Kepastian Hati, Luka yang berbekas

31 2 0
                                    

Aku bersamanya, aku tidak ingin mengakhiri itu dengannya. Keadaan yang membuatku pergi, kadang merasa berdosa. Orang paling jahat di dunia rasanya, aku yang terduduk di dalam kamar. Kembali mengingat kenangan bersama kami, dia sosok yang tidak bisa di gantikan oleh siapa pun. Aku hanya tahu bahwa dia harus menemukan yang terbaik dari diriku, aku yang tidak bisa menjadi diriku sendiri saat itu. Saat dimana aku pergi, memutuskan segala jalinan di antara kami.

Tiba-tiba HPku berdering, tanda telfon masuk. Melihat namanya di layar HPku rasanya mengulang kembali rasa yang pernah ada di antara kami, aku segera mengangkat telfon darinya.
"Halo"ucapnya dari seberang sana.
"Halo"menunggu dia bicara.
"Bagaimana keadaanmu?"ucapnya di seberang sana.
"Aku baik-baik saja"ucapku tiba-tiba canggung.
Akhirnya aku dan dia berbicara lewat telfon bersamanya, rasanya ada rasa yang tersisa. Namun tetap pada hatiku kini, ingin melepasnya.

Aku dan dia berbeda kota. Aku kuliah di kotaku sendiri sedangkan dia kuliah di luar kota, namanya long distance relathionship. Aku dan dia bersama seperti itu, namun kini semua itu hanya kenangan.

Aku rasanya tekurung di antara masa lalu dan masa kini. Entahlah, dia juga selalu hadir. Mengorek luka yang belum sembuh.

Aku memilih meraih laptopku, mengerjakan tugasku. Melupakan hal yang hanya membuatku bagaikan di dunia terbalik.

Setelah mengerjakan tugas kuliahku yang menumpuk, rasanya lelah. Aku meraih HPku, membuka media sosialku. Rasanya bosan, tidak ada yang spesial. Tiba-tiba teringat media sosialnya, aku segera mencari dan melihat semua hal yang dia posting. Kadang aku sendiri selalu menstalking segala hal dengannya namun akan sadar jika aku salah, aku kembali mencari kesibukan lain. Kini membaca wattpad menjadi hobi baruku, membuatku lupa dengannya.

Ke esokannya di kampus, tiba-tiba Tuti temanku membahasnya, membuatku sedikit tidak nyaman.
"Kamu sama dia ada apa sebenarnya?"ucap Tuti bingung.
"Entahlah, aku sendiri tidak tahu"ucapku menatap bingung Tuti.
"Kamu udah putus dengannya, tapi kadang menstalking dari ujung sampai akar-akarnya"ucap Tuti bingung.
"Kamu ini, selalu saja membahas dia. Apa sih yang kamu suka dari pembahasan ini?"tanyaku menatap Tuti lekat.
"Kamu itu manusia paling aneh, kamu selalu bela dia. Stalking dia, antara mau move on atau tidak"ucap Tuti kesal.
Aku tidak berkata apa-apa, hanya diam. Dia itu kadang benar, aku merasa bahwa apa yang ku lakukan salah. Aku ingin melepasnya, membiarkan dia bahagia. Tapi andai saat itu dia mempedulikanku, tidak mengatakan hal fatal yang menyakitiku. Mungkin aku tidak pergi, entahlah. Aku harus apa tuhan, tanyaku dalam hati.

Seiring berjalannya waktu, dan dia masih sering menghubungiku. Entahlah, kadang dia terlihat manja. Seolah-olah tidak ingin mengakhiri kebersamaan kami, meski itu hanya sesaat.

Setelah kuliahku selesai, aku pulang ke rumah. Perasaanku kini benar-benar tidak enak, aku masuk ke dalam kamar. Berbaring, mataku rasanya berkunang-kunang. Badanku terasa panas, aku demam.

"Kamu, ini kalau kerja tugas jangan tunggu numpuk tugasnya baru di kerjain"ucap mama kini mengompres kepalaku.
"Iya ma"ucapku lesu.
"Cepat sembuh yah sayang"ucap mama mengecup keningku.
"Iya ma, mama. Boleh minta coklat panas?"ucapku tersenyum pada mama.
"Iya, sebentar"ucap mama berlalu.

Tiba-tiba HPku berdering, tanda telfon masuk. Aku segera melihatnya dan itu ternyata dari Diaz. Melihat namanya tertera di layar HPku, membuatku rasanya enggan mengangkat telfon itu. Aku diam saja, lama telfon itu terus berdering. Aku mencoba mengangkatnya.
"Halo"ucap Diaz di seberang sana.
"Halo"ucapku menunggu dia berkata apa.
"Kamu baik-baik saja?"ucap Diaz dari seberang sana.
"Iya aku baik-baik saja"ucapku sebaik mungkin. Tidak ingin dia tahu bahwa aku sakit.
"Kamu jangan berkata bohong, kamu sakit kan? Suaramu jelas berat. Suaramu lesu tidak seperti biasanya"ucap Diaz dari seberang sana.
"Iya, aku sakit. Cuman demam biasa"ucapku datar namun hatiku terasa senang jika dia bertanya kabarku.
"Makanya kamu jangan suka begadang, belum saatnya kamu sepertiku terbiasa begadang. Kamu belum kuat, jangan telat makan. Jangan paksa dirimu selalu sibuk dengan urusan ini urusan itu, kamu itu harus selalu ingat waktu"ucap Diaz mengoceh dari seberang sana.
"Iya, iya.. perhatian banget sih. Bawel"ucapku ketus.
"Karena kamu masih sama, masih seperti dulu. Tidak pernah berubah"ucap Diaz tegas dari seberang sana.
"Iya, iya"ucapku pendek.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 01, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

MelepasmuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang