
KAMU SEDANG MEMBACA
YOUR DADDY!
Short StoryBagaimana perasaan Sarada saat Sahabat baiknya yang bernama Naruto yang notabene adalah Gay, harus bertemu dengan sosok Ayahnya yang sekarang adalah seorang Duda?