Episode 2: Laki-laki Menyebalkan

18 2 6
                                    

Aku tak mampu untuk menatap matanya, seolah aku dapat mengenali masa lalu yang tak ingin ku ingat lagi

***

Perlahan aku dapat mendengar ayam berkokok. Sudah lama sekali sejak terakhir kali aku mendengar ayam berkokok. Selama ini aku bahkan tidak pernah melihat wujud ayam kecuali saat karya wisata. Aku mengerjapkan mata beberapa kali untuk menyadarkan diriku sendiri. Ah iya, aku sekarang berada di Bali. Tentu saja semua hal berbeda.

Mimpi itu menghantuiku lagi bak air ombak yang terus datang menerjang pinggiran pantai, lalu menghilang ke tengah lautan. Seperti itu setiap harinya. Aku bahkan tidak bisa tidur dengan tenang. Aku selalu butuh waktu untuk dapat memejamkan mataku. Setiap malamnya, aku bingung harus melakukan apa. Sakit sekali rasanya. Semua orang tiba-tiba pergi, dan aku sendiri menapak di atas tanah seorang diri.

Aku mengambil obatku yang ku letakkan di atas meja. Sebentar lagi obat ini habis, tapi aku belum benar-benar bisa sembuh. Aku butuh pertolongan, tolong. Aku benci perasaan ini, rasanya seperti aku sedang di bagian terbawah dari bumi.

"Mbak Kaia udah bangun? Sarapan dulu, mbak," ucap Mbok Hida dari pintu kamarku.

"Okay, thanks."

Mbok Hida tampak sedikit bingung, tapi dia akhirnya mengangguk. "Tadi, Mbak Maura berangkat pagi-pagi setelah dia masak sarapan. Jadi, Mbak Kaia makan sendiri, ya?"

"Huh? Oh, okay."

Tanpa berpikir panjang aku langsung menuju ruang makan dan melihat apa yang ada di meja makan. Setelah aku melihat apa yang ada di meja makan, aku benar-benar tidak menyangka. Roti yang ada di atas meja begitu menggugah selera. Setelah aku menggigit sedikit bagian pinggirnya, rasanya aku kembali ke masa kecilku. Rasa yang membawaku terbang jauh dari sini.

"Apakah tante membuat sendiri semua ini?" tanyaku perlahan.

"Iya, mbak. Dia selalu buat makanannya sendiri. Dia punya resep sendiri."

Aku baru tahu kalau tante pintar memasak. Aku jarang sekali menyukai makanan yang aku makan, tapi ini? Sungguh tidak kusangka. Aku pun menghabiskan sarapanku dengan cepat. Aku yakin, hari buruk lainnya menungguku.

***

Setelah melihat jadwal pelajaran, aku memperhatikan jam. Aku menghapal semua jadwal hari ini, tak lupa aku memperkirakan waktu yang akan ku pakai untuk keluar dari kelas. Percayalah, aku itu benar-benar perhitungan. Bahkan untuk membolos pun aku masih perhitungan. Tidak seperti murid-murid lain yang hanya pergi.

Aku bisa menyimpulkan kalau aku ini adalah pembolos kelas atas.

6 bulan yang lalu

"Kau hanya membolos beberapa kali. Ayolah," ucap Max sambil menarik-narik lenganku.

"So what? Is it matter?"

"Please, I need to get some fresh air."

Aku mempertimbangkan alasannya. Mencari udara segar? Omong kosong. Bilang saja dia tidak ingin mengikuti kelas kimia. Tapi dia benar juga. Aku juga malas mengikuti kelas kimia. Tapi selanjutnya ada kelas lain yang aku benar-benar sukai. Kelas musik, hanya itu kelas yang aku suka. Setelah sadar, aku akhirnya memperkirakan jam berapa aku harus kembali.

"Fine! I'll come with you," ucapku pada akhirnya.

"Okay, let's go!" serunya tak kalah bersemangat.

Sesuai kesepakatan, kita akan kembali pukul satu, saat pelajaran aljabar dimulai. Aku sangat ingin mengikuti kelas musik. Apalagi bersatu dengan tuts piano, itu terasa seperti surge bagiku. Aku harap, hari ini tidak akan pernah berakhir. Begitu juga seterusnya.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 15, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Two Lost SoulsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang