1

33 2 0
                                    

"Vid, udah malem ini astaga. Pulang ayok ah. Besok ngampus pagi gue."

Sudah setengah jam Vanessa merengek minta pulang. Bagaimana tidak, 3 jam Vanessa duduk dan hanya diam didalam cafe bernuansa tenang abu-abu ini. Vanessa lelah dan ingin tidur. Sangat ingin.

"Sabar ih bawel ah. Satu game lagi." Ya, alasan itu lagi. Vanessa sudah sangat hafal

"Ya dari 2 jam yang lalu juga lo bilangnya satu game lagi, satu game lagi, gitu aja terus sampe Shawn Mendes jadi ipar gue."

"Lah jadian sama gue dong kalo dia jadi ipar lo. Sembarangan lo, gue masih suka cewek."

"Makanya lo tuh kalo dibilangin ibu nurut. Jadi fasilitas lo gak dicabut. Gue kan yang repot kalo gini." Vanessa mengomel geram lantaran David tak kunjung menyudahi gamenya.

"Bahas aja terooss neng bahas. Sebodo ah, yang penting gue ganteng dan naek level."

"Si kampret! Kagada hubunganya oon. Udah cepetan pulang ah. Gue tinggal juga lo. Pulang sana jalan kaki."

Tanpa memperdulikannya, Vanessa berjalan meninggalkan David dan segera masuk kedalam mobilnya. David berulang kali memanggil nama Vanessa sambil berlari. Tak lama, David masuk kedalam mobil masih dengan memainkan gamenya. Sungguh Vanessa muak melihat David begitu addict dengan benda pipih itu.

"Tega bener lo Nes sama abang sendiri. Yaudah kuy lah jalan, tapi mampir dulu beli nasi goreng yah? Biasaaaa, cacing cacing udah pada demo." Vanessa memutar bola matanya malas mendengar cekikikan David.

"Nih hanphone lo gue balikin. Thank you my lovely sistaahh." ujarnya penuh penekanan pada kata sistah. Atau ejekan? Entahlah.

"Tunggu bentar, ini gue nih yg bawa mobil? Gue nih gue?" Vanessa bertanya ketika sadar sudah duduk dibalik kemudi.

"Ya kan lo yg duduk disitu. Ya lo yg bawa lah. Tareekkk maaanngg." Vanessa membuka mulutnya tak percaya.

"Udah gue diculik, disogok secangkir doang, disuruh bengong liatin lo maen game 3 jam lebih coy, sekarang gue juga yang setirin? Sultan abis dah lo."

"Lah lo lupa? Gue kan emang Sultan. David Sultan Hi-"

Lagi, David lagi lagi tak mampu menyebut nama keluarga tersebut. Tanpa berpikir panjang, Vanessa segera menyalakan radio dan melajukan mobilnya. Dengan kecepatan 60km/jam serta kebisuan sepanjang jalan, mereka sampai dirumah megah itu. Vanessa memperhatikan David dalam diam. David langsung keluar mobil ketika Vanessa baru saja hendak keluar dan David membukakan pintu untuk Vanessa.

"Kenapa? Tumben amat bukain pintu."

"Udah keluar cepetan. Lo lupain nasi goreng gue. Kasian ini cacing cacing nagih nutrisi. Gue mau beli dulu."

Ah iya, nasi gorengnya. Vanessa melupakan itu gara-gara David mendadak diam sepanjang jalan.

"Jangan lama-lama lo. Dimarahin ibu entar."

"Iye ah bawel."

***

"Vanessa ku sayaaaaannnnggg"

Ah tidak, jangan suara itu. Aku mempercepat langkahku. Karena mendengar suara yang tidak ingin kudengar dipagi yang cerah ini.

"Nes ih dipanggil daritadi juga."

Aku berhenti ketika suara itu berhasil menyamai langkahku.

"Hehe, kenapa Fin? Tugas lagi?"

Dia Finka, teman sekelasku. Bukan. Lebih tepatnya, benaluku. Karena selalu mencontek tugas dan ulangan kepadaku.

"Iiihhh pengertian banget sih camuuuu. Emang temen banget deh kita tuh." Ujarnya dengan sikap yang dibuat kekanakan didepanku.

"Heran deh gue. Kenapa sih Fin gak pernah nugas? Jangan maen mulu Finka. Lo pikir kuliah murah. Masih banyak diluar sana orang yang ma-"

"Stop! Ye masih pagi udah ceramah aja si teteh. Thanks yaa. Gue kekelas duluan" Finka merebut buku kemudian berlari terburu-buru menuju kelas.

Aku berjalan menyusuri koridor. Menikmati angin pagi yang sejuk. Kemudian mataku mengunci dua orang yang nampaknya sedang adu argumen di sudut gazebo dekat Taman kampus. Ah, itu David bersama seorang wanita. Mungkin wanita tersebut sedang mengakui perasaanya terhadap David. Yah, memang banyak sekali wanita yang telah mengakui perasaanya. Namun, tidak ada satupun yang diterima. Dasar jual mahal! Padahal semua wanita yang menyukainya sangat cantik. Dan tak jarang yang tajir melintir atau anak orang penting seperti pejabat. Entahlah biar saja David yang urus masalah percintaanya sendiri. Aku? Aku hanya memperhatikan dan komentar. Hehe

***

"Nes, lo dari mana ajasi elah." Finka terlihat panik dan langsung memanggilku ketika aku sampai dikelas.

"Paansi Finka. Ada yang gak kebaca tulisan gue?"

"Bukan ih Nes. Buka instagram deh. Lagi rame banget tau abang lo tuh sama si anak bem ter-famous sekampus."

Sejujurnya aku tidak perduli dengan omongan Finka ini karena aku tau tadi David sedang berbicara dengan seorang gadis yang entah dia siapa aku tidak mengenalinya. Dan tidak perduli padanya.

"Nes ih kamu mah liat dulu Nes omaygat!"

Finka memberikan handphonenya padaku. Gadis itu yang baru aku ketahui namanya adalah Nadia yang 'katanya' famous membuat insta-story yang sangat mengejutkan. Dia akan bertunangan dengan David untuk memperkuat bisnis keluarga kami. Karena ayahnya Nadia adalah rekan bisnis ayah dulu.

Hell no! Aku jelas tidak menyetujuinya. Apa-apaan ini, aku saja baru mengetahui namanya beberapa detik yang lalu. Dan apa? Tunangan? Untuk memperkuat bisnis? Apakah Cinta serendah itu? Ya Tuhan, apa sebenarnya yang ada di fikiran David sialan itu. Aku harus bicara denganya.

***

15/03/2018
Punyiii, amatiran yang lagi belajar.

Happy reading.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

LIVETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang