~Salahsatu kesenangan dalam hidupku adalah ketika aku bisa bercanda dan bersama dengan orang-orang yang aku sayang~ Nara.
***
Tet tet tet tetBel pulang sekolah telah berbunyi, semua siswa berbondong-bondong untuk keluar kelas karna waktu yang ditunggunya telah tiba. Tidak dengan dua gadis yang masih setia duduk dibangkunya.
"Nara, kamu pulang pake apa?" Tanya Sila seraya menepuk bahu Nara.
Nara yang tengah membereskan bukunya menoleh ke arah Sila. Lalu berujar,
"Pake kakilah masa pake dengkul," jawab Nara ketus.
Sila memutar bola mata malas.
"Biasa aja dong. Maksud aku itu kamu pulang naik apa?" Tanya Sila memperjelas.
"Biasanya Nara naik apa?"
Sila merenggut kesal. Nara sudah membuatnya emosi seketika.
"Ditanya malah nanya balik," cibir Sila.
"Oh."
"Kok oh doang," kesal Sila.
"Terserah Nara dong," jawab Nara yang juga ikut-ikut emosi.
"Pasti kamu naik sepeda kan?" Sila tetap kekeuh pada pertanyaannya. Ia terlalu kepo untuk tau. Padahal ia sudah sering melihat sahabatnya ini naik sepeda.
"Nara kan gak punya motor jadi---"
"Ya, naik sepedalah," kata Sila antusias. Karna tebakannya kali ini benar, tidak meleset seperti biasanya.
"Ya udah," ucap Nara yang hanya melirik Sila sekilas.
"Ya udah apa, kalau ngomong jangan singkat-singkat napa. Ini lagi bukan ngirim sms, kayak doi aja." Sila mengerucutkan bibir bawahnya beberapa senti.
"Curhat neng, lagian ya mana ada ngirim sms ngomong, itumah di ketik namanya," ucap Nara polos.
"Iya, iya Sila yang selalu salah." Sila kesal seraya melipat tangan di depan dada.
"Iya, itu udah tau, dan Nara yang selalu benar." Nara tersenyum kemenangan.
"Iyain aja biar Nara gak nangis." Sila lalu membereskan peralatan tulisnya ke dalam tas. Rasanya berbicara dengan sahabatnya yang satu ini harus extra sabar.
"Kalau Nara boleh nanya gak?" Tanya Nara menoleh ke arah Sila dengan senyum tipis.
"Itu udah nanya kali," ketus Sila melirik sinis Nara.
"Hehe. Kalau kamu naik apa?"
"Biasa," jawab Sila datar tanpa melirik Nara. Sepertinya moodnya sudah rusak.
"Kalau ngomong jangan singkat-singkat dong. Sila gak mau kan hidupnya singkat!"
Sila terbelalak sempurma. Kaget, mendengar perkataan Nara yang ngaco. Setelah itu Sila manyun.
"Tega kamu Ra, aku udah bertahun-tahun sama kamu, ngejaga kamu, tapi inikah balasan dari semua kebaikanku. Kau sungguh terlalu!" Ujar Sila dramatis.
"Kamu ngefans ya sama Rhoma Irama, atau suka. Hayo??" Ucap Nara seraya menunjuk-nunjuk Sila dengan jari telunjuknya.
Sila menganga, meneguk saliva saja susah.
"Ih, kamu kalau diajak ngomong gak asyik, gak jelas deh," mood Sila sekarang sudah benar-benar rusak. Perkataan Nara sungguh sangat polos. Dan membuat Sila kesal sendiri. Entahlah, mungkin Nara sepolos kertas Hvs.
"Biarin yang penting hidup," Nara berkata masa bodoh seraya mengambil handphone-nya di dalam tasnya.
Sila berdecak sebal, berlalu meninggalkan Nara yang masih setia duduk di kursinya sambil memainkan handphonenya, sesekali ia tertawa melihat layar di handphonenya. Bukan, ia tidak lagi menonton film horror melainkan video lucu instagram Raditya Dika.
KAMU SEDANG MEMBACA
Bad Boy & Plain Girl
Teen Fiction(Cover by: @khansafau) Silahkan dibaca jika ingin membaca :) Cerita ini tidak mengandung bahan kimia yang berbahaya, melainkan hanya mengandung kegaringan yang haqiqi😂