SEHARUSNYA CINTA

36 5 0
                                    

Hari ini matahari bersinar dengan sangat terik. Terlihat, dua orang sahabat yang sedang asik duduk di bawah pohon mencari udara segar. Nisa dan Britan adalah pasangan sahabat sejak mereka masih kecil, kini keduanya pun kuliah di fakultas yang sama namun jurusan yang berbeda, di Bandar Lampung. Entah memang jodoh, ataukah hanya kebetulan mereka selalu bersama.

Nisa merasa matahari semakin panas, ia pun mengibas-ngibaskan tangannya yang kecil.

"Duh, panasnya kok kaya gini ya?" kata Nisa sembari mengusap keringatnya yang mengalir di pipi.
"Ini belum seberapa kali, Nis," Jawab Britan enteng.

Nisa menoleh kearah Britan atas jawabannya barusan, panas menyengat begini dibilang belum seberapa.
"Apa lo bilang? Panasnya jepret begini, lo bilang belum seberapa? Sombong." Nisa meninju kecil lengan Britan.
"Bahasa lo, jepret. Ya memang ini panasnya belum seberapa, kan? Masih panasan juga api neraka."
"Ih, itu mah jangan ditanyain lagi. Semua orang juga tau kalo api neraka itu panas. Anak SD aja tau, Tan!" Nisa memasang wajah sedikit geram pada sahabatnya itu.

Britan menyenderkan tubuhnya di pohon yang mereka tempati sekarang, dilihatnya wajah sahabatnya sejak kecil itu. Selalu ceria, sehingga ia sulit membedakan saat Nisa sedang sedih dan bahagia. Jika ada masalah ia pandai menutupinya. Tidak seperti Britan, setiap ada masalah dengan siapa saja selalu bercerita pada sahabatnya.

Britan tau sekali apa yang tidak disukai dan yang disukai wanita berambut sebahu itu, Nisa paling suka menonton, dan tidak suka dengan pemaksaan. Karena baginya setiap orang mempunyai hak yang sama, untuk memilih mana yang dia suka atau tidak.

"Kenapa jadi diem?" Nisa memecah kesunyian.
Dilihatnya Britan yang sedang melamun.
"Heii!! Diajakin ngobrol malah ngelamun. Hayo, ngelamunin apa lo?" goda Nisa sambil menunjuk manja kearah Britan.
"Apaan sih lo, gue justru lagi mikirin masa depan kita." jawab Britan.
"Apa?? Masa depan kita? Emang kenapa sama masa depan kita?" tanya Nisa tak mengerti.
"Nisa, gue ini serius..,"
"Elo serius sama gue? Maksud lo, kita mau nikah?" potong Nisa cepat.
"Apa? Nikah? Ya ampun, kenapa sih Tuhan menitipkan sahabat yang kaya gini ke gue?" Britan menepuk jidatnya sendiri. "Maksud gue, kita... Gue dan lo harus mikir buat kelanjutan hubungan lo sama pacar lo," Britan menjelaskan sedemikian rupa pada Nsa.

Nisa terdiam, sambil menggigit bibir bawahnya. Benar apa yang dikatakan Britan, mereka selama seminggu ini dilanada galau. Di karenakan Nisa sudah mempunyai pacar, dan pacar Nisa meminta jika sedang jalan dengan pacarnya jangan mengajak Britan.

"Aha! Gue ada ide." kata Britan mengagetkan Nisa yang sedang berpikir.
"Apa?"
"Gue rasa, kita gak usah ketemu dulu selama dua minggu. Eh, enggak-enggak selama tiga puluh hari, alias satu bulan. Gimana? Cemerlang kan ide gue?"

Nisa terdiam. Tak ada jawaban. Keningnya berkernyit melihat kearah Britan.
"Tapi, Tan..," kata Nisa menggantung.
"Tapi apa lagi. Lo inget kan sama permintaan cowok lo, lo disuruh jauhin gue, dan jangan bawa gue saat lo lagi jalan sama cowok lo itu. Lo belum lupa kan?" ungkap Britan dengan penuh rasa berat dalam hatinya. Sejujurnya Britan tidak ingin melakukan ini.
"Tapi kan kita cuma sahabat." Nisa masih berkelit.
"Iya gue tau kita cuma sahabat, tapi apa cowok lo mau tau kalo kita hanya sahabat? Nis, gue juga ini cowok jadi gue paham sama kemauan pacar lo yang perfect itu. Gue gak mau pacar lo nganggep gue yang terlalu bergantungan sama lo."

Air mata Nisa membendung, tak lama dengan hitungan detik butiran air mata itu pun jatuh. Britan yang melihat Nisa menangis ikut bersedih, diusapnya air mata Nisa dengan penuh perhatian.

"Ini yang gak bisa gue tinggalin dari lo, Tan. Di saat gue lagi sedih lo satu-satunya orang yang mau ngusap air mata gue, tapi gue sadar, kita memiliki hidup masing- masing. Dan gue rasa ide lo itu, bagus." Nisa menangis sesegukan. Dipeluknya Nisa di dekapan Britan, dengan penuh perhatian. Mungkin ini adalah pelukan terakhir untuk sahabatnya, setelah perjanjian itu berlangsung.

SEHARUSNYA CINTATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang