Saat Evan sedang duduk sendirian di sebuah taman kecil di kotanya tengah malam seorang diri, tak pernah terbayangkan oleh dirinya bahwa ia akan melihat apa yang saat ini sedang ada di hadapannya.
Evan ternganga, matanya melotot dan tidak bisa berkata-kata saat melihat sekumpulan cahaya kecil di atas air mancur—yang terdapat di taman itu—yang kemudian menyatu selama beberapa detik, yang dari kilauan itulah seorang gadis dengan kemeja putih, menggunakan rok hitam bertali pundak muncul di depan matanya, melayang turun perlahan dari atas air mancur ke hadapan Evan.
Dengan sedikit mengibaskan rambut pendeknya yang hanya sampai sepundak, gadis itu berkata.
"Kau... sesuatu yang kau anggap hidup dan yang menyebut dirimu sendiri manusia."
"A-aku?" Evan mempertanyakan kalimat datar yang dikeluarkan gadis aneh itu kepadanya.
Saat ini Evan sedang gemetar, ketakutan, curiga dan hampir buang air di celana, karena apa yang ada dipikirannya, ia sedang berhadapan dengan hantu.
"Secara biologis... Iya." jawab gadis itu dengan datar.
"K-kenapa denganku?"
Evan berpikir untuk lari, tapi kalau melihat gadis itu saat ini pun belum menginjakkan kakinya di tanah, ia ragu untuk melakukannya, tapi di satu sisi saat melihat ke arah wajahnya, Evan menganggap gadis itu bisa dibilang cukup cantik—pikiran yang sebenarnya tidak perlukan saat ini.
"Kau...," gadis itu memulai kembali kalimatnya. "Kami ingin tahu, atau lebih tepatnya kami tidak mengerti, dan kami harap kau bisa memberitahu... apa yang sedang kau lakukan?"
"E-eh?"
Evan bingung apakah saat ini, dia adalah orang yang bodoh yang tidak dapat menangkap percakapan yang sedang ia lakukan, atau ia memang benar-benar mendengar gadis itu, yang muncul tiba-tiba entah dari mana sedang bertanya apa yang ia lakukan—yang dengan mudah bisa jawab dengan jawaban 'sedang duduk di taman tengah malam'. Tapi Evan tidak menjawabnya dan hanya mengeluh dalam pikirannya.
Sialan. Apa yang harus aku lakukan saat ini?
Melihat Evan yang kebingungan, gadis itu pun mulai meletakkan kakinya ke tanah yang hanya beberapa centi di bawahnya, berusaha untuk membangun komunikasi yang lebih baik dengan makhluk yang bukan seperti dirinya.
"Kenapa? Ada yang aneh dengan pertanyaan kami?" tanya gadis itu.
Banyak! Atau bahkan semuanya! Dan kenapa menggunakan kata 'kami' bila hanya sendirian?!
Evan ingin meneriakkan apa yang ada di dalam hatinya, tapi ia tidak bisa, terlebih karena yang di hadapannya bukanlah sesuatu yang masuk akal baginya.
"Ehem." Evan membersihkan tenggorokannya, dan membiarkan keringat dingin di kepalanya berlalu begitu saja, di tengah kegugupannya itu, Evan berusaha untuk bertanya pada gadis itu. "Sebelum aku menjawab pertanyaanmu itu, bisa kau... atau kalian, ceritakan siapa kau sebenarnya?"
Gadis itu belum mengeluarkan ekspresi. Tapi dengan pakaian kemeja dan roknya itu, serta sepatu dan kaus kakinya, bagi Evan, gadis itu terlihat seperti gadis normal pada umumnya. Usianya mungkin sekitar 17-18 tahun—5 tahun di bawah Evan—terlihat dari wajahnya yang agak mungil dan halus dan tinggi badannya yang hanya sekitar 160 cm.
Gadis itu menjawab.
"Dalam bahasa dunia ini, kami bisa disebut sebagai data atau informasi, sebuah eksistensi yang ada tapi tidak berwujud. Sesuatu yang ada tapi disaat yang sama juga dapat dikatakan tidak ada. Sebuah esensi dari semesta yang berjumlah tidak terbatas dan tidak memiliki ukuran serta tidak terikat dengan ruang dan waktu. Dan Karena tidak terikat dengan ruang dan waktu, kami bukanlah sebuah bentuk kehidupan. Bahkan dapat dikatakan bahwa kau, seluruh manusia, ataupun hewan, tumbuhan, batu-batuan, air ataupun udara, planet ataupun galaksi, semuanya adalah kami. Tapi bagi pemahaman untukmu, yang seorang manusia, Kami adalah... alien."
KAMU SEDANG MEMBACA
Essence of Gold
Short StoryAlien yang diberi nama Moka tiba-tiba muncul di hadapan Evan. Apa tujuannya?