Menanti Karma

20 0 0
                                    

Hari ini adalah salah satu momen dalam hidup yang paling aku nanti, yup... the weeding. Dengan wajah sumringah aku menyambut tamu yang datang bergantian untuk mengucapkan selamat. Dibalik senyumku, ada satu ketakutan, kegelisahan, sesuatu yang sangat ku hindari yang selama ini menghantuiku dan kini ketakutan itu tiba.

Terlihat seorang perempuan sepantaran denganku terlihat mendekat sambil melambaikan tangan kepadaku, semua mata tak ayal memandang sosok cantik tersebut, termasuk pangeran di sampingku, ingin menangis rasanya melihat ekspresi lelaki yang sekarang terlihat canggung namun tak kuasa menahan biji matanya mengekor tiap gerak - gerik wanita tersebut.

Ketika tepat di depanku, aku pasrah, dengan senyum canggung nan kentara, aku pun sedikit berbasa – basi.

"Makasih ya udah dateng. Sama siapa nih? Kok sendirian aja? Calon mana nih?"

"Hahaha... bareng temen – temen yang lain kok tadi. Masih sibuk ngeraih cita – cita dulu nih. Santailah, masih muda, waktunya berprestasi."

"Emang lagi sibuk apa aja nih selain kuliah lagi, bisnis, lomba sama karya ilmiah, nulis buku anak juga iya kan? Apa lagi ya? Banyak banget sih kegiatannya. Hehehe." Sunggu aku penasaran dengan segala hal tentangnya, stalking-ku terhenti karena persiapan pernikahanku.

"Iya, itu semua masih, lagi nyelesain semua deadline buku anak nih, nanti beli ya buat anaknya! Hehehe. Sama ada kegiatan amal plus ikut proyek pemerintah. Jadi maaf banget kemarin nggak bisa bantu, ngabarinnya mendadak juga sih. Ini aja, kalau nggak di ajak temen – temen, nggak tau."

"Santai. Gw tau banget kok, temen gw yang satu ini sibuknya setengah mati. Hehehe." Semua tentang kamu aku nyaris tahu, karena aku selalu mencari tahu tentangmu, aku selalu berusaha lebih baik darimu, dan aku sangat tidak mau kalah denganmu.

"Ah, cuma sok sibuk kok. Hahaha. Oia, sekali lagi selamat ya, Odit selamat juga ya. Semoga menjadi keluarga idaman bangsa dan menciptakan generasi pemimpin penerus bangsa. Gw ke sana dulu ya, nggak enak euy sama yang ngantri lainnya, mereka pada mau salaman sama princess and prince hari ini. Hehehe. Daghhh..." Sudah dapat ku tebak, doanya pasti berbau nasionalis, sangat dirinya. Senyumnya juga terlihat tulus, ah, tapi dia kan memang pandai bersandiwara. Entah kenapa kutub magnetku selalu berlawanan arah kepadanya, sehingga aku selalu negative thinking terhadapnya..

Setelah ia berlalu, senyumku tak lagi lepas, terbayang semua mozaik – mozaik kebersamaanku dengan Odit dan Tanha. Aku bertemu Tanha yang selain cantik juga sangat unik dengan kepribadian luar biasa di kampus dan menjadi sahabat terdekatku. Dia cerita segalanya padaku, termasuk tentang kekasihnya, Odit. Seiring dengan kesibukan Tanha untuk berprestasi tidak hanya di bidang akademis, Odit mulai terabaikan, dan entah bujukan setan mana, aku mencoba sedikit memberi perhatian kepada Odit karena tak tega melihatnya terduakan oleh cita – cita Tanha.

Namun, sama halnya dengan menabung, sedikit – sedikit menjadi bukit, cintaku pada Odit pun terus tumbuh mengakar bahkan berbunga. Hingga aku pun berani mengajak jalan berdua tanpa sepengetahuan Tanha. Kita semakin dekat, Odit yang pada awalnya segan mengakui pun semakin hari terlihat rasa sukanya padaku.

Sayangnya, Tanha yang awalnya hanya curiga, akhirnya memergoki berbagai bukti, dia murka kepada kita berdua dalam waktu yang sangat lama, mungkin hingga sekarang dalam hatinya masih ada kebencian.

Selama kurang lebih setahun kumenunggu untuk status resmi menjadi kekasih Odit. Dalam rentang waktu tersebut, beberapa kali Tanha dan Odit putus nyambung, meskipun hubungan antara aku dan Odit semakin dekat.

Menanti KarmaWhere stories live. Discover now