Terimakasih Untuk Tidak Mencintaiku

75 2 2
                                    

Sebuah pernikahan seharusnya menjadi salah satu dari sekian ribu kebahagiaan di dunia ini. Semua orang menyimpulkan senyum, hati merasa tenang, kesedihan yang digenggam sejenak terlupakan. Apalagi untuk sepasang insan yang menjadi pusat perhatian. Saling mengucap sumpah setia serta mengungkapkan kasih dan cinta untuk selamanya. Tapi nyatanya tidak semua orang merasa bahagia.

Enam bulan yang lalu, aku dijodohkan dengan seorang perempuan yang bahkan aku belum mengenal sedikitpun tentangnya. "Farhan, dia perempuan yang bisa menyempurnakan hidupmu." Itulah yang ayah dan ibu selalu katakan tentangnya. Saat kulihat dia dan ta'aruf dengannya, jujur saja aku setuju dengan orang tuaku. Dia perempuan yang baik, solehah, cantik, tertutup pakaiannya. Bahkan kusangat yakin, dia belum pernah tersentuh oleh lelaki manapun. Ya, dia sempurna. Tapi tetap saja aku tidak mencintainya.

Tujuh hari berjalan setelah ta'aruf, aku menikah dengannya. Pernikahan yang diiringi jeritan hati terpaksa. Ijab qabul yang aku ucapkan terasa hambar, tidak ada ketulusan dalam hati ketika mengucapkannya. Senyuman yang kuberikan pada seluruh tamu undangan, itu palsu. Sungguh aku tidak bahagia. Saat aku istirahat karena tamu undangan sudah mulai mengurang, aku berbisik pada istriku. Maafkan aku, jika aku tidak mencintaimu.... Anaya Khaerunnisa.

***

Anaya berada tepat di hadapanku, dia sedang membenarkan dasi yang kupakai. Saat kumelihatnya dari jarak sedekat ini, selalu saja memori itu berputar kembali di benakku.

"Anaya, apakah kamu tidak lelah?kamu tahu bahwa aku tidak mencintaimu. Tapi kenapa kamu tetap saja memberiku perhatian yang lebih, melayaniku dengan layak, menyambutku ketika pulang bekerja dengan senyuman yang manismu itu?"

"Karena kau suamiku, farhan alamsyah," ucap Anaya dengan senyum yang tulus. Ya, senyum yang tulus. Aku bisa merasakannya.

Anaya selalu saja memberikan jawaban itu. Entah sudah menjadi yang ke berapa kali dia menjawab pertanyaanku itu dengan jawaban yang sama. Selama enam bulan hubungan suci ini berjalan, hanya pertanyaan itu yang selalu saja terlontar dari mulutku.

"Baik, sudah selesai." Dia mengelus-ngelus kemeja kerjaku dengan kedua telapak tangannya yang lembut. "Selanjutnya kamu tunggu di meja makan yah, aku buatkan sarapan dulu."  Anaya, dia sangat bertingkah manja saat melayaniku walau tahu aku tidak mencintainya. Tapi, aku tersenyum. Hatiku senang melihat dia seperti itu.

Jarak dapur dengan meja makan tidak terlalu jauh. Aku bisa melihat Anaya melakukan segala kegiatannya di dapur. Tangannya lihai mengiris bawang, memotong cabai, menggerak-gerakan spatulanya ketika memasak. Walaupun tangannya memang terlihat seperti seorang perempuan yang tidak pernah ikut campur dalan pekerjaan rumah. Dan aku bisa menebak, dia sedang membuat makanan favoritku. Nasi goreng.

"Anaya, aku akan pulang agak larut."

"Oh iya, tidak apa-apa. Aku akan menunggumu sampai kamu pulang. Aku tidak mau ketika suamiku pulang, lelah setelah bekerja seharian, tidak ada yang menyambutnya," ucap Anaya sambil tetap menggerak-gerakan spatulanya.

Dia tidak pernah canggung berbicara denganku, seakan-akan aku memang sangat mencintainya. Ya tuhan, kenapa Kau menganugerahkanku seorang perempuan yang sempurna tapi aku tidak mencintainya?ini berat. Sungguh berat. Kutahu pula, masalah mencintai bisa tumbuh seiring berjalannya waktu. Yang jadi permasalahannya adalah diriku. Aku tidak mau berusaha memaksakan untuk menumbuhkan rasa cinta pada Anaya. Aku harus berusaha, tapi aku tidak mau.

Nasi gorengnya sudah siap makan dihadapanku. Dan selalu saja enak. Tidak ada nasi goreng seenak buatan Anaya.

"Kamu tidak sarapan juga Anaya?" Ucapku sambil meneruskan suapan demi suapan.

Dia hanya tersenyum melihatku. Tak menjawab apa-apa.

"Kenapa pertanyaanku dijawab dengan senyuman?" Tanya aku penasaran

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jan 28, 2020 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Terimakasih Untuk Tidak MencintaikuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang