Aku mengenal seseorang. Namanya Novelia. Seorang wanita berdarah Pakistan yg raut wajahnya menyerupai orang-orang Arab. Cukup muda, tapi bukan seorang bocah. Dia duduk di bangku SMA dan dia anak Sosial.Aku mengaguminya sebagai seorang wanita. Kenapa? Jika aku hanya menjelaskan mungkin tiada yang akan percaya. Lebih baik kuceritakan.
***
Pertama kali aku melihatnya disebuah kegiatan sekolah ia duduk menyendiri disebuah bangku dekat taman yang pada waktu itu aku juga sedang duduk ditaman bersama teman-temanku. Aku mulai bepikir kenapa dia sendirian? Ingin kutemui akan tetapi aku terlalu takut untuk memulai perbincangan dengannya.
Beberapa lama aku memandangi dirinya yang sembari menyendiri sambil membisu seakan ia duduk berhayal terpaku dengan dunia yang ia ciptakan sendiri....
Awalnya aku merasa aneh melihat seseorang yang jauh berbeda denganku. Ya mungkin kupikir karena setiap orang memang berbeda-beda.
Setelah sekian waktu berlalu datang seorang temannya lalu mereka berdua segera berjalan mengitari lingkungan sekolah.
Berhenti sudah aku memandangi dirinya yang sudah duduk menyendiri cukup lama.
Dunia terus berputar.
Tetapi, rasa penasaran ini tak kunjung usai karena aku hanya dapat memandangi dirinya melalui kejauhan..." Tidak cukup sepucuk daun teh untuk menjadi air teh. Cinta, kamu juga seperti itu. Butuh lebih banyak rasa agar aku bisa mengemban-mu, Cinta. ". Cukup untuk memotivasi otakku agar dapat merasakan cinta lagi.
Selang waktu berlalu, akhirnya aku mendapat kesempatan untuk memandangnya lebih dekat melalui kegiatan pelatihan Olympiade siswa Geografi yang dimana dia juga mengikuti kegiatan tersebut, tetapi dia menempati bidang Kebumian.
" Tak apa, penting bagiku untuk dekat dan satu ruangan dengannya ". Pikirku.
Berada satu ruangan dengannya jujur ia membuatku malu untuk menampilkan diri pada kala itu. Pikiranku pun teralihkan untuk diam-diam meratapi wajahnya yang lugu itu.
" Sekali ingin kucoba, sekali ingin kucoba, dan sekali lagi ingin kucoba. Itu berkembang menjadi berkali-kali. Mataku memang tak pernah sudi untuk melepaskan itu. "
Diam-diam aku selalu melihat gerak-geriknya saat belajar. Bisa kunobatkan ia sebagai makhluk Tuhan paling pendiam antara orang-orang disekitar ruangan tersebut. Bisa dibilang bodoh? Tidak juga. Karena yang kulihat dibalik kesunyian pada dirinya terdapat wajah yang mengerti terhadap materi yang disampaikan oleh guru pembimbing. Lalu dia mencatatnya pada sebuah buku.
Aku mulai berpikir ia seorang yang cerdas dengan mempertahankan kepribadiannya dan ia hanya menjadi seorang yang sebagaimana dirinya. Mungkin banyak berkata tidak penting baginya karena tidak berpengaruh terhadap pemahamannya untuk mengenal dunia. Mungkin? Ya mungkin. Itu hanya pemikiranku saja. Bisa juga salah.
Tibalah saatnya waktu menunjukkan eksistensinya sebagai penghujung dari sebuah pertemuan.
" Jam belajar sudah selesai, saatnya kita pulang dan yang laki-laki pimpin untuk membacakan doa. ". Kata ibu pembimbing untuk menyudahi kegiatan pada hari itu.
Setelah selesai membaca doa, segera satu per satu dari kami pulang meninggalkan kelas dan sekolah.
Untuk apa tergesa-gesa ? Aku bersikap santai kala itu karena kupikir masih ada lain waktu untuk menemuinya.
Beberapa minggu kemudian...
( Jleeeebbb )
Tanpa kusangka-sangka hanya dua minggu aku mendapat kesempatan untuk satu ruangan dengannya. Aku terkejut! Aku cukup membenci keputusan ini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bukan karena kamu cantik
Teen FictionTerinspirasi dari seorang wanita baik. Mungkin menurut kalian wanita ini biasa saja, tapi menurutku beda. Karena aku yang merasakan.