Catatan Hitam Putih

29 1 0
                                    

Pena hitam ini telah ku daratkan pada kertas bergaris pelangi beberapa bulan yang lalu. Terselip kesombongan dan keangkuhan. Seharusnya tidak begitu, Yah...hanya sesal yang aku dapat sekarang.

Sahabat?
Dimanakah mereka? Telah lama tak ku dapati sosok itu, mereka menjauh dari hari-hariku.
Terasa sesak dada ini, butuh oksigen rasanya.
Terasa kering batin ini, butuh air segar yang mampu membasahi hatiku yang telah mengering.
Terasa terenyuh jiwa ini, dan jujur ku butuh sosok itu yang dulu mampu menutup sedikit luka yang menganga hampir lebar.
Dua..satu..dan hilang? Sosok itu? Mereka hilang dan tampak lenyap begitu saja bagai hilang di telan bumi.
Sungguh terasa singkat ku bersamanya. Dimana kesetiaan itu? Ataukah sudah kau hapus bersih semuanya?
Arrggghh...hatiku semakin geram.
Sungguh Tuhan ampuni aku. Aku tak ingin semua terjadi. Aku tak ingin menjadi manusia yang buruk.
Apakah ini terjadi karena aku yang sering membangkang nasihatnya?
Apakah ini terjadi karena keangkuhan bahkan setebal-tebalnya kesombonganku yang menyelimuti hatiku?

"Mana mungkin! Kamu sudah mengkhianatiku" Tukasku sinis dengan nada yang melengking tinggi
Astagfirullah harusnya aku tak bersikap seperti itu.
"Sungguh. . Aku tak pernah menyukainya, semua yang kamu lihat dan dengar itu tidak benar apa adanya" Jawabnya dengan butir-butir air mata yang mulai mengalir luruh.
Sahabatku Aprilia maafkan aku.
"Basi... aku tidak percaya itu, jika kamu menyukai kak adam kenapa tidak bilang dari awal sebelum aku menceritakan perasaanku tentang kak adam kepada kamu" kataku yang begitu sinis dan ketus. Sungguh pasti itu sangat menyayat hatinya. Tergores. Perih.

Kak adam adalah sosok lelaki yang tampan, religius, dan menjadi idaman para siswi-siswi di sekolah. Dia ketua Rohis. Lelaki itu membuat aku terpukau lemah dan lelaki itu sudah membuatku buta. Yah.. hatiku yang buta. Entah syaiton apa yang membuat diriku lupa diri?
"Ia menemuiku di taman karena ada yang ingin ia bicarakan denganku, ini masalah sukarelawan dan bantuan untuk korban gunung merapi di Yogyakarta, sya." Ia mencoba menjelaskan.
"Sungguh. .kami agak lama membicarakan hal itu dan kamu tahu bahwa ia adalah ketua rohis dan aku bendahara jadi apa yang kamu curigai sedangkan tugasku selalu berkaitan dengan kak adam sebagai ketua rohis" jelasnya detail
"Tapi kenapa hanya kalian berdua? Di taman? Duduk hanya berdua? Memangnya anggota yang lain mana? Bukannya harus di bicarakan bersama bukan cuma berdua? Dengar yah Aprilia walaupun aku bukan anggota rohis tapi aku tahu semua program-program kalian anak rohis, aku anggota OSIS jadi aku tahu lebih awal dari acara-acara yang akan di adakan oleh ekstrakurikuler yang berada di bawah naungan OSIS" kataku dengan penuh keangkuhan.
Ya Rabbi.. betapa sombong diriku ini.
"Hufftt aku enggak tahu lagi apa yang harus aku jelaskan sama kamu, sya. Kamu tidak mempercayai sahabatmu sendiri bahkan penjelasan yang mendetail dariku pun kamu tak bisa memahaminya. Terserah! aku capek bertengkar dengan kamu. Maafkan aku, sya. Aku sudah menaruh luka dalam hatimu" katanya sambil berlalu dengan matanya yang sembab.
Acchh..dia meminta maaf kepadaku! Harusnya aku, kamu desya. Sungguh hatiku benar-benar sekeras batu bahkan mungkin melebihi baja sekalipun.

***
Hari-hariku berlalu dengan cepat. Aku terlalu di butakan oleh cinta dan keegoisan.
"Assalamualaikum, sya" sapa salam itu. Itu sahabatku Aprilia dan Azizah. Ya Tuhan, aku masih teringat senyum mereka.
"Waalaikumsalam" jawabku datar tanpa membalas senyum yang merekah di bibir mereka. Apa yang terjadi? Mereka berlalu setelah itu. Ku kira mereka akan kembali tapi ternyata mereka menjauh dariku.
Aku tak mengerti dengan diriku saat itu. Marah kah? Kecewa? Atau benci? Ampuni aku Ya Allah.

"Wahai saudaraku apa kabar? Sudah membaik kah hatimu sobat?" Tanyanya. Suara lembut itu terdengar di telinga. Azizah sahabatku yang satu ini begitu sholehanya dia, kata-katanya yang menyejukkan hati yang kering, jilbabnya yang terurai lebar, selalu rapat dan tertutup. Aku menyukainya. Tidak seperti ku yang belum bisa menutup auratku dengan sempurna dan istiqomah.
".........." tak ku jawab segala tanyanya.
"Tenangkan lah hatimu kawan, berpikirlah lebih dewasa dan tetap lah kamu berdoa kepada-Nya. Janganlah kamu menyendiri seperti ini, menjauh dari sahabat-sahabatmu, kembali lah.. maafkan lah sahabatmu yang telah menggorea luka di hatimu. Sesungguhnya Allah Maha Pemaaf bagi hamba-Nya. Tapi kenapa kamu tidak?" Katanya sekilas berlalu seakan ia telah menebak kalutnya hatiku saat itu.

CATATAN HITAM PUTIHTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang