2. Hujan

151 9 3
                                    

Sejak kejadian serah terima wangsit tadi malam. Entah mengapa gue mulai merasa kalau pagi tak pernah secerah ini, dari luar gue bisa mendengar angin yang tengah sibuk menggoda dedaunan hingga menciptakan simfoni yang menentramkan hati. Tanpa sadar kedua sudut bibir gue tertarik keatas, oh betapa indahnya hari ini.

Dengan langkah riang gue menuruni tangga, berjalan kearah meja makan tempat semua orang sedang berkumpul. Kutarik kursi di meja makan dengan senyum merekah bak bunga yang sedang bermekaran kusapa mereka, " Pagi semua."

Kulihat ibu sedang sibuk menyiapkan kopi dan sarapan untuk ayah ,sedang abangku yang ngeselin tapi gantengnya gak ketulungan itu tengah sibuk dengan nasi gorengnya. Sesekali kulihat dia mendesah sambil menyingkirkan potongan kubis yang sengaja ibu masukkan dengan harapan abang bakalan jadi pecinta sayuran, tetapi melihat bagaimana tingkah laku abang sepertinya ibu sudah gagal.

Menu yang tersedia dia meja makan cukup bervariasi, sepertinya Ibu sedang dalam mood yang baik hingga tersedia berbagai macam hidangan diatas meja. Jangan tanya kalau beliau sedang marahan dengan ayah, kami yang tidak tahu apa-apa pun bisa jadi korban. Pernah sekali Ibu sengaja telat bangun karena masih marah dengan ayah hingga hanya menyisakan meja makan dengan tudung sajinya. Kami yang jadi korban kelaparan karena Ibu yang mogok kerja terpaksa meminta ayah untuk meminta maaf kepada ibu duluan. Ini lebih baik dari pada mati kelaparan karena ibu mogok kerja.

Satu hal yang tidak boleh Kaum adam lupakan adalah perempuan tidak pernah salah, kalaupun perempuan salah itu karena tidak ada manusia yang sempurna, jadi ya mohon di maklumi. Itulah kata-kata yang sering ibu ucapkan kepada abang ketika dia membujuk ibu untuk berbaikan dengan ayah, tentunya dengan suara yang keras sehingga bisa di dengar si tersangka. Kalau sudah seperti ini kami lebih mendukung ibu dan menjadi anak durhaka untuk ayah.

Seperti pagi-pagi sebelumnya gue lebih memilih roti sebagai makan pagi. Bukannya mau sok kebarat baratan tapi perut gue termasuk tipe perut yang sulit di ajak kompromi. Pernah sekali terpaksa gue makan nasi karena persediaan roti udah habis dan ibu lupa untuk membeli akhirnya gue berakhir di kamar mandi dan telat berangkat sekolah. Setelah kejadian itu nasi menjadi momok terbesar bagi gue sebagai menu sarapan pagi, Kan gak lucu banget gue telat lagi gara gara semedi didalam kamar mandi.

Kuambil selembar roti, menatap meja yang penuh dengan berbagai macam varian selai, mulai dari selai coklat,kacang,strawberry dan nanas diatas meja. Ku ketuk-ketuk jari telunjuk di dagu seolah-olah sedang berfikir selai mana yang harus gue pilih. Gue lagi gak pingin bereksperimen dengan mencampur berbagai macam selai diatas roti. karena percobaan terakhir yang gue inget rasanya kayak ingus bayi. Iyuh, gue jadi ngeri kalau nginget kejadian itu. Salahkan ibu yang nyiapin berbagai macam selai diatas meja yang membuat anak gadisnya dilema karena harus memilih satu diantara 4.

Gotcha !

Berhubung hari begitu cerah, jadi hari ini gue putuskan untuk memilih selai nanas. Orang bilang warna kuning melambangkan keceriaan, jadi gue berharap hari ini bakalan lebih menyenangkan dari hari biasanya. Ku majukan sedikit badanku kedepan untuk mengambil selai nanas yang posisinya agak jauh dari tempat dudukku. ku ciumi selai nanas yang bakalan jadi pertanda nasib baik untuk hari ini, ya semacam ritual lah.

"dek, elo udah mulai gila ya? dari tadi abang lihat kok senyum-senyum sendiri. Jangan -jangan elo kesambet setan " abang gue melotot, melalui ekor mata ku lirik dia,

Erlangga Dewangga, abang gue, satu-satunya yang terganteng dan terusil sepanjang masa. Harus gue akui kalau abang gue punya wajah sebelas dua belas sama Liam hamesworth, tapi di depan dia, gue selalu ngaku kalau rupanya kayak upil yang nyelip di hidung gue. Bukan tanpa alasan gue bertindak seperti itu, tidak ada asap kalau tidak ada api.

Dia selalu punya seribu cara buat gangguin gue, termasuk mengadu kepada ibu kenapa gue punya muka yang jelek padahal ibu punya paras yang ayu dan wajah ayah yang tampan menurun kepada dia. Seringkali dia bilang pada ibu untuk ngecek ke rumah sakit tempat gue dilahirkan, siapa tahu gue adalah bayi yang tertukar. Emang dia pikir ini sinetron apa?

Bigger Always BetterTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang