Selamat datang, Peri...
Aku baru saja kembali dari perjalanan melompati tapak-tapak kenangan akan senjaku.
Kala itu aku begitu rindu senja, rindu semburat oranye hangatnya bersirobok dengan kelamku yang dingin, membuat pekat languku saru dengan sisa-sisa harum padang rumput sore. Rasa itu begitu buncah hingga menakutkanku. Aku takut, sama sepertimu.
Tapi Periku, senjaku masih tetap sama. Menyapaku dengan kehangatan warna jingga dan wangi samar-samar sore.
Apa yang kautakutkan, Peri?
Kau takut hawa dingin angin membekukanmu?
Tidakkah kau tahu, sayapmu tak hanya bercahaya tapi juga hangat?
Beranilah terbang dan taburkan serbuk ajaibmu! Semai hangatmu agar angin tak lagi sendu sendiri.
Agar bisiknya ramai gegap tak lagi sengau sepi.Jangan miliki angin, Peri, kau tak boleh.
Kau pun bukan miliknya.
Kau dan angin, aku dan senja, selamanya tak akan pernah bisa saling memiliki.
Itu bukan jenis cinta bagi jenis kita.
Tak akan ada kata tragis dalam kisah-kisah kita, kau tahu?
Mengapa akhir begitu mengganggumu padahal belum lagi kau memulai?
Mengapa hatimu begitu menggalaui seberapa dalam kau jatuh padahal kau bahkan tak jatuh.
Itu, kukatakan sekali lagi, bukan jenis cinta bagi jenis kita.
Karena...
Cinta jenis kita tak boleh jatuh!
KAMU SEDANG MEMBACA
Senandung Malam untuk Peri Kecil II
PoetryKetika Peri jumpa Malam di tepian senja dan berkisah kembali...