Perjalan hidup, biarlah hanya Tuhan yang menentukannya.
Aku hanya sebagai tokoh yang menerima apapun perannya dalam sebuah alur cerita.
-Harifah-
-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-_-Tatapan penuh makna itu begitu menyakitkan. Helaan nafas terdengar dari bibir mungilnya. Dengan penuh sabar ia mendekati anak kecil berkisar tiga tahun yang sedang menangis itu, dipeluk dan di gendongnyalah berharap jika melakukannya dapat membuat anak kecil itu berhenti untuk menangis. Jeritan penuh pilu namun ia tak tahu apa yang ia mau. Rengekan kecilnya memanggil sang bunda untuk memeluk. Mata itu meredup, menggeleng ia mendekap adiknya yang urung berhenti menangis.
"Bunda tidak mendengar kamu sayang, berhentilah menangis...kakak mohon! Cukuplah pelukan kakak yang menggantikan pelukan yang selalu kau rindukan".
***
"Harifah!"
Langkahnya terhenti ketika ia mendengar seseorang menyerukan namanya. Diujung karidor terlihat seorang siswi yang melambaikan tangan dan berlari kecil. Ia hanya menunggu siswi tersebut menghampirinya."Ada apa be?" Pertanyaan yang pertama kali ia lontarkan saat siswi itu telah berada dekat dengan dirinya.
"Gak ada, nyari lu aja..tumben gak ada di kelas?" Dengan masih mengatur nafas yang tidak karuan karena ia tadi sedikit berlari.
"Nih...aku baru aja minjem buku di perpus" Harifah menunjuk buku yang sedari ia peluk dengan dagunya.
Siswi itu atau lebih tepatnya Berin sahabat Harifah yang memang beda kelas itu pun hanya sekilas melirik ke arah buku yang di tunjukkan lalu kembali menatap wajah Harifah.
"Eh, itu muka lu pucet..belum sarapan??" Tanyanya.
Harifah tampak salah tingkah, ia menunduk tak berani menatap Berin yang menatapnya penuh selidik.
Berin membuang nafas kasar tidak habis fikir dengan sifat sahabatnya itu. "Ayo ke kantin, gua yang bayar!" Ia merangkul pundak Harifah dan menuntunnya menuju kantin.
Sudah lama makanan yang mereka pesan tiba. Namun Berin tetap mengacuhkan makanannya. Ia hanya memperhatikan Harifah yang duduk di depannya yang lahap menyuapkan nasi goreng ke mulutnya.
"Lu ngapa gak sarapan? Kecapean? Telat bangun? Gak sempet? Apa memang beras di rumah lu habis??"
Harifah hanya mengangguk singkat tanpa melirik Berin. Ia tampak fokus dengan nasi goreng di hadapannya.
"Terus si kecil juga gak makan??" Berin akhirnya menyeruput jus jeruk yang tadi ia pesan saat tenggorokannya mulai terasa kering.
Sebelum menjawab pertanyaan Berin, Harifah lebih dulu menelan makanan yang masih ada didalam mulutnya.
"Udah aku minta tolong ibu bos, buat nyuapin dia" ia menghela nafas dan memberhentikan suapan tangannya. Menyeruput jus jeruk lantas kembali membuka suara. "Dia makin rewel, jarang mau sama si ibu bos, susah deh buat di tinggalin...gak tega juga nengok dia tiap hari nangis...emmm kalau kayak gini terus, kayaknya aku bakal berhenti sekolah deh..."
"heh?!" Berin tampak terkejut. Ia menyingkirkan jus jeruknya ke tepi meja dan lebih fokus menatap Harifah. "Berhenti sekolah? lu yang bener aja...sekolah tinggal dua tahun lagi, tanggung fah...lebih baik kamu tamatin dulu SMA kamu ini..."
KAMU SEDANG MEMBACA
Lantunan Cinta Harifah
SpiritualSeorang gadis yang begitu besar hatinya. Ayahnya berubah saat ibunya meninggal. Adiknya, Uman menjadi tanggung jawabnya. Ditengah kecamukan hatinya, seorang pria datang. Hidupnya seperti diputar 360°. Pria dingin, dengan tatapan tajam yang mampu me...