「00」

45 9 0
                                    

New york, summer 2006

Aku bertemu dengan gadis itu di saat 1 bulan kepergian ku dari kota ini.

Ia sedang bermain ayunan yang ada di taman. Rambut pirang pendeknya terurai, dan matanya yang sebiru langit membuat siapapun dapat mengingat wajahnya dalam sekali lihat.

Setelah mengumpulkan keberanian Dan memastikan penampilan ku sudah oke, aku pun berjalan menghampirinya.

"Hello?" Sapaku hati-hati.

Gadis itu mendongak, diam beberapa saat, lalu menatap ku dengan tatapan berbinar.

"Hello too."

Aku berjalan menuju ayunan kosong yang berada tepat di samping gadis itu.

"Do you live around here?" Tanyanya dengan aksen Inggris yang sempurna, tepat saat beberapa detik setelah aku memainkan ayunan ku.

"Hem.. rumah ku hanya beberapa blok dari taman ini," jelas ku.

"Tapi kenapa aku tidak pernah melihat mu?!" Gadis itu mulai memperlambat ayunannya, dan menatap ku dengan tatapan penasaran.

"Itu karena aku jarang keluar rumah."

"Oow.." gadis itu menganggukkan kepalanya pelan untuk beberapa kali.

"How about you, where do you live?" Sekarang giliran ku untuk bertanya.

"I live in that house," ia mengacukan jari telunjuknya ke depan seperti sedang menunjukkan sesuatu, membuat ku mengikuti arah jarinya yang mungil.

Dan betapa kagetnya aku, saat kedua mata ku mengkap sebuah rumah bertingkat dua yang sekira dari tampak depannya merupakan rumah yang sudah tua, dan yang aku itu merupakan sebuah panti asuhan.

"Di rumah tua itu?" Tanyaku, untuk memastikan dugaan ku.

"Aku tinggal dengan beberapa perawat, dan beberapa anak lainnya," sambungnya dengan tatapan lurus ke depan.

"Aku pikir itu menyenangkan," ucap ku berusaha menutupi wajah sedih ku, dengan sebuah senyuman.

"Of course, but.." ia menghela nafas. "Aku harap, aku bisa mempunyai seorang laki-laki dewasa yang bisa melindungi ku, dan menemani ku setiap saat."

"A father?" Tebak ku.

"Yes a father."

"Emm.. by the way What is your name?" Ia kembali bertanya dengan nada yang riang, membuat suasana hening beberapa detik yang lalu hilang.

"How about Geppeto?"

Tanpa aku sangkah, ia tersenyum kecil.

"Ahahaha... terdengar seperti nama tokoh kartun."

"That's right, I will be geppeto and you will become pinocchio," jelas ku.

"Itu berarti kamu adalah ayahku?" Ia mengerutkan keningnya.

"Hem," aku mengangguk dengan antusias. "I will be a father, a friend,  a guardian knight, and whatever you want."

Ia tersenyum lebar saat mendengar kata-kataku. Senyumnya sangat manis, membuat ku seperti terhipnotis.

"Kamu adalah laki-laki pertama yang mau melakukan semua itu untuk ku, My Geppeto," ungkapnya dengan wajah teduh.

Entah mengapa aku merasa senang saat mendengar pernyataannya itu.

"Hey Pinocchio, lihat ke atas deh."

Ia yang polos itu langsung menuruti kata-kataku, kepalanya mendongak ke atas. "Ada ap-"

Cup!

Dengan cepat aku mengecup pipinya.

Wajahnya seketika berubah menjadi bagian merah padam. Meski pun begitu, matanya masih berani menatap kearah ku, dan berkata.

"I hope you'll never forget your words."

Detik berikutnya, ia memberikan senyuman manisnya lagi.

Tanpa ragu aku menjawab,

"Yes, I will."

>>▪<<

[a/n]:
Annyeong hasimika
Jadi ini cerita sesekian Ku setelah menggalau tentang alur cerita.
I hope you guys like my story.

Please Vote and comment nya ya >.<

Gumawo♡
















Pinocchio and Geppeto -SeventeenTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang