[02]

420 87 72
                                    

Jalanan begitu macet. Puluhan kendaraan bermotor terjebak di jalanan kota yang begitu panas. Tidak terkecuali mobil yang ditumpangi Irene dan Suho. Ya, Suho adalah pria yang tadi menjemput Irene di café.

"Lo tuh jadi orang jangan suka panggil sayang-sayang sembarangan dong!" Irene yang duduk di kursi penumpang bersungut kesal pada sosok lelaki di sebelahnya.

"Berisik banget sih. Biasanya juga lo iya-iya aja gue panggil sayang," jawab Suho sekenanya. Suasana jalanan yang bising dan panas membuatnya tak berselera menanggapi ocehan Irene.

"Tapi jangan di depan umum juga lah Ho, gue gak suka," Irene masih terus meluapkan kekesalannya pada Suho.

"Emang salahnya dimana sih kalo gue manggil lo 'sayang'? Kan gue emang sayang lo,"

"Dih-"

"Sayang sebagai kembaran lo. Gak usah kepedean, gue gak segila itu sampai suka sama kembaran sendiri," potong Suho cepat. "Lagian lo kenapa sih gitu doang ngamuk-ngamuk. Gara-gara cowok depan lo tadi?"

Skakmat. Tebakan Suho 100% tepat. Irene hendak menjawab perkataan Suho, namun terhenti karena Suho melanjutkan kalimatnya lagi,

"Bener, kan? Gak usah aneh-aneh deh, Ren. Lo kan gak kenal sama cowok tadi. Gimana kalo ternyata cowok tadi bukan cowok baik-baik? Tau rasa lo,"

"Tapi-"

"Sssst diem, gue pusing," Suho dengan cepat memotong perkataan Irene, membuat Irene juga malas untuk lanjut berargumen.

Irene lebih memilih untuk menyandarkan kepalanya pada jendela di sebelah kirinya. Pikirannya sekarang tertuju pada pria yang ditemuinya di café tadi. Siapa namanya? Dimana dia tinggal? Berapa usianya? Apakah dia sudah memiliki kekasih? Apa dia benar-benar tertarik pada Irene? Apa pria itu tau kalau Irene meninggalkan kertas berisi nama dan nomor hpnya di meja? Sejuta pertanyaan berlarian mengusik pikirannya, hingga akhirnya Irene capek sendiri dan memilih untuk tidur.

************************************
Malam semakin larut, tetapi Mino sama sekali belum merasakan kantuk. Dirinya masih duduk terdiam di sofa. Tangannya menggenggam ringan secarik kertas kecil yang sudah tak jelas bentuknya. Kertas bertuliskan nama dan nomor telepon gadis cantik yang ditemuinya tadi, Bae Irene.

Mino bimbang. Haruskah Mino menghubungi Irene sekarang? Ini sudah larut malam, mungkin saja Irene sudah tidur. Akan tetapi Mino sudah tidak tahan jika harus menunggu hingga esok hari.

Mino masih terdiam lagi hingga beberapa saat, hingga akhirnya Mino memutuskan untuk menghubungi Irene sekarang saja. Tidak tanggung-tanggung, Mino menyimpan nomor itu dengan nama "Bidadariku". Sebut saja Mino lebay, cheesy, budak cinta, atau bahkan kampungan. Mino sudah tidak peduli. Karena baginya Irene memang secantik bidadari, bahkan mungkin lebih cantik.

Irene?

Mino merutuki kebodohannya. Dari segala macam kata-kata indah di dunia, tak ada satupun yang terlintas di pikirannya dan dia malah mengirim pesan yang terkesan canggung.

Di saat Mino masih dalam kekalutannya, tiba-tiba handphonenya yang terletak di atas meja berdering. Seketika Mino meloncat menuju meja dan memeriksa pesan yang masuk.

Bidadariku
Hah?

"Ih, jual mahal deh sayangku," komentar Mino sembari tersenyum geli.

Ini Irene kan?
Yang di café Comma tadi pagi?


Bidadariku
Aduh, sorry mas.
Kayaknya situ salah nomor deh.
Gue gak ke café Comma,
dan nama gue bukan Irene.
thx

Senyum yang tersungging di bibir Mino perlahan memudar. Mino terdiam sejenak, mencoba memahami kalimat yang baru saja dia baca. Dan ketika otaknya sudah 100 persen berfungsi, kalimat pertama yang terucap dari bibir Mino adalah

"Bangsaaaaaaaaaaat!!!!! Gue dikibulin!!!"

Mino membanting hpnya di atas sofa. Mino marah. Marah pada kebodohannya sendiri. Sudah jelas-jelas kemarin Irene pergi dengan kekasihnya, mana mungkin Irene dengan cuma-cuma memberikan kontaknya kepada Mino yang notabene adalah orang asing? Wanita itu pasti hanya ingin mempermainkan Mino.

"Gak bakal lagi deh gue kepincut sama sembarang cewek! Cantik tapi bikin pusing!"

Masih penuh kemarahan, Mino meremas kertas kecil berisi nomor hp Irene. Dilemparnya kertas itu ke tempat sampah di ujung ruangan, tetapi lemparannya meleset. Kertas itu tergeletak di lantai sebelah tempat sampah.

"Ck, nyusahin banget sih,"
Mino beranjak malas memungut kertas itu. Dibukanya sekali lagi. Yah, anggap saja sebagai perpisahan terakhir Mino dengan Irene. Ditatapnya lekat-lekat tulisan di kertas itu. Tulisannya sangat bagus dan rapi, selaras dengan paras cantik Irene. Tapi tunggu, sepertinya Mino menemukan sesuatu yang aneh pada tulisan itu.

Bae Irene
010 2903 3003

"Hah? 3003? Bentar deh,"
Mino bergegas meraih hpnya. Dicarinya kontak dengan nama "Bidadariku".

Bidadariku
010 2903 3030


Seketika Mino menepuk jidatnya. "Mampus. Bego kok dipelihara. Bego lo No, bego banget."

Setelah puas mengutuk dirinya sendiri, Mino memberanikan diri untuk mengirim pesan ke Irene lagi. Kali ini dengan nomor telepon yang sudah benar tentunya.

Irene?

Mino harap-harap cemas. Sudah kepalang tanggung, terserah mau seperti apa hasilnya. Mau diabaikan ataupun ditolak, yang penting Mino sudah berusaha. Rasa cemasnya semakin menjadi tatkala ada nada pesan masuk di hpnya.


Bidadariku
Ya? Siapa ya?


Sudut bibir Mino kini tertarik ke atas membentuk lengkungan yang sempurna. Dengan cepat Mino mengetikkan pesan balasan untuk Irene.


Guess who😉



tbc





Hehehe i'm back! Karena di chapter kemarin ada beberapa yang minta sequel dan aku juga lagi good mood karena comeback Winner jadi aku tambahin partnya deh😁
Sebenernya disebut sequel juga gak pantes, ini sih namanya tambah part yaa wkwk serah deh soalnya aku males publish book baru
Semoga kalian suka deh huhuhu karena menurutku part ini gajelas banget😂
Vote+commentnya ditunggu yaa readers💋💋 thxxxx

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Apr 08, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

What A Good Day | Minrene [ON HOLD]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang