Seperti reruntuhan, sosok mu tak lagi utuh di benak ini
Perlahan pudar, terhapus segala jejak...
Melalui mimpi ku mengais serpihan itu...
Hanya satu harapku...
Kenangan tentang mu...
Jangan pernah pergi dari ingatan ini...
***
Bunyi rintik hujan menjadi satu-satunya suara yang tertangkap telinga Honoka sebelum matanya yang terpejam benar-benar terbuka.
"Ah, masih gelap" Gumamnya terkejut ketika kedua mata kantuknya yang akhirnya terbuka sempurna menatap lurus langit-langit kamar.
Tubuhnya beranjak bangun dan terduduk menyandar pada sandaran tempat tidur, membuat bunyi seperti dentuman halus ketika benda itu menabrak dinding karena beban tubuh gadis itu.
Honoka termenung sesaat, untuk kesekian kalinya dia merasa hampa. Kalau kebanyakan orang merasa lebih segar saat bangun tidur, rasa seperti itu tidak dirasakan olehnya akhir-akhir ini, ia merasakan sebaliknya.
Gadis itu merasa hilang, entah ke mana selama tidur. Yang ia ingat hanya momen beberapa saat sebelum terlelap dan dalam sekejap matanya sudah kembali terbangun, walaupun faktanya dia tidur berjam-jam dan nyaris selalu terbangun siang akhir-akhir ini.
Namun, tidak hari ini. Ternyata pagi ini dia bangun lebih awal dari yang bisa dia bayangkan. Lengannya meraba meja di sebelahnya, berusaha meraih ponsel pintar yang ditugasinya meraung-raungkan alarm untuk membuatnya terbangun.
"04.30 AM." Menjadi tulisan pertama yang dilihatnya, beberapa logo pesan aplikasi chat, email dan panggilan tak terjawab terlihat bermunculan di sisi atas layar. Memilih menghiraukan semua itu, Honoka beranjak berdiri dan merentangkan kedua tangan, menarik tinggi-tinggi tubuhnya. Lengannya seolah berusaha menjangkau langit-langit, sementara kakinya terjinjit. Kaos tidur usang favoritnya sedikit terangkat, membuat perut rata hasil kerja keras mengatur pola makan dan olah raga rutin yang dilakukan gadis itu sedikit terekspos. Ditariknya nafas dengan dalam lalu dihembuskan, merasa segar setelah oksigen memenuhi dadanya.
Ia bergerak maju menggapai tirai, seolah ingin menunjukkan pada dunia bahwa dirinya bisa bangun pagi lebih awal dari sonya-si ponsel pintarnya. Air hujan yang terlihat berjatuhan dari langit seakan bersorak sorai menyambutnya, membuat wajahnya tersenyum jumawa, "Ohayou" Sapanya pada hamparan taman bermain anak-anak kosong yang terlihat dari balik jendela kamarnya.
***
Dalam salah satu ruangan sebuah mansion, Satomi merasa cemas dan ketakutan seolah hidup matinya sedang dipertaruhkan. Gadis itu kebingungan, satu-satu nya yang bisa dia lakukan adalah menggenggam erat ponsel pintarnya. Ia terduduk di karpet, menyandar pada dinding. Disampingnya terdapat lemari kayu bergaya eropa yang sebelah pintunya terbuka. Lemari itu sempat menjadi tempat persembunyiannya untuk beberapa saat, sampai akhirnya dia tersadar bersembunyi di situ sama sekali tidak akan bisa membantunya.
Merasa tidak memiliki harapan dia pun berlari ke arah jendela. Tidak, bukan untuk melompat. Dia tidak sebodoh dan sesembrono itu untuk mengakhiri hidupnya melompat dari mansion lantai 9 ini. Dia hanya berusaha mencari jalan keluar, tapi bahkan jendela itu tidak bisa menolongnya.
Beberapa kali gadis itu mengetuk keningnya dengan punggung jari, berusaha menenangkan diri sambil berharap kakak sepupu yang akhirnya menjawab video callnya bisa mencari cara untuk membantunya keluar dari mansion milik bosnya itu.
Ya, ini semua salah bosnya yang pemabuk itu. Kalau saja dia tidak memiliki bos yang suka minum-minum, ini semua tidak akan terjadi. Atau, mungkin memang nasibnya saja yang buruk, yang menuntunnya untuk melamar kerja di perusahaan si bos, tempatnya bekerja sekarang. Ah ini semua salah kakak sepupunya. Kalau saja kakak sepupunya itu tidak memberi tahu info lowongan pekerjaan di perusahaan bos pemabuk itu, ini semua tidak akan terjadi. Pikirannya mulai melantur, mencari objek untuk disalahkan.
Mata gadis itu menatap nanar layar ponsel pintarnya yang kehabisan baterai. "Honeechan, onegai!" Bisiknya menggenggam ponsel dengan kedua tangannya sementara matanya terpejam rapat.
"Duk!"
Hentakan dari arah pintu membuat mata gadis itu terpejam semakin rapat.
***
Wataru terduduk santai di kursi kayu hitam tepat di seberang pintu kamarnya sendiri. Tangannya memegang kaleng bir, sementara kepalanya menyandar santai matanya menatap tajam ke arah pintu yang berjarak hanya beberapa langkah dari posisinya duduk saat ini.
Ya, dia sengaja menarik kursi dan menaruhnya tepat di depan kamarnya bukan tanpa alasan. Dia sedang mengintimidasi seseorang yang berada di dalam kamarnya itu. Seorang gadis muda yang tak dikenalnya, yang datang bersama ayahnya yang berusia paruh baya dan dalam keadaan mabuk. Bukan, bukan gadis itu yang mabuk, setidak nya itu kesimpulan yang dia dapat jika memperhatikan gerak lincahnya yang langsung masuk ke dalam kamar Wataru saat laki-laki itu memergokinya berada di dalam mansion ini bersama ayahnya yang sedang mabuk berat. Pria tua itu kini sedang tertidur pulas di kamarnya sendiri.
Wataru bangkit dari duduknya, berjalan mendekati pintu. Dihentakkan ujung sepatunya menghantam pintu cokelat tua.
"Buka atau aku akan masuk secara paksa." Ujarnya penuh ancaman setelah hentakkan ke tiga.
Rasanya kesabarannya sudah hampir habis, sudah nyaris melampaui batas kesabaran yang bisa dia berikan kepada gadis itu. Dia nyaris mendobrak pintu kamarnya dengan sekali tendangan jika bukan karena bel intercom yang mengalihkan perhatiannya.
***
"Hosh... Hosh... Hosh..."
Honoka berlari sekuat tenaga di bawah guyuran hujan di pagi buta. Andaikan tadi otaknya bereaksi lebih cepat untuk membuatnya memilih jas hujan ketimbang payung bening panjang yang sedang digenggamnya sekarang, mungkin berlari seperti ini akan terasa lebih mudah. Untunglah tempat yang ditujunya berjarak tidak terlalu jauh dari apartemennya.
"Mansion the Gloire" Matanya menangkap tulisan indah terukir di dinding batu yang terlihat elegan seiring langkah kakinya memasuki pelataran gedung mewah itu. "Mansion the Gloire 906" Gumamnya berulang kali mencoba mencegah ingatannya memudar. Dihempaskannya payung bening ke keranjang penyimpanan payung, kemudian berlari menuju intercom corner di samping lift.
***
Wataru berdiri sigap di depan pintu masuk mansion nya, menunggu gadis yang berbicara dengannya melalui video intercom tadi. Suara gadis itu terdengar galak dan menyebalkan, penampilannya pun acak-acakan. Wataru merasa tak sudi mengijinkan gadis itu masuk ke dalam tempat tinggalnya. Bagaimana kalau gadis itu anggota sindikat penjahat yang bekerja sama dengan gadis tak tahu malu yang menguasai kamarnya saat ini. Bisa saja mereka bersekongkol mengeruk harta ayahnya yang sedang mabuk berat.
Sebelah alis laki-laki itu langsung terangkat dan matanya memicing ketika dari kejauhan terdengar suara derap langkah seseorang sedang berlari, beberapa saat kemudian terlihat sosok seorang gadis yang tergesa-gesa sedang menoleh ke sana kemari, membaca setiap tulisan yang terpasang di setiap pintu. Langkah kaki gadis itu terhenti begitu menangkap sosok Wataru. Mata mereka bertemu lalu gadis itu membuang mukanya, kepalanya tertunduk, menghela nafas dalam, lalu memantapkan langkah menghampiri laki-laki itu. Melihat pemandangan seperti itu, diam-diam hati Wataru dihinggapi rasa penasaran, sensasi seru seakan sedang menderanya saat ini.
"A, Aku datang untuk menjemput adikku!" Ujar Honoka dengan tegas dan tanpa ragu, mengulangi kata-katanya di intercom tadi.
***
Akhirnyaaaa... berani juga buat posting di Wattpad...
Masih pemula banget, jadi pasti masih banyak kekurangan di sana sini
Terima kasih untuk yang udah baca...
Mohon masukannya ya...
***
Pics source:
https://www.pexels.com/photo/big-red-heart-on-dark-background-6371/
https://www.pexels.com/photo/red-heart-balloon-on-top-of-floor-832761/
***

KAMU SEDANG MEMBACA
KATAOMOI [One-sided love] : The Second Chance
RomanceTerjebak dalam cinta sepihak di masa lalu bukanlah keinginan Amamiya Honoka. Seseorang yang disukainya tiba-tiba pergi tanpa jejak, meninggalkan gadis itu dengan berbagai kenangan dan setumpuk harapan. Jauh di lubuk hatinya, Honoka berharap takdir...