Hari Kedua

9 0 0
                                    

          

Hari berikutnya tiba. Pagi itu, sekitar pukul 5 kurang suara sist Eny membangunkanku untuk bergegas memulai kelas pagi kami atau yang kami sebut dengan morning class kelas dimana kami akan saling mengobrol membahas tema yang berbeda setiap hari berpasang-pasangan yang kemudian akan di lanjutkan dengan pembahasan vocab harian yang harus kami hapalkan tiap harinya dan hari-hari yang menyenangkan ini akan segera di mulai. Setelah morning class ditutup, beberapa di antara kami bergegas untuk bersiap-siap memasuki kelas pagi mereka pukul 7 pagi. Dan aku termasuk anggota yang beruntung, karena kelas pagiku akan di mulai pada pukul 8;30, yang artinya aku mempunyai waktu luang untuk kembali memejamkan mataku sejenak melepaskan rasa kantukku yang belum selesai karena harus bangun pagi-pagi sekali tadi. Lalu sekita pukul 7 aku terbangun, Kak Pipit dan lain-lain mengajak untuk sarapan di bawah, tempat makan yang jadi andalan kami jika kami di landa kemageran yang mau tak mau memilih tempat itu untuk mengisi perut, tempat itu kami sebut dengan Mbah Shop. Karena yang memasak di warung sepetak itu nenek-nenek yang sering di panggil mbah. Mbah cukup terkenal di lingkungan anak-anak Mr. Bob, dan yang paling terkenal di mbah yaitu sotonya dengan harga yang terbilang murah seharga 6 ribu rupiah dengan porsi yang sangat mengenyangkan yang menjadi favoritnya kebanyakan orang, tapi tidak untukku, karena aku tidak begitu suka soto.

Pagi itu tanggal 27 Februari 2018, aku memulai hari keduaku di Pare. Seperti pagi sebelumnya, tepat pukul 8:30 aku memasuki kelas pertamaku yaitu kelas 3 GP 1 atau lebih dikenal kelas grammar dengan tutor yang berkharisma dengan menggunakan sweater dan kaca mata yang menjadi cirri khas utamanya, dia biasa di panggil Bro Abror. Kelas grammar yang seru dan sekaligus lumayan harus buat mikir pagi-pagi, tetapi Bro Abror selalu menjelaskannya kepada kami dengan sabar karena harus memberikan beberapa contoh terlebih dahulu agar kami memahaminya. Kelas itu cukup ramai di isi oleh beberapa anak cewek dan anak cowok dan ada juga Abi atau Uncle Abi, kenapa dipanggil Uncle? Karena beliau cukup berumur dibandingkan kami, mungkin agar lebih menghormatinya, akupun tak begitu paham hanya ikut-ikutan saja memanggilnya dengan sebutan Uncle. Dan Abi bukanlah merupakan nama aslinya, Abi nama yang ia karang sendiri yang merupakan singkatan dari Anak Baik Indonesia hahaha padahal nama aslinya nama yang bagus yaitu Imam Syafei.

Selesai dari kelas grammar, aku melanjutkan kelasku ke kelas pronoun half. Jujur saja, kemarin di hari pertama aku memasuki kelas pronoun half, aku cukup takut dengan tutornya, cukup takut jika mungkin aku tidak bisa mengikuti kelas ini dengan baik. Bagaimana tidak, di hari pertama kami masuk ke dalam kelas ini, tutor kami langsung berbicara dengan bahasa inggris yang seperti sering diucapkan oleh bule-bule native. "Cas cis cus blab la bla", aku tidak bisa mengerti apa yang ia katakan. Hanya saja ketika beberapa menit setelah kelas dimulai, dia bertanya apakah kami cukup nyaman jika dia mengajar seperti itu yang memang 100 persen menggunakan bahasa inggris dengan pronoun ala native speaker lalu hampir semua dari kami menjawab jika kami lebih memilih 50:50 yang artinya ia akan mengulangi artinya dalam bahasa Indonesia, dan seperti apa yang sudah menjadi cirri khasnya dia berkata "yang bayar mah bebas". Dan di hari kedua, dia kembali memberikan penawaran dengan berkata "jika kalian mau pindah kelas silakan ke office karena masih ada waktu untuk pindah dari kelas saya, karena kelas saya bukan kelas yang banyak gamesnya" sambil tersenyum menyeramkan sebagai cirri khasnya. Entah kenapa aku tidak merasa ingin pindah dari kelas itu. Mungkin karena dia tutor yang mempunyai charisma sebagai tutor juga menurutku. Yang dapat memberikan pelajaran yang serius. Dan dia termasuk tutor yang menyenangkan, tidak semenegangkan apa yang saya bayangkan sebelumnya. Oh iya, aku belum memperkenalkan namanya. Namanya Paijo atau boleh kalian panggil dengan panggilan Mas Paijo, jangan panggil dia Bro, karena katanya dia bukan Bro kami. Kamu tau cirri khasnya? Topi, brewok, badannya yang cukup besar dan oxford. Di kelasnya, tidak boleh tidak membawa kamus oxford, karena kami belajar mengenai pronoun jadi kami diwajibkan untuk memiliki kamus tersebut. Dan berbicara mengenai kelas pronoun, di kelas ini aku mengenal Irfan. Tanpa di sengaja ternyata Irfan merupakan tetangga dari sepupuku di Cibinong, yang membuat kami jadi semakin akrab ketika kami tahu jika ternyata kami bertetangga. Kenapa kami? Ya anggaplah kami karena sepupuku cukup dekat denganku.

You've reached the end of published parts.

⏰ Last updated: May 03, 2018 ⏰

Add this story to your Library to get notified about new parts!

Pareku Di FebruariWhere stories live. Discover now