Diam saja, jangan bicara apa-apa. Dengarkan semua kataku, aku cuma mau bilang aku sayang kamu sampai rasaku benar-benar tidak tersisa "
Lalu mereka hanya diam, tidak berbicara sepatah katapun lagi."Maaf, katamu semua yang kamu katakan . Lalu mengapa hanya sayang yang kamu utarakan? Tidak ada lagi Yang ingin kamu sampaikan? " Tanya perempuan.
"Sayang mewakili segala rasa, termasuk takut, sedih, senang, bahagia dan segalanya. Kamu paham?" Jawab lelaki itu "Sekarang kita berpisah.
Kita telah sendiri-sendiri. Kita tidak saling melupakan. Melainkan hanya membiarkan diantara kita sampai hilang rasa. Dan Menjadikannya seperti semula. Jawabnya."Kita hanya perlu waktu, untuk menyembuhkan semua luka?" Tanya perempuan itu
"Tidak, yang kita butuhkan usaha seperti yang ku sebutkan tadi, membiarkan dengan tega semua rasa yang datang dalam bentuk apapun. Jawab lelaki.Kemudian mereka berpisah ditengah jalan kota yang sepi.
"tunggu" kata lelaki tersebut. Pejamkan matamu.
Kemudian lelaki tersebut mengecup kening perempuan itu dengan penuh kesedihan, dan dia berbisik. Ia menyampaikan bahkan ia meyakinkan bahwa rasanya tidak akan pernah pudar. " Adakah hal yang kamu ingin sekali kamu sampaikan, atau permintaan? " Tanyanya. Perempuan itu menggelengkan kepalanya dan lelaki itu tidak menanyakan yang kedua kalinya. Saat lelaki itu tengah membalikkan badannya ia berucap "jangan" lalu diam tidak meneruskan. Lelaki tersebut menghentikan langkahnya dan tersenyum. Kemudian ia mengatakan " jangan kembali lagi maksudku " tanpa menoleh, lelaki itu pergi.Dan akhirnya, mereka benar-benar mengakhiri segalanya
Mereka bukan lagi siapa-siapa sedangkan masih memiliki rasa.
Lalu mengapa mereka berpisah?
Siapa yang salah? Takdir? Kenyataan? Waktu?
3 hal itu tidak pernah salah dan tidak bisa disalahkan. Berkatnya mereka pernah tertawa dalam tangisan dan saling memiliki.
Yang salah adalah keegoisan yang menikam diri mereka sehingga berujung perpisahan."Selamat tinggal" ucapnya lirih sambil terisak. perempuan itu yang berusaha tegar akan kenyataan. Semakin ia berusaha semakin ia sadar, bahwa ia telah benar-benar hancur berkeping.
Ia hanya memandangi lelaki itu semakin jauh semakin hilang dipandang mata hingga bayangannya semakin samar-samar terlihat. Bahkan di pertigaan ia akan menghilang.
Pikirannya membuncah, ia begitu gelisah. hujan juga ikut menemani malam itu. Matanya mulai sembab menangisi kepergiannya . Kemudian tubuhnya terhempas ke tanah, ia hanya meraung dalam diam.
Ternyata lelaki itu kembali " menangislah, jika kamu rasa perlu" ujarnya
Wanita itu kemudian melebarkan bibirnya, sehingga lekukan akan senyumnya yang menawan terlihat dan matanya semakin menyipit.
" Aku tau kamu kuat " ucap perempuan itu.
" Tanpa kamu sadari kamu juga lebih kuat " balasnya kemudian.
Sekarang kamu paham? Bahwa ada yang lebih tabah dari hujan bulan Juni. " Tanya perempuan.
Ya, kita. kita yang begitu tabah menghadapi perpisahan meskipun menyakitkan. " Jawab lelaki itu. " Dan kamu Perempuanku, lebih tabah dari apa yang kuucapkan barusan" sambungnya.
"Lalu, apa yang membuatmu kembali kesini" tanya perempuan.
"Aku cuma mau bilang, kalau aku selalu rindu kamu. Jadi sebelum kamu mikir aku rindu kamu gak ya, kamu sudah tau jawabannya kan? "
Perempuan itu hanya tersenyum
" Tak ingin berteduh? " Tanya lelaki itu. "Bagaimana bisa berteduh? Hujan telah terlanjur mengguyur. Dan kita telah kehujanan bersama, terakhir kali bukan? Aku ingin menikmatinya" jawab perempuan itu.
"Meneduhlah, terkadang kamu tak perlu terlibat kedalam segala hal, kamu cukup menikmatinya saja" lelaki tersebut mengantarkan wanita itu kedepan halte. "Sekarang aku tenang, pergilah" kata perempuan itu.Kemudian, mereka sama-sama melambaikan tangan perpisahan.
KAMU SEDANG MEMBACA
perpisahan
Short StoryPerempuan yang malang, ia kehilangan yang benar-benar mencintai. Ia telah kehilangan orang yang rela mengorbankan segala untuknya. Kesenangan sekejap saja namun kesedihan yang melekat enggan lenyap dan semakin menyelimuti diri. Semakin hari semakin...