Bab 3: Pertemuan

511 16 35
                                    

Tahti tidak seperti yang kusangka sebelumnya. Dia memang cantik, putih, sipit, dan berambut cokelat seperti yang terlihat di foto profil twitter dan instagramnya. Niatku yang awalnya hanya ingin menemani dia sebentar keliling Jogja, kini berubah jadi pengen ngajak dia jalan-jalan lebih lama. Sambil berjalan menuju parkiran, aku terus berpikir keras memikirkan tempat-tempat mana saja yang kira-kira cocok untuk jalan-jalan.

'Kayaknya nanti kuajak ke pantai bisa deh. Atau ke prambanan aja. Ya sekitar itulah.'

Ada satu hal yang terlupa, aku udah janjian sama panitia makrab Pendidikan Bahasa Inggris UNY untuk meeting sama mereka jam 2 siang. 'Ya sudah kupikir nanti aja,' begitu pikirku waktu itu.

Dari stasiun tugu sebelah utara ke sebelah selatan, perlu sedikit waktu untuk memutar. Aku berlari ke parkiran, langsung bergegas memutar ke pintu selatan. Sesampainya di selatan, aku melihat Tahti udah berdiri di pinggir jalan. Dari seberang aku panggil dia, dan dia pun menyebrang sambil menjinjing tas birunya yang berat.

'Hai, maaf ya nunggu. Tadi muter dulu dari utara.'

'Gak papa kak. Nih aku udah bawa helm juga. Kita mau ke-mana?'

'Naik aja dulu.'

Hari itu aku menjemput Tahti dengan memakai motor yamaha R15. Sebuah motor sport yang tempat duduk penumpangnya agak miring dan jengking. Bahasa Indonesia jengking apa ya. Ya pokoknya miring gitu deh. Motorku ini sering diejek temen-temen, dan mereka menyebut motorku sebagai motor modus. Motor yang dipakai buat modusin cewek. Gak sepenuhnya salah sih. Yang penting hari itu, tempat duduk penumpang di motorku yang udah lama berdebu dan berlalat, kini ada penghuninya.

'Eh, kita mau ke mana nih kak?'

'Hmm, terserah sih. Mau liat-liat kampus atau mau piknik?'

'Piknik dulu aja yuk. Ke prambanan gimana?'

'Boleh, tapi kamu udah tau belum mitos di sana apa?'

'Emang apa kak mitosnya?'

'Nanti deh kalau udah di sana aku ceritain. Btw, nanti jam 2 aku ada rapat di kampus. Kamu mau gak ikut sekalian? Cuman bentar kok.'

'Aku gak ganggu po? Kalau ganggu nanti aku ditinggal aja di mana gitu.'

'Ya jangan. Kamu kan masih asing dengan kota ini. Nanti ikut aja sekalian liat-liat kampusku. Sekalian survey.'

'Oh ya juga. Boleh deh kak.'

Dari percakapan di atas motor itu, aku melihat Tahti bukan orang yang neko-neko. Dalam arti, dia ini kayaknya cewek yang sederhana. Sempet kuperhatikan tadi, dia gak pake make-up, wangi tubuhnya juga gak berlebihan dan yang terpenting, alisnya gak kayak sushi. Masih natural. Hmm.

Sesampainya di Prambanan, aku mencoba lebih memerhatikan dia. Dia bawa tas biru besar yang isinya ada benda-benda yang tidak kukenal. Ada tongsis, ada dua hape iphone 5. Yang satu iphone 5 biasa, dan yang satu iphone 5s. Dia juga bawa powerbank gede banget, dan udah nyolok ke salah satu iphone-nya.

'Bawaanmu banyak juga ya ti.' Aku mencoba sok akrab.

'Ya nih. Mana nanti kakak ma ibu mau nitip oleh-oleh juga. Padahal kemarin udah borong banyak di Malioboro.'

'Ya gak papa. Nanti kalau udah piknik, kita cari oleh-oleh. Emang pada nitip apa sih?'

'Nitip mukena tapi batik kak. Kamu tahu?'

'Duh aku gak tau tuh. Ya nanti dicari.'

Ternyata yang dicari sulit juga. Tapi oleh-oleh mukena tadi membuatku tahu kalau dia ini Islam. Awalnya aku gak tahu agama dia apa. Karena jujur aja pertanyaan soal agama itu agak sensitif.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Mar 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

PathTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang